NovelToon NovelToon
Se Simple Bunga Selamat Pagi

Se Simple Bunga Selamat Pagi

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Idola sekolah
Popularitas:691
Nilai: 5
Nama Author: happy fit

kinandayu gadis cantik tapi tomboy terlihat semaunya dan jutek..tp ketika sdh kenal dekat dia adalah gadis yang caring sm semua teman2 nya dan sangat menyayangi keluarga nya....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happy fit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 17- dingin gunung, hati makin panas (bukan karena bonfire best )

Udara pagi di kaki gunung itu bersih banget sampai rasanya paru-paru Kinan ngucapin “alhamdulillah” sendiri. Embun masih nempel di rumput, suara burung kedengeran, dan udara dingin bikin napas keluar asap tipis kayak drama Korea.

Kinan bangun paling akhir, kepala keluar dikit dari sleeping bag kayak kura-kura baru bangun tidur. Rambutnya hari ini? Digelung messy bun tinggi—yang keliatan effortless tapi cantik banget, ada beberapa untaian jatuh di sisi wajah, bikin dia keliatan fresh dan imut parah. Hoodie rajut cream tebal, celana training hitam, dan hidung sedikit merah karena dingin.

Dia ngeliat sekitar, terus bergumam lirih, “Aku kalo tinggal di gunung mungkin jadi istri ranger hutan…”

Maya melirik, lagi sikat gigi. “Kin, kamu belum mandi tapi udah mikirin jodoh?”

“Aku cuma bilang… kalo ada ranger yang tampan, tinggi, jago bikin api unggun—yaudahlah aku gak bakal nolak nasib.”

Danu yang lagi masak air di kompor kecil terbatuk pelan.

“Kenapa kamu liat aku, Kin?”

Kinan kaget, langsung garuk-garuk bun yang padahal gak gatel.

“A–apa sih? Aku tuh ngomong umum! Gak spesifik!”

Danu senyum kecil. “Nggak bilang kamu spesifik. Tapi kok kamu panik?”

Maya tepok jidat, kedinginan tapi tetep sempet ngakak, “Pagi-pagi udah flirting mode on, kalian nih…”

Kinan buka mulut mau membantah tapi yang keluar malah, “Kopi mana kopi? Aku butuh kafein biar otakku gak mikir yang aneh-aneh.”

Danu sodorin gelas hangat.

“Ini buat kamu.”

“Eh? Buat aku?”

“Kamu kemarin bilang suka kopi yang ga terlalu pahit. Jadi aku atur takarannya.”

Sistem saraf Kinan: meltdown.

Ya Allah… diseduhin… sesuai selera… bukan sembarang flirting ini. Ini calon suami vibes.

“Th–thank you,” katanya sambil minum.

Pas bibirnya nempel gelas, Danu ngeliat lama.

“Kinan.”

“Hm?”

“Kalo kamu dingin, bilang. Jangan tahan sendiri.”

“Ini kopi panas kok, aku tahan…”

“Aku bukan ngomong kopi.”

DEG.

Maya di belakang: “AKU MERINDING TAPI JUGA MAU JONGKOK TERIAK.”

---

Mereka mulai agenda hari itu: jalan santai keliling perkemahan. Guru pembina ngasih arahan, semua siswa ngumpul. Rafi dateng, lengkap dengan senyum kapten OSIS yang manis tapi scan lingkungan dulu, mata berhenti di Kinan.

“Kamu tidur nyenyak?”

“Lumayan… kecuali jam 3 aku kebangun karena Maya ngigau baguette.”

Rafi ketawa. “Kamu mau air hangat? Thermos aku masih penuh, aku siapin teh herbal buat kamu.”

Danu yang lagi berdiri di sebelah langsung nengok.

“Oh? Kamu nyiapin buat Kinan?”

Rafi santai tapi tegas, “Aku selalu siapin buat dia. Dari dulu.”

Suasana langsung kayak udara tiba-tiba drop derajat.

Maya bisik, “Aduh dingin banget padahal ada matahari.”

Kinan buru-buru minum kopinya, “H–hei ayolah jangan saling nembakin vibes dingin. Ini bukan survival show.”

Fakta: dua cowok itu sama-sama senyum. Tapi mata mereka? Lagi sparring.

---

Perjalanan mendaki ringan dimulai. Jalanan tanah, pohon pinus tinggi, suara sungai kecil di kejauhan.

Kinan jalannya santai, sesekali nendang batu kecil. “Aku ngebayangin aku heroine film romantis yang tiba-tiba kepleset terus ada cowok nangkep.”

Maya: “Jangan manifesting bahaya dong.”

Tapi… seperti skenario semesta… Kinan kepleset beneran.

“Astaghfirullah licin—”

Danu langsung pegang siku Kinan, nahan tubuhnya dari jatuh.

“Kamu gapapa?”

DEG lagi.

Tangannya kuat, matanya waspada, jarak cuma setengah napas.

Kinan: frozen.

Rafi: muncul dari belakang dengan wajah langsung serius. “Kin, kamu luka?”

“A–aku cuma jatuh harga diri.”

Maya tepuk pundaknya, “Harganya udah banyak diskon sih dari dulu.”

“Terima kasih best…”

Danu bantu Kinan berdiri tegak, tangannya tetep nahan sebentar.

“Jangan jauh dari aku.”

Rafi langsung nyeletuk, “Dari kita maksudnya.”

“Ya… dari tim kita,” Danu meralat pelan, tapi matanya tetep ke Kinan.

Maya ke samping Kinan, bisik, “Kamu tuh magnet cinta tapi juga magnet drama.”

“Aku cuma magnet makanan biasanya…”

---

Siang hari, mereka istirahat di pinggir aliran sungai kecil. Airnya bening banget, batu-batu licin, dan sinar matahari masuk lewat celah pohon.

Kinan jongkok, nyentuh air. “DINGIN! Ini kayak air bekas cuci kulkas.”

Maya ketawa sampai jatuh ke rumput.

Rafi duduk di samping Kinan, kasih snack. “Jangan lupa makan ya. Kamu suka coklat kan?”

“Eh, iya. Makasih!”

Danu datang, kasih satu juga. “Yang dark chocolate. Katanya kamu butuh energi tapi gak mau gula kebanyakan.”

Kinan bengong.

Kanan: coklat manis ala Rafi.

Kiri: dark chocolate ala Danu.

Maya tepok bahu Kinan, “Selamat datang di reality show Choose Your Fighter.”

Kinan panik, “Aku makan dua-duanya aja. Aku anak netralitas.”

Rafi & Danu sama-sama ketawa tipis. Tapi jelas itu tawa kompetisi.

---

Setelah makan, kelompok mereka latihan survival mini—bikin shelter sederhana & tali simpul.

Kinan fokus belajar bikin simpul tali. “Kenapa ini tali kayak hubungan aku? Rumit.”

Danu bantu pelan dari belakang, pegang tali sambil jelasin. “Pelan aja. Kalo buru-buru kusut.”

“Nah, itu perasaan aku.”

Rafi lewat, bantu juga. “Kinan, mau aku ajarin versi yang lebih gampang?”

“Ya ampun kalian berdua kayak pelatih pramuka khusus aku?”

“Karena kamu spesial,” Rafi jawab tanpa mikir.

Danu berhenti ikat tali. “Semua orang spesial? Atau hanya Kinan?”

“Menurut kamu?”

“Menurut aku, jawaban itu harus jelas.”

Kinan diem. Napasnya rasanya berat… tapi bukan oksigen yang kurang. Ini perasaan overload.

---

Sore turun pelan, udara makin dingin. Mereka balik ke tenda.

Kinan pake outfit kedua:

Rambut digulung low bun, scarf baby blue diikat manis 👌🏻✨

Sweater pink lembut, jaket windbreaker tipis, dan pipi merah karena dingin.

Danu lagi motong kayu kecil buat api.

Rafi bantu guru ambil logistik.

Nadia lewat dengan wajah gak ramah. Dia ngerumpi sama dua temannya, suara sengaja dikerasin.

“Gak ngerti apa yang cowok-cowok liat dari dia sih. Rambut messy kek, muka standar, gaya juga biasa aja.”

Kinan denger.

Maya langsung berdiri, “Eh kamu ngomong siapa?”

Nadia senyum sinis. “Ngomong general. Kalo kamu ngerasa kena, berarti cocok.”

Danu dateng pelan tapi auranya gelap.

“Jangan ngomongin orang lain gitu di sini. Kita lagi kegiatan sekolah.”

Nadia lipat tangan. “Emang aku sebut nama? Kok kamu defensif? Atau kamu takut cewek yang kamu… peduliin tersinggung?”

Kinan mau buka mulut tapi Rafi maju duluan.

“Udah. Kalo cari perhatian, cari yang elegan.”

Nadia muter bola mata, pergi dengan ceweknya.

Kinan diem. Bukan karena sakit—tapi karena kesel banget.

Maya peluk bahunya, “Santai, Kin. Cewek sirik tuh kayak sandal basah: ganggu tapi tinggal dijemur ilang.”

Kinan ngusap pipi, “Aku gak sakit hati kok. Aku cuma… pengen lempar daun ke mukanya.”

Danu pelan-pelan bilang, “Kinan.”

“Hm?”

“Jangan dengerin. Kamu cantik, kamu pintar, kamu punya energi yang orang lain gak punya.”

Rafi nambah, “Dan kamu gak perlu buktiin apa-apa ke siapapun.”

Kinan coba senyum… tapi matanya sedikit panas.

“Aku tahan nangis ya. Karena ini gunung, air mata mahal.”

Maya bisik, “Boleh dikit kok, katanya air mata bikin pipi glowing.”

“Aku bukan skincare alami, May!”

Semua ketawa, ketegangan pecah.

---

Malam tiba. Api unggun nyala. Cahaya jingga mantul di mata semua orang. Wangi kayu kebakar. Angin dingin.

Kinan duduk sedikit menjauh, mandang langit bintang. Hoodie nutup kepala, tangan di saku, napas kecil keluar uap.

Danu datang, duduk di samping jarak satu genggaman tangan.

Sunyi sebentar. Bagus, tapi bikin deg-degan.

“Kinan.”

“Hm.”

“Tadi… kamu kaget ya?”

“Biasa aja kok. Orang sirik tuh… vitamin kesabaran.”

Danu pelan ketawa. “Kamu kuat ya.”

“Enggak. Aku cuma… kalo aku jatuh sedih, nanti aku gak lucu lagi.”

“Hm.”

“Dan aku butuh lucu buat hidup.”

Danu pelan, suara rendah & jujur, “Kamu juga berhak ngerasa lemah.”

Kinan nengok. Mata Danu lembut, tapi serius.

“Kalo suatu hari kamu capek… bilang ke aku.”

“Kenapa?”

“Karena aku mau ada buat kamu.”

Detik itu, udara gunung berhenti. Api unggun kayak ngecil suaranya. Dunia kayak nge-pause.

Kinan bisik, “Kenapa kamu ngomong kayak gitu?”

“Karena itu yang aku rasakan.”

Kinan tarik napas deg-degan. “Danu… kita belum apa-apa.”

“Aku tahu.”

“Dan kamu gak boleh bikin aku berharap bodoh.”

“Aku gak mau kamu berharap sendiri.”

Hening. Tapi bukan sunyi. Ini… perasaan yang belum diputuskan.

Kinan lirih, “Aku takut.”

Danu jawab pelan, “Aku juga.”

Mereka gak pegang tangan. Gak pelukan.

Tapi jarak itu… lebih dekat dari sentuhan.

Maya dari jauh liatin, sambil bisik ke Rafi, “Liat tuh, tegang.”

Rafi diam lama, lalu lirih, “Pertarungan baru mulai.”

Api unggun crackle.

Langit penuh bintang.

Dan dua hati mulai berani berdetak jujur—pelan, tapi pasti.

To be continued…

1
Rachmad Irawan
semangat author.. jangan lupa update yg rutin ya thor 😍😍 love you author
Guillotine
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
Winifred
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
happy fit: makasih komentar nya best..dukung author trs ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!