NovelToon NovelToon
Sillent Treatment Suamiku

Sillent Treatment Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:622
Nilai: 5
Nama Author: Fay :)

Sinopsis



Ini berawal dari Nara yang dijodohkan oleh Ayahnya dengan laki-laki dewasa, umur mereka terpaut selisih 15 tahun. Dimana saat itu Nara belum siap dari fisik dan batinnya.


Perbedaan pendapat banyak terjadi didalamnya, hanya saja Rama selalu memperlakukan Nara dengan diam (sillent treatment) orang biasa menyebutnya begitu.


Semua permasalahan seperti tak memiliki penyelesaian, finalnya hilang dan seperti tak terjadi apa-apa.


Puncaknya saat Nara kembali bertemu dengan cinta pertamanya, rasanya mulai goyah. Perbandingan antara diamnya Rama dan pedulinya Mahesa sangat kentara jauh.


Rama laki-laki dewasa, hatinya baik, tidak gila perempuan dan selalu memberikan semua keinginan Nara. Tapi hanya satu, Rama tak bisa menjadi suami yang tegas dan tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah bagi Nara.


Pertemuan dan waktu mulai mempermainkan hati Nara, akankan takdir berpihak dengan cinta Rama atau mulai terkikis karna masa lalu Nara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fay :), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17. suami yang dingin, mantan yang hangat

Pagi yang dingin, membuat beberapa orang malas beraktivitas karna curah hujan yang dari semalam belum usai, meskipun tidak lebat hanya gerimis yang terus berjatuhan, namun suhu yang dihasilkan sangat dingin dari biasanya. 

   Sama halnya dengan Nara ia masih bergulung dalam selimut tebalnya sambil memeluk Aiden. 

   Entah karna perubahan cuaca yang kadang panas, kadang hujan, kini Aiden demam, suhu tubuhnya hangat dan semalam Nara terus terbangun karna rengekan Aiden. 

   Nara melihat kearah dinding jam sudah menunjukkan pukul enam pagi, ia beranjak dan ingin bersiap ingin membawa Aiden ke dokter. 

   Tut.. Tut.. Tut.. 

   Dering ponsel Nara tak kunjung terangkat, ia ingin mengabari suaminya jika Aiden tengah sakit. Tapi tiga kali percobaan belum juga mendapat balasan. Dan baru ke empat kali Nara mencoba terus menghubungi nada sambung baru terjawab. 

   > “halo Mas..”

   > “ada apa Nara? Aku bersiap ingin berangkat kerja.” seperti nada kesal yang keluar dari suara Rama. 

   > “Aiden sakit Mas dari semalam, aku sudah kirim pesan tapi belum kamu liat juga.” Ucap Nara berusaha sabar. 

   Hati Nara sejak semalam gelisah, tidur seperti nyenyak tapi tidak nyenyak. Sebab Aiden yang demam dan hanya diandalkan plester penurun demam dan obat, ditambah rama yang tak kunjung datang mengabari ataupun membalas pesan yang Nara kirim.

   > “Aku sibuk dan lembur, bawa Aiden langsung ke dokter jangan sampai kenapa-napa. Aku tambah uang yang akan aku transfer hari ini.”

   Sambungan telepon langsunh terputus.

   Bulir bening langsung menetes dipelupuk mata Nara. Hatinya sakit, ia berharap mendapat perhatian dan kata-kata penguat meskipun singkat tak masalah, tapi yang ia dapat ternyata tak sesuai harapan.

   Semakin hari Nara merasa selalu sendiri, bukan uang yang ia harapkan, tak memaksa juga untuk kehadiran. Tapi ia hanya menginginkan penyemangat dan penguat dalam hidupnya.

   Baru saja merasa tenang, aman dan nyaman, tapi kali ini ujian harus ikut berjalan beriringan.

   Setiap hari Nara selalu mencairkan suasana rumah agar tetap hangat meski sederhana, tapi kali ini jarak yang memisahkan mereka berdua semakin menyulitkan Nara.

   Alasan lelah bekerja atau bahkan beda pendapat menjadi alasan setiap harinya hubungan semakin merenggang.

   “Apa aku terlalu menuntut Mas Rama dengan sifat ku yang terlalu manja dan selalu ingin dimengerti ya.” Batin Nara terus beperang dengan prasangkanya.

   Setiap hari wajah kecil Aiden yang menjadi penyejuk dihatinya. Ingin bercerita, tapi bingung sama siapa? Ayahnya yang sudah disetir ibu tiri Nara, atau Nata yang sekarang juga sedang diterpa ujian juga dalam keluarganya.

*

*

*

   Nara tak lagi mengutamakan perasaannya dulu, ia harus segera membawa anaknya ke dokter untuk diobati.

   Aiden yang Nara gendong gegas keluar dari rumah singgah mereka, bermodalkan payung ditangan kanan Nara, hendak menunggu mobil pesanan yang akan membawa mereka.

   Suhu dingin hinggap pada tubuh Nara, bulu kuduknya berdiri, telapak tangan dan kakinya dingin. Awan yang mendung dan hujan yang rintik-rintik jatuh membasahi.

   “Nara..” panggil seseorang dari sebelah rumah Nara.

   “Mau kemana hujan-hujan.” Kini seseorang berjalan kearah Nara, laki-laki yang berpakaian santai dan menggenggam payung hitam ditangannya.

   “Mau bawa Aiden ke dokter, badannya sedikit panas sejak semalam.” Jawabnya.

   Laki-laki itu Mahesa, dari raut wajahnya menatap lekat anak yang berada dalam gendongan Nara. Tidak menjawab lagi, ia berlalu dari hadapan Nara.

   Nara bingung, kenapa pada dirinya?

   Titt.. klakson mobil berbunyi, bukan dari mobil yang Nara tunggu, melainkan dari sebelah. Terpampang wajah Mahesa saat kaca mobil diturunkan.

   “Ayo…” ajaknya.

   “Aku sudah pesan mobil Sa, gak usah.” Ujar Nara jujur.

   Rama turun dan membukakan pintu sebelah kiri, menarik tangan Nara yang tetap diam mematung.

   Nara tak memberikan perlawanan, dirinya patuh dan tanpa banyak drama.

   “Batalkan saja, nanti aku ganti uang buat sopirnya.” Ucap Rama sambil memasangkan sabuk pengaman pada Nara.

   Tubuh Nara bak beku saat itu, pandangannya hanya tertuju pada gerak-gerik Mahesa. “Dia masih tetap Mahesa yang saat peduli pada orang lain.” Batinnya.

   “Sekarang tunjukkan arah ke lokasi dokternya.” Perintah Mahesa membangunkan Nara dari angan-angannya.

   “Makasih ya Esa.” Ucap Nara tersenyum manis.

   Mahesa mengangguk membalas ucapan Nara, fokusnya tetap pada setir mobil dan jalan di hadannya.

*

*

*

   Nara turun dari mobil dan Aiden kini terlelap pulas dalam pelukan hangatnya. “Makasih ya Sa..” ucapnya tulus.

   “Apa aku ngga disuruh mampir?” Tanyanya, tanoa turun dari kemudinya.

   “Eh.. bo..boleh kok ayo ke rumah.” Ajak Nara tersenyum malu.

   “Sebentar lagi aku kesana, aku ingin pulang dulu.” Balasnya, kemudian menutup kaca mobil dan berlalu kearah rumahnya.

   Nara lekas masuk kedalam rumahnya, hujannya masih syahdu turun membasahi bumi, ada raut bahagia di wajahnya, gurat senyum terlukis dibibir tipis milik Nara.

*

*

*

   Tok..tok..tok…

   Terdengar pintu depan diketuk, Nara sudah mengira pasti Mahesa yang datang.

   Ia beranjak dari ranjang tidurnya dan membenarkan tatanan rambut dan merapikan bajunya yang sedikit kusut.

   Entah reflek atau bagaimana, Nara ingin terlihat lebih baik dari biasanya. Entah pikirannya yang menolak, tapi kata hatinya berucap lain.

   “Masuk Sa..” suruh Nara mempersilahkan.

   “Kemana anak mu?” Tanyanya ketika memperhatikan seisi rumah tak memperhatikan keberadaannya.

   “Namanya Aiden, dia tetap tertidur sepulang dari dokter tadi, mungkin efek obat yang sudah diminumkan tadi.” Ujar Nara menjelaskan.

   Lekas Nara berlalu dan menuju dapur, ia membuatkan teh hangat dan beberapa camilan di toples ia hidangkan untuk Mahesa.

   “Dimakan dan diminum dulu.” Suruh Nara ketika sudah duduk disebelah Mahesa.

   Mahesa mencicip camilan dan meminum sedikit teh hangat, “manis, kaya yang bikin.” Ucapnya menggoda.

   Wajah Nara bersemu merah, malu-malu tapi tersipu kentara sekali terlihat.

   “Sudah berapa lama suami mu keluar pulau Ra?” Tanya Mahesa, wajahnya begitu serius panasaran.

   “Baru dapat sebulan.” Jawabnya.

   “Berapa lama?” Tanyanya lagi.

   “Sekitar lima bulan atau bisa lebih, tergantung cepat atau lambat proyek yang dikerjakan.” Jelasnya.

   “Oh. Jadi kamu hanya berdua sama Aiden.”

   Nara mengangguk, dan, “kemana istri mu Sa?”

   “Dia masih di jakarta, menyelesaikan pekerjaannya. Mungkin beberapa hari lagi akan datang.” Balasnya.

   Seperti ada yang hambar mendengar jawaban Mahesa, antara ada rela dan tidaknya.

   “Dia wanita karir ya?” Tanya Nara lagi, wajahnya begitu fasih memperhatikan wajah Mahesa didepannya.

   “Hem bisa dibilang begitu, lebih banyak waktuku dirumah dari istriku. Namanya Gea.” Jawab Mahesa.

   “Tapi aku lebih suka istri yang diam dirumah.” Sambungnya.

   Nara mengangguk-anggukkan kepalanya.

   “Apa suamimu baik Ra?” Mahesa memperhatikan gerak-gerik Nara didepannya, seperti ada kegelisahan yang muncul diwajahnya.

   “Emm.. baik.”

   Mahesa sadar ada yang di sembunyikan, tapi ia tak terlalu mengulik terlalu dalam biar waktu yang membukanya sendiri.

   Pembahasan mereka begitu dalam seputar rumah tangga mereka, seperti tak ada kecanggungan lagi.

   “Kamu bahagia selama ini Ra? Aku bahkan begitu susah melupakan mu dan mencari gantimu, tidak ada yang sama tulusnya seperti yang kamu berikan dulu.”

1
L3xi♡
Nangis deh 😭
Fay :): sedih ya kak 😢😢
total 1 replies
pEyt
Jelasin semua dengan detail
Fay :): siap kak.
masih outor amatir, kritik dan sarannya sangat diperlukan.
terima kasih.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!