NovelToon NovelToon
Life After Marriage: My Annoying Husband

Life After Marriage: My Annoying Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers / Cintapertama
Popularitas:46
Nilai: 5
Nama Author: Aluina_

Keira Anindya memiliki rencana hidup yang sempurna. Lulus kuliah, kerja, lalu menikah dengan pria dewasa yang matang dan berwibawa. Namun rencana itu hancur lebur saat ayahnya memaksanya menikah dengan anak rekan bisnisnya demi menyelamatkan perusahaan.
Masalahnya calon suaminya adalah Arkan Zayden. Pria seumuran yang kelakuannya minus, tengil, hobi tebar pesona, dan mulutnya setajam silet. Arkan adalah musuh bebuyutan Keira sejak SMA.

"Heh Singa Betina! Jangan geer ya. Gue nikahin lo cuma biar kartu kredit gue gak dibekukan Papa!"

"Siapa juga yang mau nikah sama Buaya Darat kayak lo!"

Pernikahan yang diawali dengan 'perang dunia' dan kontrak konyol. Namun bagaimana jika di balik sikap usil dan tengil Arkan, ternyata pria itu menyimpan rahasia manis? Akankah Keira luluh atau justru darah tingginya makin kumat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aluina_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16

Kepanikan melanda pasangan muda Zayden di warung bakso pinggir jalan. Berita kedatangan mertua yang mendadak bagaikan sambaran petir di siang bolong. Rencana mereka untuk menikmati masa-masa damai pasca badai gosip Clara hancur berantakan dalam hitungan detik.

Keira meletakkan sendoknya dengan kasar hingga berdenting nyaring beradu dengan mangkok. Dia menatap Arkan dengan mata melotot, seolah meminta pertanggungjawaban.

"Arkan. Lo bilang orang tua lo lagi liburan keliling Eropa. Kenapa tiba-tiba mereka mau nginep di rumah kita? Seminggu lagi. Lo tau kan rumah kita kayak kapal pecah?" cecar Keira panik.

Arkan mengusap wajahnya frustrasi. "Mana gue tau, Ra. Mama bilang mereka kangen sama kita setelah liat berita di TV tadi. Katanya mereka mau memastikan menantu kesayangannya baik-baik saja mentalnya. Padahal yang enggak baik-baik saja itu jantung gue sekarang."

"Terus kita harus gimana? Kasur di kamar utama masih lesehan di lantai gara-gara patah kemarin. Kalau Mama liat, dia bakal mikir macem-macem lagi. Belum lagi kamar tamu yang gue pake isinya barang-barang gue semua. Kalau mereka mau tidur di situ, gue harus pindahin barang gue ke mana?" Keira mulai meracau. Otaknya berputar cepat menyusun strategi pertahanan.

Arkan meneguk sisa es teh manisnya sampai tandas. Dia berdiri dan mengambil jasnya.

"Kita enggak punya banyak waktu. Sekarang jam lima sore. Mereka bakal sampai besok pagi jam tujuh. Kita punya waktu dua belas jam buat menyulap rumah itu jadi hunian keluarga harmonis idaman mertua. Ayo gerak," ajak Arkan sambil menarik tangan Keira.

Mereka bergegas meninggalkan warung bakso dan meluncur ke pusat perbelanjaan furnitur terbesar di Jakarta. Misi utama mereka adalah membeli tempat tidur baru. Yang kuat. Yang kokoh. Dan yang bisa dikirim hari ini juga.

Sesampainya di toko furnitur, Arkan langsung bertingkah seperti sultan yang sedang memborong kerupuk. Dia berjalan cepat menuju bagian kasur king size.

"Mbak! Saya cari kasur paling mahal, paling empuk, dan paling kuat. Pokoknya kalau ada gajah lompat di atasnya, rangkanya enggak boleh bunyi krek sedikit pun," kata Arkan pada pramuniaga wanita yang melayaninya.

Pramuniaga itu tersenyum canggung. "Baik, Pak. Kami punya tipe Titanium Spring yang garansinya dua puluh tahun. Silakan dicoba dulu."

Tanpa basa-basi, Arkan langsung melompat ke atas kasur pameran itu. Dia memantul-mantulkan badannya dengan semangat, persis seperti anak kecil di wahana trampolin.

"Arkan! Turun! Malu diliatin orang!" desis Keira sambil mencubit lengan suaminya. Wajahnya merah padam melihat kelakuan Arkan.

"Gue harus tes ketahanannya, Ra. Gue enggak mau kejadian kemarin terulang. Masa lagi asik-asik tidur terus gubrak ke lantai. Sakit pinggang gue belum sembuh total nih," jawab Arkan santai sambil terus berguling.

"Mbak, saya ambil yang ini. Kirim sekarang juga ke Pondok Indah. Saya bayar tunai plus ongkos kirim ekspres," kata Arkan sambil menyerahkan kartu hitamnya.

Setelah urusan kasur selesai, mereka mampir ke supermarket. Kali ini Arkan tidak protes saat Keira memenuhi troli dengan sayur-sayuran, buah, susu, dan bahan makanan sehat lainnya. Mereka harus membuang semua stok mi instan, keripik, dan soda yang memenuhi dapur mereka. Citra menantu idaman harus dijaga.

"Ra, ini beneran kita enggak beli camilan micin? Lidah gue bisa hambar seminggu makan wortel doang," keluh Arkan saat melihat troli yang hijau royo-royo.

"Tahan sebentar napa. Mama lo itu duta kesehatan. Kalau dia liat ada keripik singkong pedas di lemari, dia bakal ceramah tiga jam soal bahaya radang tenggorokan. Lo mau dengerin?" tanya Keira.

Arkan menggeleng cepat. "Enggak. Ampun."

Pukul sembilan malam, mereka sampai di rumah. Truk pengantar kasur sudah menunggu di depan pagar. Dengan bantuan para kurir, kasur baru yang super besar dan tinggi itu akhirnya terpasang megah di kamar utama. Kasur lesehan yang menyedihkan sudah disingkirkan ke gudang.

Sekarang, tugas terberat dimulai. Memindahkan barang-barang Keira dari kamar tamu ke kamar utama.

"Ayo, Ra. Angkatin baju lo. Jangan sampai ada jejak sedikit pun kalau lo pernah tidur di kamar tamu," perintah Arkan sambil mengangkat tumpukan kotak sepatu Keira.

Mereka bekerja bak kuda. Bolak-balik dari kamar tamu ke kamar utama. Lemari pakaian Arkan yang tadinya longgar kini penuh sesak oleh baju-baju Keira. Meja rias Arkan yang minimalis kini penuh dengan botol skincare dan alat makeup.

Kamar mandi dalam pun tidak luput dari invasi. Sikat gigi mereka kini berdampingan di satu gelas. Handuk mereka tergantung bersebelahan.

Pukul dua belas malam, semuanya selesai. Keira duduk bersandar di kepala ranjang baru yang empuk, napasnya terengah-engah. Keringat membasahi dahinya.

"Gila. Capek banget. Ini lebih capek daripada pindahan rumah beneran," keluh Keira.

Arkan datang membawa dua gelas air putih dingin. Dia menyerahkan satu pada Keira lalu duduk di sebelahnya.

"Tapi hasilnya not bad lah. Kamar ini jadi lebih hidup ada barang-barang cewek. Wanginya juga jadi beda. Wangi stroberi," komentar Arkan sambil mengendus udara.

Keira meminum airnya. Dia menatap sekeliling kamar. Rasanya aneh melihat barang-barangnya menyatu dengan barang-barang Arkan. Seolah-olah mereka adalah pasangan suami istri sungguhan yang sudah lama tinggal bersama.

"Arkan," panggil Keira.

"Ya?"

"Berarti mulai malam ini kita tidur satu ranjang beneran ya? Enggak ada guling pembatas karena guling gue ketinggalan di gudang," kata Keira pelan.

Arkan menoleh, menatap istrinya dengan senyum jahil. "Kenapa? Grogi? Takut khilaf?"

"Siapa yang takut. Gue cuma mau ingetin lo. Jangan ngorok. Jangan nendang. Dan jangan peluk-peluk tanpa izin," syarat Keira.

"Yah, padahal kasur baru ini enak banget buat pelukan. Dingin loh AC-nya," goda Arkan.

"Arkan!"

"Iya, iya. Bawel. Udah ayo tidur. Besok pagi kita harus pasang wajah segar di depan Mama Papa. Jangan sampai ada mata panda," Arkan mematikan lampu utama dan menarik selimut.

Malam itu, mereka tidur bersisian di kasur baru yang luas. Meskipun lelah, Keira sulit memejamkan mata. Jantungnya berdebar kencang menyadari ada laki-laki di sebelahnya. Laki-laki yang statusnya sudah 'resmi' dia terima di hatinya tadi siang di warung bakso.

Tiba-tiba tangan Arkan bergerak di bawah selimut, mencari tangan Keira. Saat menemukannya, Arkan menggenggamnya erat.

"Tidur, Ra. Jangan mikir macem-macem. Gue enggak bakal gigit kok. Paling cuma nyium dikit," gumam Arkan dengan mata terpejam.

Keira tersenyum dalam gelap. Dia membalas genggaman tangan Arkan. "Dasar modus."

Pukul enam pagi, bel rumah berbunyi nyaring. Seperti alarm kebakaran yang membangunkan seisi rumah. Arkan dan Keira melonjak bangun.

"Gawat! Mama udah dateng! Katanya jam tujuh!" Arkan panik melihat jam dinding.

Mereka berdua lari terbirit-birit. Arkan hanya sempat mencuci muka dan memakai kaos polos, sementara Keira buru-buru menyisir rambut dan memakai daster rumahan yang sopan.

Mereka membuka pintu utama bersamaan.

Di sana berdiri Mama Arkan (Mama Rina) dan Papa Arkan (Papa Wijaya) dengan senyum merekah. Di belakang mereka ada sopir yang menurunkan tiga koper besar.

"Surprise! Kami datang lebih pagi supaya bisa sarapan bareng!" seru Mama Rina riang gembira lalu memeluk Keira erat-erat.

"Aduh menantu Mama. Liat tuh mukanya bantal banget. Pasti baru bangun ya? Begadang bikin cucu ya?" goda Mama Rina langsung pada intinya.

Keira tersenyum kaku. "Pagi Ma, Pa. Iya nih, kami kesiangan sedikit."

"Masuk Ma, Pa. Jangan di luar terus," ajak Arkan sambil menyalami tangan kedua orang tuanya.

Begitu masuk, mata elang Mama Rina langsung memindai setiap sudut rumah. Detektif Mertua mulai beraksi. Dia berjalan ke dapur, membuka kulkas.

"Wah, isinya sayuran dan buah. Bagus. Mama kira isinya cuma bir sama soda kayak dulu waktu Arkan masih bujang," puji Mama Rina. Arkan dan Keira menghela napas lega di belakangnya. Misi belanja kemarin sukses.

"Kalian tidur di mana? Di atas kan?" tanya Papa Wijaya sambil melihat ke arah tangga.

"Iya Pa. Di kamar utama," jawab Arkan.

"Mama mau liat dong kamarnya. Penasaran sama kasur yang katanya jebol itu. Udah diganti kan?" Mama Rina berjalan menaiki tangga tanpa permisi.

Keira membelalak. Dia menyenggol lengan Arkan. "Gimana ini? Kamar udah rapi kan? Celana dalem lo enggak ada yang berserakan kan?"

"Aman, Ra. Udah gue masukin keranjang cucian semua," bisik Arkan.

Mereka mengikuti orang tua Arkan masuk ke kamar utama. Kamar itu terlihat sangat rapi dan estetik. Sinar matahari pagi masuk lewat jendela, menyinari kasur baru yang seprainya masih licin. Di meja rias terlihat barang-barang Keira dan Arkan bercampur harmonis.

Mama Rina mengangguk puas. Dia bahkan menyentuh seprai kasur itu.

"Bagus. Kasurnya kokoh. Enggak bakal jebol lagi. Suasananya juga enak, romantis," komentar Mama Rina.

"Kalau begitu, Mama sama Papa tidur di kamar tamu sebelah ya. Koper-koper tolong dibawa ke sana ya, Arkan," perintah Papa Wijaya.

Duar.

Keira merasa disambar petir kedua. Kamar tamu? Kamar sebelah? Itu kan bekas markas besar Keira.

"Eh, Pa. Kamar tamu belum diberesin. Masih agak berantakan bekas gudang sementara," dusta Keira cepat. Jantungnya mau copot. Kalau mereka masuk ke sana dan melihat tidak ada barang-barang pribadi, mereka mungkin curiga kalau kamar itu jarang dipakai. Atau lebih parah, kalau ada barang Keira yang ketinggalan.

"Ah masa sih? Kan ada asisten rumah tangga yang datang seminggu sekali. Pasti bersih lah. Udah enggak apa-apa, Mama enggak rewel kok," Mama Rina berjalan menuju pintu kamar sebelah.

Keira menahan napas. Dia ingat semalam mereka memindahkan barang dengan terburu-buru. Apakah ada yang tertinggal?

Mama Rina membuka pintu kamar tamu. Kamar itu kosong melompong. Lemarinya kosong. Mejanya kosong. Hanya ada kasur dengan seprai putih polos. Benar-benar seperti kamar hotel yang tidak berpenghuni.

"Loh, kok kosong banget? Enggak ada hiasan dinding atau karpet? Kalian enggak pernah pakai kamar ini buat tamu?" tanya Mama Rina heran.

"Enggak Ma. Kan jarang ada tamu nginep. Paling cuma temen Arkan main PS, itu juga di ruang tengah," jawab Arkan cepat, mencoba menutupi kegugupan Keira.

"Ya sudah. Nanti Mama dekor sedikit biar nyaman. Arkan, angkatin koper," Mama Rina masuk ke kamar itu dan mulai membuka jendela.

Keira lemas bersandar di dinding koridor. Dia selamat. Hampir saja.

Tiba-tiba Mama Rina berteriak dari dalam kamar tamu.

"Loh! Ini apa? Kok ada guling di kolong tempat tidur?"

Arkan dan Keira membeku. Guling pembatas. Guling keramat yang menjadi saksi bisu pisah ranjang mereka selama ini. Rupanya guling itu menggelinding ke kolong saat Keira membereskan barang-barangnya semalam.

Mama Rina keluar membawa guling itu. Dia menatap Arkan dan Keira dengan tatapan menyelidik.

"Kenapa ada guling di kamar kosong ini? Dan kenapa gulingnya wangi parfum Keira?" tanya Mama Rina tajam. Hidung ibu-ibu memang setajam silet.

Keira kehilangan kata-kata. Otaknya buntu.

Arkan maju selangkah, merangkul bahu Keira dengan gaya santai yang dipaksakan.

"Oh itu Ma. Kemarin pas kasur kami jebol, kami kan bingung mau tidur di mana. Jadi Keira sempet mau tidur di sini. Dia bawa gulingnya ke sini. Tapi enggak jadi, soalnya dia enggak bisa tidur jauh-jauh dari Arkan. Akhirnya kami tidur di karpet kamar utama berdua," jelas Arkan lancar seperti air mengalir. Bakat membualnya benar-benar teruji.

Keira menatap Arkan kagum. Alibinya sempurna.

Mama Rina menatap mereka berdua bergantian, mencari celah kebohongan. Namun melihat wajah Arkan yang meyakinkan dan wajah Keira yang merona merah (karena malu, tapi dikira karena romantis), Mama Rina akhirnya tersenyum.

"Oalah, begitu. Dasar pengantin baru. Lengket terus kayak perangko. Ya sudah, gulingnya balikin ke kamar kalian sana. Mama enggak butuh guling. Mama kan punya Papa buat dipeluk," kata Mama Rina sambil mengedipkan mata genit ke suaminya.

Keira buru-buru menyambar guling itu. "Iya Ma. Keira bawa balik."

Keira lari masuk ke kamar utama dan menutup pintu. Dia melempar guling itu ke kasur lalu merosot duduk di lantai. Kakinya lemas.

"Gila. Jantung gue mau copot. Arkan, lo pantes dapet piala Oscar," gumam Keira.

Pintu terbuka, Arkan masuk sambil menyeka keringat di dahinya.

"Hampir aja, Ra. Sumpah, gue enggak mau lagi ngalamin pagi sestreess ini. Mulai sekarang kita harus ekstra hati-hati. Mama gue matanya ada di mana-mana," kata Arkan.

"Dan Papa lo diem-diem menghanyutkan. Dia dari tadi senyum-senyum penuh arti. Gue curiga dia tau sesuatu," tambah Keira.

Arkan duduk di sebelah Keira di lantai. Dia menatap istrinya lalu tertawa pelan.

"Kenapa ketawa?" tanya Keira ketus.

"Lucu aja. Kita kayak pasangan selingkuh yang takut ketahuan istri sah. Padahal kita suami istri beneran yang takut ketahuan mertua kalau kita tidur pisah. Hidup kita komedi banget sih, Ra," ucap Arkan.

Keira ikut tersenyum. "Iya juga ya. Tapi setidaknya sekarang kita udah sekamar beneran. Jadi resiko ketahuan makin kecil."

"Betul. Dan resiko gue ditendang lo pas tidur makin besar," sindir Arkan.

"Itu udah nasib lo," Keira berdiri dan mengulurkan tangan pada Arkan. "Ayo bangun. Kita harus siapin sarapan buat Raja dan Ratu. Sandiwara keluarga bahagia baru saja dimulai."

Arkan menyambut uluran tangan Keira. Dia menarik Keira hingga jatuh ke pelukannya sejenak.

"Semangat, Partner. Kita pasti bisa lewatin seminggu ini tanpa dipecat jadi menantu," bisik Arkan.

Mereka keluar kamar dengan senyum yang terpasang di wajah, siap menghadapi hari-hari penuh ujian di bawah pengawasan ketat mertua. Namun mereka tidak tahu, Mama Rina punya agenda tersendiri. Agenda rahasia untuk mempercepat hadirnya cucu dengan berbagai cara tradisional dan modern yang akan membuat Arkan dan Keira kewalahan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!