NovelToon NovelToon
TANTE VIVIANNA

TANTE VIVIANNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin
Popularitas:61.3k
Nilai: 5
Nama Author: Septira Wihartanti

Sepeninggal kedua orang tuanya, Dennis harus menggantungkan hidupnya pada seorang janda kaya bernama Vivianna. Sehari-harinya Dennis bekerja menjadi asisten pribadi Si Tante, termasuk mengurusi pekerjaan sampai ke keperluan kencan Tante Vivianna dengan berbagai pria.
Sampai akhirnya, Dennis mengetahui motif Si Tante yang sesungguhnya sampai rela mengurusi hidup Dennis termasuk ikut campur ke kehidupan cinta pemuda itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Kami saling diam.

Aku menatapnya dengan bermaksud mengancam, ia hanya membulatkan matanya.

Ada beberapa lama kami begitu.

Kami saling menunggu, lagi-lagi, reaksi masing-masing.

Belakangan ini kami berdua seakan sedang berusaha menyelami isi hati di antara kami.

Kami berkali-kali terjebak dalam situasi dimana tak bisa berbicara walau banyak yang mau dikatakan, bermaksud memprotes namun berhati-hati, berusaha mengutarakan isi hati namun takut lawan bicara tersinggung.

Sejak lama, entah bagaimana, aku dituntut untuk dewasa sebelum waktunya.

Berusaha menyelami diriku sendiri yang sewaktu-waktu tak terkendali, namun menghindari obat-obatan masuk ke dalam tubuh.

Karena kalau aku tak mengingat sisi manusiaku, bisa-bisa aku berada di situasi yang lebih parah.

Seperti ibu.

Tante Vivianna berdiri dan mendekatiku, langkahnya tertata namun aku melihat adanya ketegangan di pundaknya.

Rongga tulang bahunya terlihat jelas, dan di lehernya yang ramping itu aku melihat kulit yang tertarik ke dalam.

Ia menempelkan telapak tangannya di pipiku.

Lalu tersenyum tipis.

“Kalau bercanda jangan terlalu jauh gitu ah, Dennis. Kebiasaan kamu.” Kata Tante.

Hehe, aku terhibur dengan tingkahnya.

Berusaha kuat namun takut.

Takut padaku...

Entah apa yang ia takutkan, yang jelas kemarahanku mereda hanya dengan sentuhan tangannya.

Ini yang membuat aku kecanduan.

Kehangatan kulitnya membuat adanya rasa nyaman mengalir menari-nari di pembuluh darahku. Rasanya seperti oksigen yang tertahan langsung merasuk masuk ke kepala.

Hangat dan nyaman.

Entah kapan terakhir aku merasa seperti ini.

Seingatku...

Ayah memelukku dan mengelus kepalaku sewaktu aku izin seusai sekolah akan bekerja di tempat Bahar di Semarang.

Keluargaku hangat padaku, mereka berbicara hal-hal baik padaku setiap hari. Mereka tersenyum bersahabat padaku.

Seakan mereka sayang padaku, tapi mereka juga takut padaku. Mungkin juga tercampur perasaan sedih.

Tiga perasaan dalam satu waktu.

Aku meraih tangan Tante Vivianna, dan kukecup punggung tangannya.

Kupejamkan mataku.

Berusaha mendengarkan degupan jantung di nadi tangannya.

Memastikan ia manusia, masih hidup.

Sehingga besok aku masih bisa merasakan hangat tubuhnya yang lembut.

Wangi parfum...

Bunga.

Aromanya terpatri di ingatanku.

Tak sadar bibir ini sampai di pergelangan tangannya.

“Kita ini apa...?” aku bisa mendengar suaraku yang parau.

Raut wajahnya berubah menjadi melembut.

“Kita ini apa, tunggu sampai kamu bisa berdiri di atas kaki kamu sendiri. Saat itu aku baru berani menjawab.” Katanya.

“Kamu bilang kamu suka padaku.”

“Ya, tapi aku terhalang statusmu yang masih bergantung padaku secara finansial.” Ia meraih bibirku dan mengelus bibir bawahku.

“Kamu butuh pengalih perhatian?” ia bertanya lagi padaku.

“Kamu, atau orang lain. Kamu yang pilih daripada aku salah lagi.” Kataku.

“Pasti mudah sekali bagimu untuk mencari orang lain.” Ujarnya. “Para perempuan di luar ruangan ini dari kemarin tak lepas menatapmu.”

“Mudah. Wajahku Greenflag walau pun sifatku red flag.”

“Kesukaan mereka.”

Aku terkekeh, “Aku terhalang kelabilanku.” Jawabku.

Aku bisa melihat dari pantulan kaca di atas kabinet.

Kalau pemandangan di luar ruangan kaca ini bertubi-tubi menghantamku. Seakan kami berdua berada di layar kaca.

Aku melihat Pak Felix, Direktur Utama kami, berjalan ke arah ruangan Tante Vivianna.

Dari seberang sana, Pak Regi menatapku terang-terangan, berdiri dengan posisi kedua tangannya dilipat di depan dadanya, dengan wajah yang muram.

“Vivi.” Pak Felix membuka pintu ruangan Tante Vivianna, kami masih dalam posisi saling menatap.

“Ya?” Bahkan Tante Vivianna tidak melepaskan pandangannya kepadaku.

“Maaf mengganggu kemesraan kalian, tapi, Bahan meeting sudah selesai? Nasabah kamu sudah di ruang rapat.”

“Om ih ganggu aja...” aku mendengar suara Revan.

“Terakhir ada adegan pacar-pacaran beda usia di ruangan ini sekitar... hem... 30 tahun lalu.” Kekeh Pak Felix sambil menatap kami berdua. “Pelakunya udah pada pensiun.”

Aku menghela nafas.

Lalu melepaskan tangan Tante.

“Fokus, aku butuh bonus dari kamu.” Bisikku.

“Sialan kamu...” Tante Vivianna tertawa sambil mencubit lenganku.

**

Hembusan asap rokok melambung ke udara saat aku beristirahat setelah mencabuti rumput di halaman depan. Malam-malam.

Ini sudah lewat Isya, Aku pulang ke rumah sebelum Tante Vivianna karena dia sedang meeting di tempat lain dan memintaku pulang lebih dulu.

Karena saat turun dari gojek kulihat rumput liar sudah keluar dari sela-sela paving blok, setelah ganti baju, kucabuti saja rumputnya. Lumayan untuk bakar lemak sekaligus meredakan pikiran yang overthinking.

Malam ini tanpa angin berhembus.

Lumayan panas, dan aku belum mandi.

Jadi kulepas kaosku dan kulanjutkan pekerjaanku.

Tapi gerakanku berhenti saat kudengar teriakan.

Ramai sekali, riuh rendah.

Seperti sekumpulan manusia sedang menonton suatu pertandingan, atau acara seru. Suara itu terdengar seperti teriakan banyak perempuan.

Dibandingkan teriakan, malah lebih terdengar seperti sorakan.

Sorakan seperti para cewek menonton pertandingan basket. Aku bagaikan teringat ke masa lalu.

“Denniiiissss,” seseorang memanggilku.

Asalnya dari atas.

Kudongakkan kepalaku.

Kitty dan beberapa orang lain sedang berada di beranda rumahnya yang ada di depanku.

“Dia nengok dong woooy!”

“Kitty! Lu sialan!”

“Astaganaga! Ganteng bangettt!”

“Nggak ganteng menurut gue, banyak yang lebih ganteng kayak Pak Alan atau Pak Yudhis. Tapi yang ini manis cute gitu.” Sahut seseorang.

“Dan dia seumuran kita keles. Wekekekek.”

“Dennis lagi apaaa malam-malaaaam?” tanya Kitty sambil melambai ke arahku.

“Lagi...” aku berpikir. Lagi apa ya? Masa nyabutin rumput. Kayaknya terdengar receh nggak sih? “Lagi nyabutin rumput.” Kubilang saja apa adanya lah.

“Rajin bangeeet kamuuuu.”

Brakk!

Terdengar bantingan pintu, Revan muncul di beranda sambil menyingkirkan cewek-cewek teman Kitty. “Minggir lo pada! Ngapain ke rumah gue cuma buat ngeliatin tetangga sih?!” omel Revan, “Lagian, lu ngapain malem-malem nyabutin rumput Brooo?! Emang keliatan rumputnya?! Alesan aje lu bilang aja tebar pesona Woy!!” seru Revan.

“Lu daripada teriak-teriak gitu ganggu tetangga lain, mending bantuin gue.” Gerutuku.

“Revan minggir dong apa sih dateng-dateng ganggu kesenangan orang aja!” Kitty ganti mendorongnya  ke samping.

“Itu zina mata namanya Kitty!” Sahut Revan meneriaki calon istrinya.

“Lah terus kita apa? Kita kan juga belum SAH. Cepetan sana naik jabatan biar kita bisa nikah beneran di KUA!” Kitty mendorong Revan ke dalam rumah.

Dan ia beserta teman-temannya kini bertengger di beranda, sambil terang-terangan menatapku. Sambil senyum-senyum.

“Foto boleh nggak?” tanya salah satu temannya.

“Jangan, gue lagi terlibat kasus.” Desisku sambil tersenyum. Kuharap kalimatku bisa menghentikan mereka menguntitku.

“Haaah,” mereka terpekik, tapi herannya raut wajah mereka seperti senang dan berbinar saat tahu aku terlibat kasus.

“Kasus apa? Kriminal? Kayak... Axel Rio bukan?”

“Atau jangan-jangan kamu kayak anggota GSA?!”

“Kyaaa! Makin keliatan gantengnya! Keren, bermasalah dan kuat!!”

Mereka teriak-teriak heboh di atas sana.

Aku mengernyitkan keningku. Sakitkah mereka? Orang bermasalah dibilang keren. Sungguh selera yang aneh.

Aku mengumpulkan rumput ke dalam kantong plastik dan berniat masuk ke dalam rumah karena suasana mulai tak kondusif.

Saat itu mobil Tante Vivianna memasuki garasi.

Mesinnya dimatikan dan sepatu merah Tante keluar dari mobil

“Hey, ngapain kamu malam-malam? Cari angin?” tawa ringannya menghiasi udara malam di sekitarku.

“Lagi bersihin halaman.” Sahutku.

“Walah...” ia mendekatiku dan mengangkat tangannya ke arah wajahku, lalu mengelus sepanjang rahangku. “Hati-hati masuk angin.” Bisiknya.

Dia menggodaku?

Instingku mengatakan begitu.

Karena berikutnya kurasakan jemarinya meraba otot perutku.

“Meresahkaaannn!!” terdengar seruan cewek-cewek di beranda.

Saat kutoleh ke atas, mereka langsung kabur masuk ke dalam rumah Kitty.

“Menggatal semua menggatal!” gerutu Tante Vivianna sambil masuk ke dalam rumah.

1
Black Fleg
the best ceritanya

ada jadwal up ko thor?
Min Yoon-gi💜💜ᴅ͜͡ ๓
lanjut lanjut 😂 seruu ini
Min Yoon-gi💜💜ᴅ͜͡ ๓
wkakaka pancingannya berhasil ya Denis
Reni
slalu menarik dan unik
Yay.
Kak aku ngakak
AyAyAyli
beber bgt
p
luar biasa
Naftali Hanania
nelson si cowok bendera merah ya.....ish..males bgt ganteng tp murah.........an
Naftali Hanania
wah....dimulai ni hubungan lebih nya.....ehem
Naftali Hanania
nah....jd kepikiran deh ni...iya jg ya
SasSya
pinter Denis
memancing di danau keruh
dan boom dapat ikan 🤣😂
mamaqe
laaahhh sepemikiran kita toorr
mboke nio
siap -siap gosip meraja lela
Daisy🇵🇸HilVi
wkwk sekali dayung langsung sampe qatar ya rev
Daisy🇵🇸HilVi
haaaahh kok serem sih
Daisy🇵🇸HilVi
astaga iya lagi🤦🏻‍♀️tadinya kepikiran klo hpku adalah bestiku yg selalu mengerti diriku😂😂iiiiyyyuuuhh kan jadi takut sama hp sendiri, jgn2 ada jinnya🤣
Daisy🇵🇸HilVi
pokoknya yg cuan embat aja ya den
Daisy🇵🇸HilVi
wkwk wisata horor ini mah
Wiwit Duank
yeyyy akhirnyaaa...dari sehari jadi berhari² 🤭
Wiwit Duank
udah yg jelas² aja Denis gak usah aneh² kek si Yusuf..ada si Tante kok.di provokasi dikit langsung nawarin diri 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!