NovelToon NovelToon
Cincin Peninggalan Kakek

Cincin Peninggalan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:25.2k
Nilai: 5
Nama Author: RivaniRian21

Di sebuah desa kecil di lereng Gunung Sumbing, Temanggung, hidup seorang pemuda bernama Arjuna Wicaksono. Sejak kecil, ia hanya tinggal bersama neneknya yang renta. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat ia masih balita, sementara kakeknya telah lama pergi tanpa kabar. Hidup Arjuna berada di titik terendah ketika ia baru saja lulus SMA. Satu per satu surat penolakan beasiswa datang, menutup harapannya untuk kuliah. Di saat yang sama, penyakit neneknya semakin parah, sementara hutang untuk biaya pengobatan terus menumpuk. Dihimpit keputusasaan, Arjuna memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mencari pekerjaan demi mengobati sang nenek. Namun takdir berkata lain. Malam sebelum keberangkatannya, Arjuna menemukan sebuah kotak kayu berukir di balik papan lantai kamarnya yang longgar. Di dalamnya tersimpan cincin perak kuno dengan batu safir biru yang misterius - warisan dari kakeknya yang telah lama menghilang. Sejak menggunakan cincin itu, kehidupanNya berubah drastis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RivaniRian21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 Tamparan Kenyataan

Pintu belakang ambulans terbanting menutup. Mesin dinyalakan, dan sirene yang tadinya sempat mati, kembali meraung bersiap untuk membelah jalanan. Di dalam, tim medis bersiap dengan prosedur darurat mereka. Di luar, kerumunan mulai membubarkan diri, menganggap episode drama sore itu telah berakhir.

Namun, bagi Arjuna, drama ini belum berakhir. Itu baru akan dimulai.

Senyum kecut di wajahnya lenyap. Sesuatu yang panas dan bergejolak tiba-tiba membakar dadanya. Itu adalah campuran dari amarah, rasa frustrasi, dan nurani yang berteriak tak terima. Ia tidak bisa. Ia tidak bisa hanya berdiri dan membiarkan kebodohan merenggut nyawa di depan matanya. Tanggung jawab yang dibisikkan oleh arwah kakeknya terasa begitu berat dan nyata.

Sebelum roda ambulans itu sempat berputar sepenuhnya, Arjuna bergerak.

Ia berlari ke arah belakang ambulans, mengabaikan tatapan heran orang-orang. Dengan kekuatan yang tidak ia duga, tangannya meraih gagang pintu dan menariknya paksa.

KRAKK!

Pintu itu terbuka dengan sentakan keras, membuat semua orang terkejut.

"Hei! Apa yang kamu lakukan?!" teriak salah satu petugas medis dari dalam, kaget melihat seorang pemuda tiba-tiba memaksa masuk ke dalam unit gawat darurat berjalan mereka.

Arjuna melompat naik ke dalam ambulans yang sempit itu. Tim medis yang tadinya fokus pada sang kakek kini berbalik menghadapnya, memasang badan untuk menghalangi.

"Keluar! Anda tidak boleh di sini!" hardik petugas medis itu, tangannya terulur hendak mendorong Arjuna keluar.

Di momen itulah, batas kesabaran Arjuna hancur. Ia menatap tajam kedua petugas medis itu, menatap sang nenek yang menangis, menatap sang kakek yang nyawanya berada di ujung tanduk.

"Saya tanggung jawab," katanya, suaranya terdengar rendah namun bergema dengan cara yang aneh di dalam ruang sempit itu. "Saya siap dipenjara."

Ia berhenti sejenak, menatap mata para petugas medis yang terlatih itu dengan kilatan biru di matanya.

"Dasar orang dongo!"

Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Bukan lagi suara Arjuna yang sopan dan pemalu. Ini adalah suara yang lain. Suara yang penuh dengan otoritas kuno, suara yang seolah bergetar di udara, memerintahkan setiap molekul untuk diam dan mendengarkan.

Seketika, semua suara lenyap.

Petugas medis yang hendak mendorongnya membeku, tangannya berhenti di udara. Rekannya yang sedang menyiapkan infus terpaku. Sang nenek berhenti menangis, menatap Arjuna dengan mulut ternganga. Di luar, suara klakson dan hiruk pikuk jalanan seolah meredup. Bahkan 'dokter' palsu yang mengintip dari luar terdiam, wajahnya pucat pasi.

Mereka semua terdiam. Bukan karena terkejut oleh hinaan itu, tetapi karena getaran aneh dari suara Arjuna yang seolah mengunci kehendak mereka. Mereka tidak bisa bergerak, tidak bisa membantah. Mereka hanya bisa menatap pada pemuda sederhana ini, yang kini telah mengambil alih kendali penuh atas situasi dengan kekuatan suaranya yang tak masuk akal.

Arjuna tidak membuang waktu. Mengabaikan semua orang yang terpaku, ia berbalik dan berlutut di samping ranjang troli, di hadapan sang kakek yang tak berdaya. Waktunya untuk menjadi penonton telah usai.

Di tengah keheningan yang mencekam itu, Arjuna bergerak dengan tujuan yang pasti. Ia mengabaikan tatapan-tatapan terpaku di sekelilingnya. Tangannya yang tenang namun kokoh meraih elektroda-elektroda yang menempel di dada sang kakek dan merenggutnya lepas begitu saja. Monitor EKG di sudut ambulans langsung berbunyi nyaring, menampilkan garis lurus yang mengerikan, namun Arjuna tidak peduli.

"Apa yang dia lakukan?!" bisik salah satu petugas medis, suaranya gemetar, namun ia tetap tak mampu bergerak untuk menghentikan.

Arjuna kemudian menyusupkan lengannya ke bawah ketiak sang kakek. Dengan sekali angkat, ia mendudukkan tubuh lemas itu dengan kekuatan yang tampak mustahil untuk pemuda sekurus dirinya. Ia menopang dada sang kakek dengan satu tangan, membuat tubuh tua itu sedikit condong ke depan.

Tangan kanannya terangkat.

DHUK!

Dengan menggunakan pangkal telapak tangannya, ia memberikan satu tepukan yang keras dan mantap tepat di antara kedua tulang belikat sang kakek.

DHUK!

Tepukan kedua, lebih keras dari yang pertama.

Pada tepukan ketiga, sesuatu yang basah dan kenyal melesat keluar dari mulut sang kakek, mendarat dengan bunyi 'plok' di lantai ambulans. Sebuah gumpalan bakso utuh, berukuran sedikit besar, tampak seperti tidak dikunyah dengan benar.

Seketika itu juga, keajaiban yang sesungguhnya terjadi.

"HUUUUKKKHHH!"

Tubuh sang kakek tersentak hebat saat udara untuk pertama kalinya berhasil menerobos masuk ke dalam paru-parunya yang telah lama kosong. Disusul dengan batuk yang begitu keras dan dalam, mengguncang seluruh ranjang troli. Wajahnya yang tadi membiru mengerikan kini dengan cepat mulai memerah, dialiri oleh oksigen yang menyelamatkan hidupnya. Matanya yang tadi terpejam kini terbuka, meski masih terlihat bingung.

"Pak! Pak! Kamu sadar, Pak!" jerit sang nenek, tangis putus asanya kini berubah menjadi tangis kebahagiaan yang tak terkira.

Tim medis itu hanya bisa menatap dengan nanar. Mereka melihat gumpalan bakso di lantai, lalu menatap pasien mereka yang kini sudah bisa bernapas sendiri, lalu menatap peralatan canggih mereka yang tak berguna. Di wajah mereka terpancar campuran rasa malu, tak percaya, dan penghinaan profesional yang mendalam. Seluruh prosedur, seluruh pelatihan, seluruh keahlian mereka baru saja dikalahkan oleh tiga tepukan di punggung dari seorang anak muda misterius. Ini adalah sebuah tamparan sunyi yang terasa lebih menyakitkan dari pukulan fisik.

Arjuna memandang hasil kerjanya. Sang kakek sudah aman. Tugasnya selesai.

Ia tidak berkata apa-apa.

Ia tidak menoleh pada tim medis untuk mengatakan "Sudah kubilang". Ia tidak menatap kerumunan untuk mencari pujian. Ia tidak menunggu ucapan terima kasih dari sang nenek.

Dengan ketenangan yang sama saat ia datang, ia berdiri, melangkah turun dari ambulans, dan berjalan pergi begitu saja. Kerumunan orang yang tadinya menghalangi jalannya kini refleks menyingkir, memberinya jalan dengan tatapan penuh kekaguman dan sedikit rasa takut.

Arjuna terus berjalan, meninggalkan kekacauan itu di belakangnya, seolah tidak ada apa-apa yang terjadi. Ia bahkan tidak menoleh lagi ke arah "Warung Nasi Ibu Susi" tempat tujuannya semula. Nafsunya untuk melamar pekerjaan sudah hilang, tergantikan oleh kelelahan mental yang luar biasa. Saat ini, ia hanya ingin pulang.

Arjuna terus berjalan menjauh, membiarkan kakinya membawanya tanpa arah yang jelas. Suara sirene ambulans yang akhirnya pergi, obrolan orang-orang yang heboh, dan pemandangan di depan warung makan itu perlahan tertinggal di belakang, menjadi bagian dari latar belakang kota yang bising.

Rencana awalnya untuk berjalan kaki sambil mencari informasi lowongan kerja kini terasa seperti ide dari kehidupan yang lain. Seluruh tenaganya, baik fisik maupun mental, seolah tersedot habis oleh kejadian beberapa menit yang lalu. Perasaan yang tersisa bukanlah kebanggaan atau kepuasan, melainkan sebuah kelelahan yang mendalam.

Entah kenapa, tiba-tiba ia merasa sangat malas. Malas untuk berjalan lebih jauh. Malas untuk berpikir tentang pekerjaan. Malas untuk menghadapi tantangan lain. Saat ini, yang ia inginkan hanyalah sebuah tempat yang sunyi di mana ia bisa duduk dan tidak melakukan apa-apa. Kamar kosnya yang sempit terasa seperti satu-satunya surga yang ia tuju.

Mengurungkan niatnya untuk berjalan kaki, Arjuna berhenti di tepi jalan, menunggu angkot yang benar menuju ke arah Bekasi. Ia tidak lagi peduli dengan sisa uangnya yang semakin menipis. Saat ini, kenyamanan untuk bisa segera sampai di tempat tujuan jauh lebih berharga.

Tak lama, sebuah angkot dengan jurusan yang tepat berhenti di hadapannya. Ia naik dan mengambil tempat duduk di pojok belakang, menyandarkan kepalanya yang terasa berat pada jendela kaca yang bergetar.

Di dalam angkot, kehidupan berjalan seperti biasa. Beberapa penumpang mengobrol, seorang ibu menenangkan anaknya yang rewel, dan musik dangdut dari radio sopir mengisi udara. Pemandangan di luar jendela berganti dari ruko-ruko yang ramai menjadi jalanan yang lebih lengang saat angkot melaju ke pinggiran kota.

Arjuna menatap keluar, namun tidak benar-benar melihat. Pikirannya kembali pada kejadian tadi. Pada wajah 'dokter' yang panik, pada wajah para petugas medis yang terhina, pada wajah sang nenek yang menangis bahagia, dan pada wajah sang kakek yang nyaris kehilangan nyawa karena gumpalan bakso.

1
agus purnomo
kopi plus vote suhu
biar nulisny makin lancar...💪
Was pray
kalau merasa terbebani dengan cincin warisan kakeknya ya dilepas saja Juna, daripada kamu mengeluh terus, kayaknya gak ikhlas menerima takdirmu juna
Aman Wijaya
jooooz jooooz gandos lanjut terus
Aman Wijaya
lanjut terus Thor
Aman Wijaya
top markotop ceritanya Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll lanjut terus
4U2C
𝘆𝗮 𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗮𝘀𝗮𝗹 𝘂𝘀𝘂𝗹𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝗿 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝗿𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 𝘀𝘂𝗸𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗸𝗶𝘀𝗮𝗵𝗺𝘂..
4U2C
𝗷𝗮𝘂𝗵𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗸𝗮𝗺𝘂 𝘀𝗲𝗻𝗱𝗶𝗿𝗶 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘀𝗼𝘀𝗼𝗸 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗻𝗴𝗴𝘂𝗵 𝗻𝘆𝗮,,𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝘀𝘂𝗹𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗺𝘂 𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮,,𝗹𝗶𝗵𝗮𝘁 𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗮𝗽𝗮-𝗮𝗽𝗮 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗻𝘀𝘂𝗵𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮-𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮..𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗹𝗮𝗵 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝘂𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗺𝗽𝘂..𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗴𝗶𝘂𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝗿𝗮𝘆𝗮..
4U2C
𝗽𝗮𝗰𝗮𝗿 𝗺𝗶𝗮 𝗥𝗜𝗔𝗡 𝗱𝗶𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝗦𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗜𝗢𝗡,,𝗮𝗽𝗮 𝗮𝗱𝗮 𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗗𝗜𝗢𝗡 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔 𝘆𝗮,,𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗴𝗶 𝗸𝗲𝗺𝗮𝗻𝗮 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗶𝗯𝘂 𝗟𝗜𝗔𝗡𝗔 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔,,𝗺𝗲𝗹𝗮𝗺𝘂𝗻,𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗲𝗹𝗼𝗻𝗴𝗼..𝗮𝗸𝘂 𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗲𝗸𝗮𝘁 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝘀𝗲𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮..𝗺𝗮𝘂 𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮 𝗮𝗷𝗮 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀,,𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁𝗶 𝗴𝗮𝗱𝗶𝘀 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮,,𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗠𝗜𝗔 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗔𝗨𝗟𝗜𝗔,,𝗽𝘂𝘁𝗿𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮..
agus purnomo
kopi lagi suhu
Aman Wijaya
lanjut terus Thor semangat semangat ditunggu lagi updatenya 💪💪💪 sehat selalu untukmu Thor sehingga bisa berkarya terus
Aman Wijaya
Arjuna rasa disidak seperti seorang terpidana lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll Thor 💪💪💪
Aman Wijaya
babat semuanya Juna jangan beri ampun bikin mereka semua tidak bisa bangun
Aman Wijaya
top top markotop lanjut terus Thor semangat semangat semangat
Aman Wijaya
lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz jooooz pooolll Thor lanjut terus
Rita Natalia
Dion siapa ya ?
Achmad
ayo Thor lanjut semangat jangan kendor
Achmad
semangat Thor lanjut semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!