Cerita ini mengisahkan perjalanan lima teman—Aku, Danang, Rudi, Indra, dan Fandi—yang memutuskan mendaki Gunung Lawu. Namun, perjalanan mereka penuh ketegangan dan perdebatan sejak awal. Ketika mereka tiba di pasar aneh yang tampaknya terhubung dengan dimensi lain, mereka terperangkap dalam siklus yang tidak ada ujungnya.
Pasar Setan itu penuh dengan arwah-arwah yang terperangkap, dan mereka dipaksa untuk membuat pilihan mengerikan: memilih siapa yang harus tinggal agar yang lainnya bisa keluar. Ketegangan semakin meningkat, dan mereka terjebak dalam dilema yang menakutkan. Arwah-arwah yang telah menyerah pada pasar itu mulai menghantui mereka, dan mereka semakin merasa terperangkap dalam dunia yang tidak bisa dijelaskan. Setelah berjuang untuk melarikan diri, mereka akhirnya sadar bahwa pasar setan itu tidak akan pernah meninggalkan mereka.
Keputusasaan semakin menguasai mereka, dan akhirnya mereka harus menerima kenyataan bahwa mereka ternyata tidak pernah keluar dari pasar setan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pradicta Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fandi Muncul Kembali
Ketegangan di antara kami semakin terasa ketika Fandi akhirnya muncul lagi, tapi kali ini, dia bukanlah Fandi yang kami kenal. Tubuhnya tampak kaku, seolah dia tidak lagi sepenuhnya hidup. Wajahnya yang pucat seperti seseorang yang sudah lama tidak bernapas, dan matanya yang kosong menatap kami tanpa ekspresi. Kami semua terdiam sejenak, merasa ngeri dengan penampilannya yang begitu asing.
"Fandi?" Aku bertanya pelan, meskipun dalam hati aku sudah tahu jawabannya. Itu bukan Fandi yang kami kenal.
Fandi yang berdiri di depan kami tidak menjawab. Dia hanya berdiri diam, matanya menatap kosong ke arah kami. Ada sesuatu yang sangat berbeda dari dirinya. Tidak ada senyuman, tidak ada kehangatan yang biasa kami lihat. Wajahnya hanya tampak dingin, penuh kehampaan. Semakin kami melihatnya, semakin kami merasakan bahwa ini bukan lagi Fandi, tapi sesuatu yang telah menguasai tubuhnya.
"Apa yang terjadi sama lo, Fandi?" tanya Rudi, dengan suara pelan dan cemas. “Kenapa lo jadi seperti ini?”
Fandi perlahan-lahan membuka mulutnya, suaranya terdengar sangat asing, seperti suara yang sudah lama terkunci. “Kalian harus melepaskan satu jiwa untuk bisa keluar,” katanya, dengan nada yang berat dan penuh keputusasaan. “Hanya satu yang bisa keluar. Pilihlah dengan bijak.”
Kami semua terkejut mendengar kata-katanya. "Apa maksud lo, Fandi?" Indra bertanya dengan suara bergetar. “Kenapa kita harus memilih seperti itu?”
Fandi mengangguk pelan, masih dengan tatapan kosong di matanya. “Kalian sudah berada di tempat yang tidak seharusnya kalian tempati. Pasar ini adalah penjara bagi jiwa-jiwa yang terperangkap. Salah satu dari kalian harus tetap tinggal agar yang lainnya bisa keluar.”
Sosok yang kami kenal sebagai Fandi tampak lebih gelap, lebih mengerikan daripada yang kami bayangkan. Kata-katanya terdengar seperti sebuah ancaman, tapi juga seperti peringatan yang tak bisa kami hindari. Kami semua merasa semakin terjebak dalam dilema yang tidak bisa kami selesaikan.
“Apa maksud lo? Kita harus mengorbankan salah satu dari kami?” Danang hampir berteriak, suaranya penuh amarah dan kebingungannya. “Ini nggak adil, Fandi! Kita udah berjuang bareng-bareng, dan sekarang lo bilang salah satu dari kita harus tinggal di sini?”
Fandi tidak menjawab. Dia hanya berdiri di sana, tatapannya tetap kosong dan hampa, seakan tidak peduli dengan perasaan kami. Suasana semakin tegang, dan setiap kata yang keluar dari mulut Fandi semakin menambah kebingungannya. Kami tidak tahu harus memilih siapa, dan kami tidak tahu apa yang akan terjadi jika salah satu dari kami tetap tinggal. Namun, kami semua sadar bahwa ini adalah pilihan terakhir—pilihan yang akan menentukan siapa yang bisa kembali dan siapa yang akan terperangkap di sini selamanya.
“Kita nggak bisa melakukan ini,” kata Rudi dengan suara penuh tekad. “Kami semua berhak keluar dari sini, sama seperti yang lainnya. Lo nggak bisa bilang satu di antara kita harus tetap tinggal. Kita nggak akan biarkan itu terjadi.”
Namun, Fandi, atau apa pun yang telah menguasai tubuhnya, tidak menunjukkan ekspresi. “Ini bukan pilihan kalian,” katanya dengan suara serak yang lebih dalam. “Pasar ini akan mengambil yang terbaik dari kalian. Hanya satu jiwa yang bisa keluar. Kalian harus melepaskan salah satu untuk menyelamatkan yang lain.”
Kami semua terdiam, tidak tahu apa yang harus dikatakan. Hati kami dipenuhi rasa takut dan kebingungannya. Pasar ini bukan tempat biasa, dan kami sudah tahu bahwa kami tidak hanya berhadapan dengan kekuatan fisik, tetapi juga dengan kekuatan yang jauh lebih gelap. Kami sudah terperangkap dalam dunia yang tidak bisa kami pahami, dan sekarang kami harus memilih siapa yang harus terjebak di dalamnya.
“Apa yang terjadi kalau kita nggak memilih?” tanya Indra, suaranya sangat pelan. “Apa yang akan terjadi pada kita semua?”
Fandi yang tampaknya tidak lagi menjadi Fandi mengangkat bahunya, tatapannya tidak berubah. “Kalau kalian tidak memilih, kalian semua akan tetap terperangkap di sini. Pasar ini akan menahan kalian, dan kalian tidak akan bisa kembali ke dunia yang kalian kenal.”
Kami semua merasa semakin tertekan. Kami tidak bisa menghindari kenyataan bahwa hanya satu dari kami yang bisa keluar. Dan semakin kami mendengar kata-kata Fandi, semakin kami merasa bahwa kami harus menghadapi keputusan yang paling mengerikan dalam hidup kami. Siapa yang harus tetap tinggal? Siapa yang harus mengorbankan diri untuk menyelamatkan yang lainnya?
“Kenapa harus ada yang tinggal?” tanya Fandi, suaranya penuh kebingungan. “Kenapa kita nggak bisa semua keluar? Ini nggak adil!”
“Adil atau tidak, itu bukan urusan kalian,” jawab Fandi yang tampaknya bukan Fandi dengan suara pelan. “Ini adalah aturan pasar ini. Hanya satu yang bisa keluar, dan yang lainnya harus menerima takdir mereka.”
Kami semua merasa terhimpit oleh kata-kata itu. Tak ada jalan keluar dari pasar ini, kecuali dengan mengorbankan salah satu dari kami. Kami harus memilih, tetapi bagaimana bisa kami memilih siapa yang harus tinggal? Semua dari kami memiliki hak untuk keluar, dan memilih satu orang untuk mengorbankan diri terasa sangat tidak manusiawi.
Tiba-tiba, aku merasa tubuhku mulai terasa lemas. Aku sudah lelah. Kami semua sudah lelah. Kami tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Kami sudah mencoba berlari, mencoba mencari jalan keluar, tetapi pasar ini selalu membawa kami kembali ke tempat yang sama. Kami terperangkap, dan sekarang kami harus memilih siapa yang harus tinggal.
“Lo nggak bisa begitu aja nyuruh kita memilih!” kata Danang, suaranya penuh kemarahan. “Ini nggak adil, Fandi. Kita udah berjuang bareng-bareng, dan sekarang lo mau bilang kita harus ngorbanin satu orang?”
Fandi menggeleng pelan, wajahnya tetap kosong. “Gue nggak punya pilihan,” jawabnya dengan suara yang sangat lemah. “Gue nggak bisa keluar dari sini, dan kalian juga nggak akan bisa keluar tanpa melepaskan salah satu dari kalian.”
Kami semua saling pandang, tidak tahu harus bagaimana. Setiap pilihan yang kami buat tampak salah. Tidak ada yang bisa mengorbankan dirinya, tetapi kami tahu bahwa kami tidak akan bisa keluar dari pasar ini tanpa membuat pilihan. Pilihan yang sangat sulit.
“Apa lo yakin ini satu-satunya cara?” tanya Rudi, suaranya penuh ketegangan. “Apa kita nggak bisa cari jalan lain?”
Fandi hanya menatap kami dengan tatapan kosong. “Ini adalah aturan pasar ini,” jawabnya pelan. “Dan kalian tidak akan bisa keluar tanpa mengorbankan satu orang.”
Kami semua terdiam, merasa semakin terperangkap dalam dilema yang tidak bisa kami pecahkan. Kami sudah berjuang begitu keras, tetapi sekarang kami harus membuat keputusan yang tak terbayangkan. Satu dari kami harus tinggal di sini, sementara yang lain bisa keluar. Tidak ada pilihan yang benar. Tidak ada yang siap untuk mengorbankan dirinya, tetapi kami juga tahu bahwa jika kami tidak memilih, kami semua akan terperangkap selamanya.
Dan kami hanya bisa berdiri di sana, terhimpit dalam keputusan yang tak bisa kami hindari. Tak ada jalan keluar. Hanya ada satu pilihan yang harus kami ambil. Siapa yang akan tetap di sini? Dan siapa yang akan keluar?