NovelToon NovelToon
Rahasia Kakak Ipar

Rahasia Kakak Ipar

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / CEO / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Cinta Seiring Waktu / Konflik etika
Popularitas:108.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Satu malam yang kelam … mengubah segalanya.

Lidya Calista, 23 tahun, gadis polos, yang selama ini hanya bisa mengagumi pria yang mustahil dimilikinya—Arjuna Adiwongso, 32 tahun, suami dari kakaknya sendiri, sekaligus bos di kantornya—tak pernah membayangkan hidupnya akan hancur dalam sekejap. Sebuah jebakan licik dalam permainan bisnis menyeretnya ke ranjang yang salah, merenggut kehormatannya, dan meninggalkan luka yang tak bisa ia sembuhkan.

Arjuna Adiwongso, lelaki berkuasa yang terbiasa mengendalikan segalanya. Ia meminta adik iparnya untuk menyimpan rahasia satu malam, demi rumah tangganya dengan Eliza—kakaknya Lidya. Bahkan, ia memberikan sejumlah uang tutup mulut. Tanpa Arjuna sadari, hati Lidya semakin sakit, walau ia tidak akan pernah minta pertanggung jawaban pada kakak iparnya.

Akhirnya, gadis itu memilih untuk berhenti kerja, dan menjauh pergi dari keluarga, demi menjaga dirinya sendiri. Namun, siapa sangka kepergiannya membawa rahasia besar milik kakak iparnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16. Ditunggu Transferannya, Mas

Arjuna menatap layar itu lama sebelum akhirnya mengangkat.

“Halo, El.”

Suara ceria terdengar di seberang. “Mas, aku lagi di Pacific Place nih! Ih, kamu tahu nggak, ada tas keluaran baru yang lucu banget! Aku kirim fotonya ya.”

Arjuna memejamkan mata, berusaha menahan napas. “Kamu lagi di mall?”

“Iya dong. Dari pada aku bete gara-gara mikirin ucapan mamanya Mas. Mending aku janjian  aja sama Shinta dan Eva. Eh, Mas,  aku mau minta tolong—boleh nggak  minta uang, ditransfer sekarang? Cuma 75 juta kok. Aku mau beli tasnya.”

“75 juta buat tas?”

“Udah harga diskon, Mas! Kalau besok udah normal lagi harganya. Lagian bulan kemarin aku nggak belanja tas lho, Mas.”

Arjuna menatap Lidya yang terbaring tak berdaya, lalu kembali menatap layar ponsel. “Nanti aku transfer, El.  Sekarang aku lagi di rumah sakit.”

“Hah? Rumah sakit?” Suara Eliza berubah sedikit. “Kenapa? Kamu sakit?”

“Bukan. Lidya. Tadi Mama Riri telepon, katanya kamu sudah ditelepon, tapi nggak diangkat teleponnya.”

“Lidya?” jeda sejenak. “Kenapa dia? Kok bisa sakit? Tumben tuh anak.”

“Demam, ada Infeksi. Sekarang lagi diobservasi dokter.”

“Oh .…” Suara Eliza terdengar datar. “Ya udah, nanti aku mampir setelah selesai jalan sama Shinta, ya. Kasian juga sih kalau Lidya sakit. Tapi Mas, jangan lupa ya transfernya. Soalnya tinggal satu tas terakhir. Aku kepengen banget.”

Arjuna menutup matanya. “Nanti, El. Sekarang Mama juga di sini, lagi urus administrasi.”

“Oh Mama juga di sana?” nada Eliza kembali ringan. “Ya udah deh, salam buat Mama. Aku lanjut dulu ya, Mas. Love you!”

Telepon terputus.

Arjuna menatap layar ponsel yang kini gelap, tangannya mengepal di atas meja. Suara langkah perawat di luar kamar menjadi satu-satunya yang terdengar. Ia bersandar di kursi, mengembuskan napas panjang.

Entah kenapa, untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, kalimat “love you” dari Eliza terasa hampa.

Ia memijat pelipis, mencoba menyingkirkan kekecewaan yang tumbuh diam-diam di dadanya. Tapi setiap kali menatap Lidya, rasa itu justru semakin tajam.

Tiba-tiba, Lidya bergerak pelan. Kelopak matanya bergetar sebelum akhirnya terbuka sedikit.

“Ka … k Arjuna?” Suaranya serak, nyaris tak terdengar.

Arjuna langsung mencondongkan tubuh. “Iya. Aku di sini.”

Lidya menatap samar, matanya masih berat. “Ngapain di sini?”

“Menemani kamu. Kata dokter kamu harus dirawat.”

“Harusnya Kak Arjun nggak usah repot-repot.” Bibirnya tersenyum lemah, tapi matanya tampak basah. “Aku cuma bikin orang repot aja.”

Arjuna menggeleng. “Berhenti ngomong begitu.”

“Tapi, kan, Kakak lagi sibuk di kantor. Aku tahu. Kak Arjun juga nggak mes—”

“Stop, Lid.” Arjuna menatapnya dalam.

“Aku di sini karena aku mau. Bukan karena terpaksa. Tadi Mama telepon aku, bilang kamu pingsan.”

Hening sejenak. Hanya suara mesin infus yang terdengar.

Lidya menunduk pelan. “Kak Eliza tahu aku di rumah sakit?”

Arjuna menarik napas. “Sudah aku kabari.”

“Dia marah?”

“Tidak.” Suaranya datar. “Dia … lagi di mall.”

Lidya terdiam. Senyum kecil yang tadi sempat muncul, lenyap perlahan. “Oh. Lagi jalan sama teman-temannya, ya?”

“Iya.”

“Kak Arjuna harusnya juga ikut menemani di sana. Nggak perlu jagain aku.”

Arjuna menatapnya lama. “Aku ke sini karena Mama. Jadi, kamu tidak usah pikiran ke mana-mana.”

Kata-kata itu membuat udara di ruangan seakan berhenti sejenak. Lidya menatap wajah laki-laki itu—dingin, tapi ada kehangatan yang samar di balik tatapannya.

“Oh, begitu, padahal bisa saja Kak Arjun menolak,” bisiknya. “Aku cuma adik ipar, yang nggak mesti repot-repot untuk diperhatikan.”

Arjuna menatapnya dalam. “Iya, adik ipar yang keras kepala.”

Senyum tipis muncul di sudut bibir Lidya, tapi tak lama. Ia tiba-tiba meringis, menahan sakit di perutnya.

“Lidya?” Arjuna berdiri refleks. “Kenapa? Sakit di mana?”

Lidya menggenggam selimut, napasnya mulai cepat. “Perut … panas… nyeri banget.”

Arjuna segera menekan tombol panggil perawat. “Suster!”

Pintu terbuka, dua perawat masuk bersama dokter muda. “Apa yang terjadi, Pak?”

“Adik saya tiba-tiba kesakitan. Katanya nyeri di perut.”

Dokter memeriksa cepat, menekan sisi perut Lidya dengan tangan bersarung. Lidya meringis keras.

“Sakitnya di sini?”

“Iya.”

“Siapkan pemeriksaan tambahan. Kemungkinan infeksi sudah menyebar. Kita harus ambil sampel ulang,” ujar dokter tegas.

“Baik, Dok.”

Arjuna berdiri di samping ranjang, wajahnya tegang. “Dok, tolong lakukan apa pun yang perlu.”

“Tenang, Pak. Kami akan lakukan yang terbaik.”

Perawat mendorong ranjang keluar menuju ruang pemeriksaan. Arjuna mengikuti di belakang, langkahnya cepat namun gemetar.

Sebelum pintu menutup, Lidya sempat menoleh lemah. “Kak … tolong pergilah, tidak perlu ada di sini.”

Arjuna menatapnya dari balik kaca, dadanya seolah ditarik paksa. “Aku nggak akan ke mana-mana!”

Pintu ruang tindakan tertutup. Bunyi langkah tergesa dan alat medis menggema di balik dinding.

Di lorong sepi itu, Arjuna berdiri sendiri.

Teleponnya bergetar — pesan baru dari Eliza:

“Mas, aku tunggu transferannya. Tasnya lucu banget 😍 nanti aku ke RS kalau udah beli deh.”

Arjuna menatap pesan itu lama. Lalu, tanpa sadar, ia menekan tombol hapus pesan.

Tatapannya kembali ke arah pintu ruang observasi. Matanya memerah, rahangnya menegang.

Untuk pertama kalinya, Arjuna sadar — rasa peduli ini bukan lagi sekadar kewajiban keluarga.

***

Menjelang malam ....

“Ma, aku pesenin makanan ya. Mama belum makan dari tadi.”

Suara Arjuna terdengar pelan tapi tegas. Ia berdiri di depan lobi rumah sakit, satu tangan memegang ponsel, satu lagi dimasukkan ke saku celana. Di layar ponselnya, aplikasi pesan makanan masih terbuka — sop iga hangat dan bubur ayam untuk Lidya, serta nasi timbel lengkap untuk Mama Riri.

“Udah, Nak. Nggak usah repot-repot.” Suara Mama Riri dari seberang terdengar lemah tapi lembut. “Mama bisa pesan sendiri nanti.”

“Biar aku aja yang urus,” potong Arjuna, nada suaranya dingin tapi penuh ketegasan yang tidak memberi ruang untuk bantahan. “Lidya juga butuh makan nanti sebelum minum obatnya.”

Hening sebentar di ujung telepon, lalu terdengar desahan kecil dari Mama Riri. “Baiklah, Nak. Terserah kamu saja.”

Sambungan terputus. Arjuna menatap sebentar layar ponsel yang masih menunjukkan nama Eliza di riwayat panggilan terakhir — belum ia buka, belum ia balas. Lima panggilan tak terjawab.

Ia hanya mendengus pelan, lalu berjalan ke arah kursi tunggu lobi. Pikirannya tak berhenti memutar kejadian beberapa jam terakhir. Wajah Lidya yang pucat, suara lirihnya yang meminta agar ia pergi, dan pesan Eliza yang dingin — semuanya berputar dalam kepalanya seperti film yang tak ingin ia tonton.

“Pesanan atas nama Arjuna?” panggil seorang kurir.

Arjuna berdiri, mengambil dua kantong kertas cokelat. “Iya, ini saya. Terima kasih.”

Begitu ia berjalan kembali ke lift, ponselnya kembali bergetar. Nama Eliza muncul lagi di layar, disertai emoji hati.

Arjuna memandangi layar itu selama tiga detik. Lalu ia menekan tombol “ignore”.

Lift bergerak naik perlahan. Bayangannya memantul di pintu logam yang dingin — wajah tanpa ekspresi, tapi matanya menyimpan letih yang tak bisa disembunyikan.

Sementara itu di mall, Eliza tampak kesal melihat m–bankingnya belum juga ada notif transferan masuk. “Ck, ke mana sih Mas Arjun? Ditelepon, nggak diangkat-angkat.”

Bersambung ... ✍️

1
Sugiharti Rusli
malah kalo dia harus ke luar kota lama itu lebih baik Rel, karena memang itu yang sekarang Lidya butuhkan agar rasa sesak nya bisa berkurang banyak,,,
Sugiharti Rusli
wah ternyata si Lidya sudah mulai mencari-cari loker di tempat Farek kerja yah
Dwi Rita
nunggu klanjutannya Juna ma Lidya... bentar2 jd mampir. kek orang galau nunggu gajian. halahhhh... 🤦🏻‍♀️
Reni Anjarwani
doubel up
Engkar Sukarsih
aduh..aduh babang tampan Arjun lagi dilema.wadidau...merana babang sunggu merana🤔🤔🤔
Tri Lestari Endah
arjuna dan eliza menikah karena dijodohkan apa karena cinta ya ??
🙏
Engkar Sukarsih
oh..oh Syantik 🤣🤣🤣ada yang lagi galau merana🤣🤣🤣
Betri Betmawati
rumit nya cinta mu Arjuna. cinta tp tak bisa di ungkapkan. Arjuna dan lidiya sama2 sakit cinta tak tersampaikan
Engkar Sukarsih
mommy.. masih di manakah 🥰🥰🥰
Noey Aprilia
Iya kk....
bkin juna jngkir blik dlu,atw bkin dia kluar tnduk krna ksel plus cmburu....
sneng bgt kl dia smp glau ky gt.....😝😝😝
Mulaini
Arjuna terus aja mengelak dan tidak mau mengakui perasaan mu yang cenat cenut ke Lidya hehehe...
Mulaini
Lidya ada yang cemburu dan api di hati Arjuna menyala seakan ingin membakar seseorang hehehe...
Kar Genjreng
makanya jangan mentang punya uang semua akan di sama kan dengan uang semua bisa di beli termasuk kesucian Adek ipar nya,,,memang jebakan dari teman loe kan ya Jun,,,, tetapi Lidya yang di jadikan samsak loe jun,,,, sekarang gampang saja Lidya di terima oleh farel terus juned bagaimana reaksi nya,,,,kayanya gulung kuning tantrum,,,,kira kira seperti tidak ya,,,,tapi keliatan banget seru kalau Juned tantrum terus terus guling guling 😰
Inooy
biarpun gemoy,,Lidya makin cantik kan Reel..bukti nya tuh Arjuna makin tertarik k hati Lidyaaa 🤭
Kar Genjreng
Ay setuju' mommy ,,, benar Juned bikin mendidih dan jantung ga sehat,,, seperti barusan lihat Lidya berpelukan dengan farel kebakaran asap mengepul 😂 bentar lagi meleduk keliatan nya keren deh kocar kacir ,,, tuman ,,,jadi harus di slepet si juned mana bininya makin menggila shoping wisss ga ngurus suami,,,pokonya ada uang Abang ku sayang tak ada uang Abang ku tendang,,,,itu prinsip bini juned 😮kapok,,,,,,

💪😰😰😰😆
Inooy
tp aquuuh g terimaaaaaa,,,huahahahaha

makin panas tuh hatiii 🤣🤣🤣
Inooy
kamu yg mulai menjauh dn menjaga jarak, kamu juga yg kebakaran jenggot, Juuun wkwkwkwk
kamu pikir dengan smua yg kamu lakukan smua beres? tidak kaaan? justru kamu makin g bisa tenang karena g d sangka2 ucapan Lidya kebuktian, walaupun smua nya datang dengan kebetulan 🤭

semangat MOMMY GHINA, bikin Arjuna g bisa tenang dn g bisa tidur..item2 tuh d bawah mata,,biar panda ada temen nya 🤣
Inooy
sabaaaarr,,hati sabaaaarr Lidya hanya adik ipar..tp hati g terima liat Lidya d peluk pria lain 🤭
maka nya Juun kamu jangan sok2an smua bisa d selesaikan dengan uang..smua bisa selesai hanya dengan menjaga jarak dn menjauh,,klo udh begini..siapa yg panas cobaaa?? 🤣🤣🤣🤣

hareudaaaang !!!!!
air mana...aiiiiiirr 🤣🤣🤣
Inooy
Fiii ingat Fii!! kamu jangan jd kompor karena d sebelah kamu tuh bensin..senggol dikit langsung meledak /Bomb//Facepalm/
Inooy
oooohh,,mulut bisa berkata baik2 sajah..tp liat Lidya d peluk pria d depan mata,,rasa nya g kuaaaaaaatt..pengeeen rasa nya memisahkan mereka!! 🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!