NovelToon NovelToon
Menghapus Senja

Menghapus Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Percintaan Konglomerat / Cintamanis / Romansa pedesaan
Popularitas:204
Nilai: 5
Nama Author: Mia Lamakkara

Akira, cinta masa kecil dan satu-satunya cinta di hati Elio. Ketika gadis itu menerimanya semua terasa hangat dan indah, layaknya senja yang mempesona. Namun, di satu senja nan indah, Akira pergi. Dia tidak perna lagi muncul sejak itu. Elio patah hati, sakit tak berperih. Dia tidak lagi mengagumi senja. Tenggelam dalam pekerjaan dan mabuk-mabukan. Selama tiga tahun, Elio berubah, teman-temannya merasa dia telah menjadi orang lain. Bahkan Elio sendiri seolah tidak mengenali dirinya. Semua bermula sejak hari itu, hari Akira tanpa kata tanpa kabar.
3 tahun berlalu, orag tua dan para tetua memintanya segera menikah sebelum mewarisi tanah pertanian milik keluarga, menggantikan ayahnya menjadi tuan tanah.Dengan berat hati, Elio setuju melamar Zakiya, sepupunya yang cantik, kalem dan lembut. Namun, Akira kembali.Kedatangan Akira menggoyahkan hati Elio.Dia bimbang, kerajut kembali kasih dengan Akira yang perna meninggalkannya atau tetap menikahi sepupu kecilnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mia Lamakkara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pantai Janji

Elio dengan putus asa mencari Akira, mengunjungi tempat-tempat yang pernah mereka datangi, teman-temannya, dan perusahaan-perusahaan di kota-kota terdekat. Sampai akhirnya, iseng dia bertanya pada Elice, adik Akira, tentang impian Akira yang pernah disebut-sebut. "Pantai," kata Elice, senyum kecilnya. "Akira selalu bilang ingin ke pantai yang tenang."

Elio tidak banyak berpikir, dia pergi sendiri ke pantai itu, meninggalkan desa yang makin panas dengan rumor. Lionel tidak bisa ikut, harus menjaga Reimon yang patah hati berat sejak Amalia pergi. "Sorry, Nggak bisa nemenin kamu, Elio. Takutnya, si kunyuk ini tegeletak di tengah jalan kalau nggak ada yang jaga." kata Lionel.

Elio maklum, dia juga perna berada di posisi itu. Betapa kacaunya pikiranmu ketika kekasihmu pergi tanpa kata, tanpa pesan saat hubungan baik-baik saja.

"Mending jaga dia saja" Ujar Elio. Di rumah, selain ayahnya, tidak ada yang tahu kalau dia akan keluar kota yang cukup jauh berhari-hari.

Pantai ini adalah pantai yang telah dia janjikan pada Akira saat mereka masih merajut asmara. Pantai yang sangat indah, ombak lembut, pasir putih membentang. Dia telah mencari tahu informasi tentang keberadaan Akira di penginapan sekitar pantai ini, ternyata tebakan dia benar. Akira memang ada disini.

Elio berjalan menyusuri garis air, mengedarkan pandangan dan matanya menangkap satu sosok familiar duduk di atas batu, menatap laut dengan senja yang perlahan menggelap. Elio tperna berjanji, aka membawa Akira kesini suatu hari. Hati Elio masam, janji itu tidak bisa dia tunaikan. Akira pada akhirnya berada di pantai ini bukan karena dia menepati janji tapi karena dia menyakiti Akira. Elio tidak langsung menghampirinya, tapi tinggal beberapa hari di penginapan dekat pantai, mengamatinya dari jauh. Dia ingin tahu, apakah Akira baik-baik saja? Apakah dia masih sama?.

Beberapa hari berlalu dan dia merasa tenang untuk bicara, Elio menghampiri Akira saat senja mulai turun, warna langit merah jingga. "Akira," panggil Elio, pelan.

Akira menoleh, mata lebar, lalu tersenyum tipis. "Elio."

Pemuda itu tanpa sungkan mengambil tempat di samping Akira, duduk dipasir yang terasa hangat.

"Kenapa kamu disini? liburan sendirian?."

Akira menatap ombak dan tersenyum tipis, "Ya, begitulah. Butuh jeda setelah bekerja keras tiga tahun terakhir."

Akira melempar pandangannya jauh ke tengah lautan, mengikuti ombak yang menggulung. Elio menatap wajah yang selalu dirinduinya.

"Kamu sendiri kenapa disini? bukan....."Akira beralih ke pria di sisinya kemudian mengamati ombak berdesir di kaki. Elio tertawa ringan"Menikah?." Elio meraih kerikil dan melemparnya ke air. "Pernikahan aku batal. Zakiya... dia punya orang yang disukainya."

Hati Akira agak sedih, dia berpikir kalau Zakiya tidak punya kekasih, Elio akan tetap menikahi gadis itu.

"Aku... aku tidak tahu harus bilang apa," kata Akira, suaranya lembut. "Aku tidak tahu menghibur orang."

"Tak apa." Elio menyeringai "Pantai, ombak dan senja sudah cukup menghibur."

"Ngomong-ngomong tentang Taiwan,...."Elio mengalihkan pembicaraan. Mereka berbincang layaknya teman lama sampai senja perlahan memudar.

Esoknya, Elio berjalan-jalan dengan Akira lagi, obrolan mengalir tapi bukan sebagai kekasih—hanya teman lama. Mereka bicara tentang buku, impian, dan kenangan masa lalu. Berpisah di sore hari, Elio tahu dia belum siap mengatakan lebih. Sebelum kembali ke desa, Elio bertanya, "Amalia? Dia ke mana?"

Akira tersenyum kecil. "Taiwan. Dia bilang mau cari kerja, lari dari semua."

Elio mengangguk. "Dan kamu?"

Akira menarik napas, matanya ke laut. "Aku... semua masih dalam pertimbangan."

Elio tidak mendesak, hanya mengangguk. "Aku akan tunggu, kalau kamu butuh bicara." Akira tidak menjawab, tapi senyumnya sedikit lebih hangat. Elio kembali ke desa, meninggalkan Akira yang tetap tinggal di pantai, menatap laut yang tak pernah berhenti. Akira merasakan ada kekosongan, apa ini artinya Elio punya harapan padanya?

Di desa, rumor makin liar. "Elio cari Akira!"

"Apa mereka akan kembali?"

Ibu Suna menanti Elio dengan wajah tegang, tapi Elio hanya bilang, "Aku butuh waktu, Ibu."

Lionel dan Reimon menyambut Elio, yang terlihat lebih tenang tapi tak kalah galau.

"Bagaimana, Elio?" tanya Lionel.

Elio menggelakkan. "Akira ada di pantai. Aku... belum tahu."

"Belum tahu, gimana?." Lionel penasaran. "Kalian sudah bicara, kan?."

"Aku bilang pernikahanku batal."

"Itu saja?."

"Kubilang, Zakiya ada pacar."

"Tentang kamu? tentang surat itu...?."

Elio hanya diam dan Lionel menebak, "Goblok... kamu menyia-nyiakan kesempatan untuk meluruskan kesalahpahaman antara kalian. Terus buat apa pergi jauh-jauh kesana mencarinya kalau kamu tidak berani mengatakan yang sebenarnya?." Lionel mengusap wajahnya kesal dengan tingkah Elio. "Kalau kayak gini terus, masalahmu tidak aka selesai dan kesalahpahaman akan semakin melebar diantara kalian." Lionel menggeleng tak berdaya. Elio hanya diam.

Reimon, yang duduk di sebelah, menunduk. "Amalia di Taiwan. Aku gak tahu harus apa? apa aku menyusulnya saja?." Lirihnya.

"Terserah...." Lionel jengkel melihat dua sepupu yang patah hati itu.

"Elio, sampai kapan kamu menyembunyikan kebenaran dari Akira? Kamu yang membatalkan pernikahan, bukan Zakiya!"

Elio duduk di sofa, matanya redup. "Aku tidak tahu cara bilang itu, Lionel. Aku takut—"

"Takut apa?! Akira pasti berpikir macam-macam! Bagaimana kalau dia patah hati dan kembali ke Taiwan? Kamu pikir dia tidak akan pergi lagi?" Lionel menggulung tangannya, frustrasi.

Reimon, yang ikut mendengar, tiba-tiba bicara dengan nada berbeda. "Elio, kenapa kita tidak ikut jadi TKI saja? Biar bisa menyusul mereka ke Taiwan!"

Elio menatap Reimon, lelah. "Reimon, aku punya tanggung jawab di sini. Sawah, keluarga... aku tidak bisa pergi begitu saja."

Reimon tidak menyerah. "Aku sudah cari tahu di internet, Elio! Taiwan butuh pekerja, gajinya besar. Kita bisa kerja, cari mereka, dan—"

"Tidak, Reimon," Elio memotong, suaranya berat. "Aku tidak bisa lari dari tanggung jawabku di keluarga Ernest."

Elio tidak bisa tidur, memikirkan Akira di pantai, dan langkah apa yang harus dia ambil selanjutnya. Apa kamu masih menungguku? Bisiknya pada angin.

Elio makin galau meikirkan kata-kata Lionel. Reimon, yang lebih patah hati, makin tenggelam. Keduanya mulai mabuk setiap hari, di warung kopi, di sawah, di mana saja. Lionel kewalahan, mencoba menghentikan mereka tapi gagal. "Apa ini?! Elio, Reimon, berhenti!" Lionel berteriak, tapi mereka hanya tertawa.

Suatu malam, Lionel tidak tahan, dia menelepon Tissa. "Tissa, bila di masa depan,Hubungan kita ada masalah... Kamu tidak puas padaku, kamu meragukanku. Datanglah padaku, kita... bicara."Lionel meracau.

"Aku gak tahu apa yang salah denganmu." Tissa menjawab dengan nada marah, "Lionel, berhenti mengoceh seperti orang gila."

"Tissa, aku serius. Kamu harus bicara baik-baik, jangan langsung pergi seperti Amalia dan Akira!" Lionel mengabaikan amarah kekasihnya.

"Siapa yang mau pergi, sih? lagian hubungan kita baik-baik saja."Tissa mulai tidak sabar.

. "Tissa, maaf... aku gak tahu lagi. Aku cuma ingin—"

"Stop, Lionel," Tissa memotong tegas. "Cukup Elio dan Reimon yang sakit... kamu jangan ikut-ikutan." Tekan Tissa.

"Ini sudah tengah malam, aku mau tidur. Jangan ganggu aku! urusi saja dua temanmu itu!."Sentak Tissa kesal, langsung mematikan telpon.

Reimon dan Elio, masih mabuk, berjalan tanpa tujuan di malam gelap. "Apa gunanya, Elio?" Reimon bicara serak. "Amalia pergi, Akira pergi... kita tinggal di sini, sia-sia."

Elio menatap langit, bintang-bintang kabur. "Aku salah, Reimon. Aku harus perbaiki."

"Tapi bagaimana?." Mereka terus berjalan gelap, langkah tak tentu, tertawa kosong, napasnya berat. Akhirnya jatuh di pinggir sawah, tertidur lemas di tengah desir angin malam.

Keesokan paginya, Lionel membangunkan mereka, wajahnya serius. "Bangun, kalian. Tidak ada yang selesai dengan mabuk. Kita cari solusi." Dia lelah mengikuti dan mengurus keduanya setiap malam.

Elio dan Reimon bangun, mata merah, tapi Lionel tidak memberi ampun. "Elio, bicara jujur dengan Akira. Reimon, fokus pada dirimu. Jangan ikut-ikutan."

Reimon mengangguk, tapi Elio tetap diam, memikirkan kata-kata Lionel." Akira, apa kamu masih menungguku? Di pantai?."

Akira masih ada, menatap laut. Dia tidak tahu Elio yang membatalkan pernikahan demi dia. Akira hanya tahu Elio datang, pergi, dan meninggalkan rasa tak pasti. Apa dia harus menunggu? Apa dia harus pulang? atau pergi Amalia dan cinta yang tersisa di dada.

1
Kim Tyaa
semangat, jangan pernah nyerah untuk terus up ya thor.

Konsisten dan tetap percaya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!