NovelToon NovelToon
Terlahir Kembali Memilih Menikahi Pria Koma

Terlahir Kembali Memilih Menikahi Pria Koma

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Mengubah Takdir / Dark Romance
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Novia na1806

Aruna pernah memiliki segalanya — cinta, sahabat, dan kehidupan yang ia kira sempurna.
Namun segalanya hancur pada malam ketika Andrian, pria yang ia cintai sepenuh hati, menusukkan pisau ke dadanya… sementara Naya, sahabat yang ia percaya, hanya tersenyum puas di balik pengkhianatan itu.

Kematian seharusnya menjadi akhir. Tapi ketika Aruna membuka mata, ia justru terbangun tiga tahun sebelum kematiannya — di saat semuanya belum terjadi. Dunia yang sama, orang-orang yang sama, tapi kali ini hatinya berbeda.

Ia bersumpah: tidak akan jatuh cinta lagi. Tidak akan mempercayai siapa pun lagi.
Namun takdir mempermainkannya ketika ia diminta menjadi istri seorang pria yang sedang koma — Leo Adikara, pewaris keluarga ternama yang hidupnya menggantung di antara hidup dan mati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novia na1806, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 18 -- berharap leo akan bangun

Kamar itu begitu tenang.

Cahaya lampu tidur memantulkan semburat keemasan di langit-langit tinggi, menelusuri setiap lekuk dinding yang elegan. Tirai sutra bergoyang perlahan diterpa angin malam yang masuk lewat jendela yang sedikit terbuka.

Di tengah ruangan luas itu, di atas ranjang megah dengan seprai putih bersih, Aruna berbaring miring, menatap ke arah langit-langit dengan pandangan kosong.

Ia seharusnya tidur — tubuhnya letih, mata perih, dan jantungnya baru saja tenang setelah malam yang kacau. Tapi pikirannya tak berhenti bekerja.

Bayangan suara tembakan, langkah dingin pria bertopeng, dan tatapan mata yang begitu tajam masih menari di pelupuknya. Setiap kali ia mengingat momen itu, dadanya bergetar oleh sesuatu yang aneh — campuran antara kagum, tegang, dan rasa penasaran yang tak mau pergi.

“Kenapa harus ada pria setampan itu di momen paling berantakan hidupku, sih…” gumamnya pelan sambil menutup wajah dengan bantal.

Ia menghela napas panjang. “Udah, Run, udah. Jangan halu. Fokus, katanya mau balas dendam, bukan mau jatuh cinta.”

Ia menurunkan bantalnya dan menatap langit-langit lagi. Saat itulah ponselnya yang tergeletak di meja kecil di samping tempat tidur bergetar pelan.

Getarannya lembut, tapi cukup untuk membuat jantung Aruna ikut bergetar bersamaan. Ia meraih ponsel itu, menatap layar, dan melihat satu notifikasi baru dari nomor tanpa nama.

Nomor itu bukan nomor biasa.

Nomor itu hanya dimiliki oleh segelintir orang — mereka yang bekerja dalam diam, yang menjadi mata dan telinga Aruna sejak hari ia “kembali”.

Ia membuka pesan itu tanpa pikir panjang.

|Laporan terbaru:

Target pria — Andrian Wijaya.

Status: berhasil melewati masa kritis.

Kondisi: stabil, masih dirawat di ruang VIP.

Target wanita — Naya Prameswari.

Status: keluar dari rumah sakit hari ini. Cedera kaki belum pulih akibat benturan keras.

Mobil hancur total.

Aruna membaca baris demi baris tanpa berkedip.

Lalu, tanpa sadar, ujung bibirnya terangkat.

“Jadi… kalian masih hidup,” ucapnya pelan. Suaranya datar, tapi mata itu menyala.

Ia menaruh ponsel di atas dada dan menatap langit-langit. Wajahnya tak lagi menyiratkan kelelahan — justru sebaliknya, ada semacam ketenangan berbahaya yang perlahan merayap naik.

“Bagus,” katanya lirih, tapi nada itu mengandung makna dalam. “Kalau mereka mati sekarang, semua usahaku akan sia-sia.”

Senyum itu tumbuh, pelan-pelan, hingga akhirnya membentuk garis tipis yang tajam seperti bilah silet.

“Tuhan ternyata punya selera humor juga,” lanjutnya dengan nada nyaris geli. “Kau biarkan mereka hidup… tapi dalam keadaan hancur. Itu artinya, giliran berikutnya milikku.”

Ia duduk perlahan, menyibak selimut dari kakinya, lalu menurunkan kedua kakinya ke lantai marmer dingin. Cahaya lampu tidur memantul di mata Aruna — mata yang dulunya hangat dan penuh keceriaan, kini menyimpan dingin yang menenangkan sekaligus menakutkan.

Ia berjalan pelan menuju jendela. Di luar sana, langit malam berwarna biru pekat, dihiasi bintang-bintang samar yang bertabur di antara awan. Dari ketinggian kamar itu, ia bisa melihat sebagian taman luas milik keluarga Adikara, tempat ia kini tinggal.

“Dulu aku selalu berdoa agar mereka bahagia,” bisiknya sambil menatap ke bawah. “Sekarang aku berdoa agar kebahagiaan itu jadi alasan penderitaan mereka.”

Angin malam masuk, meniup rambutnya yang lembut ke belakang. Aruna memejamkan mata sejenak, membiarkan rasa puas itu menyelimuti dirinya seperti kabut tipis.

Tapi kemudian, pandangannya berpaling.

Ke sisi lain.

Leo Adikara.

Sosok yang bagi dunia dianggap sedang koma.

Tapi bagi Aruna, pria itu adalah suaminya — yang kini tertidur dalam damai, seolah tak terganggu oleh dunia luar yang kejam.

Langkah Aruna melambat. Ia berjalan mendekat, Aroma obat dan antiseptik samar langsung menyeruak, berpadu dengan wangi lembut cologne yang entah mengapa masih terasa dari tubuh Leo.

Pria itu terbaring dengan mata tertutup, wajahnya tenang.

Begitu tenang sampai rasanya waktu pun enggan beranjak di sekitarnya.

Aruna berdiri di sisi ranjang, menatapnya lama.

Tatapan itu berubah — dari tajam menjadi lembut, dari penuh strategi menjadi sesuatu yang hampir… rapuh.

“Suamiku,” bisiknya pelan, seolah takut membangunkan. “Kau tidur nyenyak banget, ya…”

Ia tersenyum tipis. Jemarinya menyentuh selimut yang menutupi dada Leo, merapikannya sedikit.

“Padahal aku pengen banget rebahan di sebelah. Badan aku juga pegal banget abis kejadian tadi,” lanjutnya sambil terkikik kecil. “Tapi ya sudahlah, kau lagi tidur nyenyak. Aku nggak tega ganggu.”

Ia membungkuk sedikit, memandangi wajah pria itu lebih dekat. Wajah yang selalu terlihat tegas bahkan dalam diam. Garis rahangnya kuat, hidungnya mancung, dan bulu matanya panjang.

Sungguh, andai pria ini membuka mata, mungkin Aruna akan kehilangan kata-kata. Ia menarik kursi kecil, duduk di sisi ranjang, dan menopang dagunya di tangan.

“Tau nggak, Leo…” ucapnya pelan. “Hari ini aku hampir mati lagi. Tapi ada seseorang yang nolong aku. Pria misterius bertopeng hitam. Keren banget. Kayak… ya Tuhan, kayak muncul dari film.”

Ia terkekeh, menatap Leo dengan mata berbinar. “Tapi jangan salah paham ya, aku cuma kagum. Cuma kagum! Aku nggak selingkuh kok, sumpah.”

Ia mengangkat jari telunjuk, seolah membela diri di depan seseorang yang tidur. “Aku masih istrimu yang setia. Meskipun suamiku lebih banyak diam daripada ngomong.”

Senyum lembut menghiasi wajahnya. Tapi di balik senyum itu, ada guratan rasa sepi yang tak bisa ia sembunyikan.

Ia menatap Leo lebih lama lagi. “Entah kenapa, aku ngerasa aman di dekatmu,” bisiknya. “Padahal kita belum benar-benar saling mengenal. Tapi… aku percaya, kamu bukan orang biasa.”

Rambutnya bergoyang pelan saat ia menunduk sedikit lebih dekat, suaranya mengecil nyaris seperti gumaman doa.

“Mungkin kalau kau sadar nanti, aku bakal banyak ngomel, banyak curhat, dan banyak nyebelin kamu. Jadi istirahatlah dulu yang cukup, ya…”

Ia menatap wajah pria itu dengan lembut. “Tapi jangan kelamaan juga, nanti aku kesepian.”

Ia tertawa kecil, pelan, lalu berdiri. “Sudahlah, Aruna. Jangan ganggu dia malam ini. Mungkin besok… besok kau boleh ganggu dia lagi.”

Matanya berkilat jenaka, seperti gadis kecil yang baru saja menemukan permainan barunya. "Aku bakal ganggu kamu terus sampai kamu bangun, Leo Adikara. Hihi~”

Aruna menutup mulutnya menahan tawa, lalu mundur pelan, menatap pria itu sekali lagi sebelum berjalan menuju kasur nya yang bersebelahan.

Ia kembali ke tempat tidur, mengambil ponselnya yang tadi masih tergeletak di nakas, membaca ulang pesan laporan itu.

Kali ini, tanpa ragu, ia mengetik balasan.

|Balasan:

Jangan ganggu mereka dulu.

Biarkan mereka merasa aman.

Setelah itu, kita mulai dari Andrian. Perlahan. Tanpa suara.

Pesan terkirim. Aruna meletakkan ponselnya, lalu menatap langit-langit kamar sekali lagi.

“Tuhan,” ucapnya pelan, “terima kasih karena masih membiarkan mereka bernapas. Karena itu artinya aku masih punya kesempatan… untuk menunjukkan apa rasanya kehilangan segalanya.”

Ia menarik selimut, menutup tubuhnya perlahan.

Namun sebelum menutup mata, pandangannya sempat melirik ke arah seberang tepat leo yang berbaring tak jauh dari nya.

Wajahnya melunak sekali lagi, senyum kecil muncul tanpa sadar. “Selamat malam, suamiku yang tampan,” bisiknya lembut. “Tidurlah nyenyak. Besok aku janji bakal ganggu kamu lagi.”

Ia terkikik kecil, lalu menutup mata dengan tenang.

Di luar, hujan mulai turun rintik-rintik, membasahi taman dan jendela. Di dalam kamar, napas Aruna perlahan stabil — bukan napas seseorang yang lelah, tapi napas dari jiwa yang baru saja menemukan tujuan hidupnya.

Dalam tidur itu, wajahnya tampak tenang, tapi tangannya yang menggenggam selimut erat menyiratkan sesuatu yang lain.

Kekuatan.

Dan keyakinan.

Dan malam itu berakhir dengan tenang.

Di rumah besar keluarga Adikara, dua sosok tidur dalam keheningan — satu dengan tubuh yang tak bergerak, dan satu lagi dengan hati yang mulai menyala.

Namun dunia tidak tahu bahwa keheningan itu hanyalah awal dari badai besar yang akan datang.

Aruna Surya telah bangkit.

Dan kali ini, dia tidak akan berhenti sampai segalanya seimbang — bahkan jika itu berarti harus menyalakan api dari dalam dirinya sendiri.

1
ZodiacKiller
Wow! 😲
Dr DarkShimo
Jalan cerita hebat.
Novia Na1806: wah terima kasih sudah membaca,jadi senang banget nih ada yang suka karya ku🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!