NovelToon NovelToon
Kakakku, Kekasih Suamiku

Kakakku, Kekasih Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Pelakor jahat / Nikahmuda / Poligami / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dini Nuraenii

Pernikahan Adelia dan Reno terlihat sempurna, namun kegagalan memiliki anak menciptakan kekosongan. Adelia sibuk pada karir dan pengobatan, membuat Reno merasa terasing.
​Tepat di tengah keretakan itu, datanglah Saskia, kakak kandung Adelia. Seorang wanita alim dan anti-laki-laki, ia datang menumpang untuk menenangkan diri dari trauma masa lalu.
​Di bawah atap yang sama, Reno menemukan sandaran hati pada Saskia, perhatian yang tak lagi ia dapatkan dari istrinya. Hubungan ipar yang polos berubah menjadi keintiman terlarang.
​Pengkhianatan yang dibungkus kesucian itu berujung pada sentuhan sensual yang sangat disembunyikan. Adelia harus menghadapi kenyataan pahit: Suaminya direbut oleh kakak kandungnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini Nuraenii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Atmosfer rumah di ibu kota terasa berat, seperti udara yang terlalu padat oleh kebohongan dan rahasia yang tak terucapkan. Adelia, dalam kebutaannya yang bahagia, adalah satu-satunya sumber cahaya yang ironis. Saskia dan Reno, bagai dua bintang yang ditakdirkan saling tarik tetapi dilarang bertemu, bergerak dalam orbit yang kaku, penuh kesakitan.

Sejak kembali dari kampung halaman, keheningan di antara Saskia dan Reno adalah kesunyian paling mematikan. Reno memaksakan diri bekerja, tetapi matanya hanya melihat bayangan Saskia di setiap sudut ruangan.

Saskia, di sisi lain, berusaha keras untuk menjadi bayangan ia nyaris tak terdengar, sibuk mengemas barang-barangnya yang hanya muat dalam dua kotak kardus kecil.

Reno memaksakan diri bekerja, tetapi setiap file di mejanya memantulkan bayangan Saskia. Ia tahu waktu terus berjalan mundur. Hanya ada dua hari tersisa, dan kepergian Saskia terasa seperti amputasi yang harus ia jalani tanpa bius. Ia memeluk Adelia lebih sering, memuji senyumnya lebih banyak, dan membicarakan rencana liburan romantis mereka dengan semangat palsu, seolah pelukan Adelia adalah satu-satunya benteng yang bisa melindunginya dari kehancuran.

Suatu sore, ketegangan itu menemukan celah yang tidak disengaja. Adelia, yang sibuk dengan persiapan pindahan Saskia dan juga tenggelam dalam panggilan konferensi yang mendesak dari perusahaannya, meminta bantuan.

"Mas Reno, bisakah kamu tolong antar Kakak sebentar?" pinta Adelia, sambil tangannya sibuk mengetik di laptop.

"Dia perlu membeli beberapa perlengkapan vital untuk apartemen studionya, seperti kunci ganda dan beberapa alat kebersihan. Aku tidak bisa menemaninya, ada meeting yang penting. Kalian berdua akan baik-baik saja, kan? Aku senang kalian sudah tidak tegang lagi."

Adelia melontarkan permintaan itu dengan keyakinan penuh, yakin bahwa konflik kecil yang ia duga terjadi antara suami dan kakak iparnya telah mereda. Ia melihat permintaan ini sebagai kesempatan bagi Saskia untuk merasa dihargai sebelum ia memulai hidup barunya.

Saskia, yang sedang berdiri di dekatnya, seketika menegang. Ia mencoba menolak, suaranya sedikit terlalu cepat. "Tidak perlu, Dek. Aku bisa naik taksi online saja. Aku tidak mau merepotkan Reno."

"Ah, jangan begitu, Kak," potong Adelia ceria, tanpa mengangkat kepala dari layar. "Mas Reno punya mobil besar, lebih nyaman untuk membawa barang. Sudah, Mas. Tolong temani, ya? Anggap ini sebagai perpisahan keluarga yang baik, Mas."

Reno melihat permintaan Adelia ini sebagai karunia yang tragis. Ia mengangguk kaku. "Tentu, Sayang. Ayo, Kak."

Di dalam mobil mewah yang bergerak lambat di keramaian ibu kota, udara terasa lebih dingin daripada di luar. Mereka berdua duduk dalam keheningan yang menyesakkan, ditemani oleh soundtrack musik klasik yang menenangkan yang selalu diputar Reno.

Mereka tiba di sebuah toko perlengkapan rumah tangga. Saat Saskia memilih kunci pengaman, Reno menariknya ke sudut yang sepi, di antara rak-rak peralatan dapur yang mengkilap.

"Aku tidak bisa menerima ini, Kak," bisik Reno, suaranya rendah, matanya tajam.

Saskia memegang sepotong gantungan kunci dengan erat, buku-buku jarinya memutih. "Tidak ada yang perlu diterima, Reno. Semuanya sudah selesai. Aku pindah, kamu kembali pada Adelia. Itu adalah hukuman yang adil."

"Hukuman?" Reno mencengkeram lengan Saskia, pelan namun memaksa. "Apa kamu pikir aku baik-baik saja? Kamu adalah hal yang paling nyata yang terjadi padaku dalam sepuluh tahun terakhir! Kamu adalah pelabuhan yang aku temukan di tengah kelelahan. Jangan berpura-pura bahwa malam itu tidak berarti apa-apa!"

Saskia mendongak, matanya berkaca-kaca, tetapi penolakan di dalamnya kini mengeras.

"Justru karena malam itu berarti segalanya, aku harus pergi!" sergah Saskia, suaranya rendah tetapi dipenuhi api moral yang membakar. "Aku mencintaimu, ya! Aku mengakuinya! Itu adalah dosa yang akan kubawa mati. Tapi, cintaku pada Adelia jauh lebih besar daripada dosaku padamu! Dia adalah adikku, dia menyelamatkan hidupku, dan aku tidak akan merusaknya. Kamu harus memilih dia, Reno. Dia wanitamu yang sah!"

"Adelia akan baik-baik saja!" desak Reno, putus asa. "Kita bisa melanjutkan ini secara diam-diam. Aku akan mencarimu di apartemen. Kita akan bertemu..."

"Tidak!" potong Saskia keras. "Aku pindah bukan hanya untuk Adelia, tapi untukku sendiri! Aku ingin membersihkan diriku dari dosa ini. Jika kamu mencintaiku, Reno, tunjukkan dengan membiarkan aku pergi dan kembali pada istrimu! Aku tidak akan pernah menjadi pilihanmu, Reno. Aku tidak mau!"

Ancaman itu adalah sanksi paling kejam yang pernah didengar Reno.

Ia tahu Saskia serius. Ia tahu Saskia akan melakukan apa saja untuk melindungi Adelia, bahkan jika itu harus menghancurkan Reno dan dirinya sendiri.

Reno berdiri membeku, melihat Saskia berjalan ke kasir, membeli perlengkapan untuk membangun sangkar penjara dirinya sendiri.

Setelah mengantar Saskia kembali ke rumah, Reno dan Adelia makan malam. Keheningan itu kembali, tetapi kini jauh lebih tajam.

Reno duduk sendirian di kantor kerjanya. Ia menatap ke luar jendela, melihat lampu-lampu ibu kota yang berkelip, jutaan kehidupan berjalan normal di luar sana, sementara dunianya sendiri sedang runtuh. Ia tidak bisa menerima penolakan Saskia. Ia tidak bisa membiarkan wanita yang telah menjadi kebenaran terlarangnya itu hilang begitu saja.

Di tengah malam, setelah Adelia tertidur lelap, Reno menyelinap keluar. Ia tidak masuk ke kamar Saskia. Ia hanya berjalan, melangkah perlahan, dan berhenti di depan pintu kamar tamu yang tertutup rapat.

Reno menyandarkan dahinya di kayu pintu yang dingin, memejamkan mata. Ia memohon melalui penghalang kayu itu, mengirimkan gelombang keputusasaan yang puitis.

“Pintu ini adalah keheningan terberatku, Kak. Di baliknya, kamu sedang membunuhku dengan kebaikanmu. Kamu menyiksaku dengan penolakanmu.

Aku tidak meminta kamu memilihku, aku hanya memohon agar kamu tidak menghukumku dengan ketiadaan. Biarkan aku mencintai dosa ini. Aku menunggumu. Jika kamu mencintaiku sedikit saja, bukalah pintu ini sekarang.”

Reno menunggu, napasnya tertahan. Ia menunggu hingga punggungnya terasa dingin karena keheningan. Saskia tidak bergerak. Ia tidak menangis. Ia tidak merespons. Reno akhirnya mundur, merasakan kekalahan total. Benteng moral Saskia terlalu kokoh.

Pagi hari kepindahan tiba. Sebuah truk kecil sudah diparkir di depan rumah.

Adelia, dengan semangat penuh, mengawasi semua proses pemindahan. Ia melihat ini sebagai awal dari babak baru yang bahagia dalam pernikahannya.

"Hati-hati, Mas! Kotak yang itu isinya buku-buku Kakak yang paling penting!" perintah Adelia.

Saskia memeluk Adelia lama. Pelukan itu adalah perpisahan yang tulus dan mengharukan bagi Adelia, tetapi bagi Saskia, itu adalah permintaan maaf terakhir atas dosa yang ia bawa.

"Aku akan sering mengunjungimu, Kak," kata Adelia, matanya berkaca-kaca.

"Jangan repot-repot, Del. Aku akan sering berkunjung. Aku harus fokus pada kateringku. Terima kasih untuk segalanya." Suara Saskia sangat terkontrol, tetapi matanya menghindari Reno sepenuhnya.

Reno berdiri di ambang pintu, melihat wanita yang ia cintai pergi, dibantu oleh istrinya sendiri. Ia merasa seperti seorang penonton di drama kehidupannya sendiri.

"Mas Reno, ayo kita ikut mengantar ke apartemennya," ajak Adelia.

Mereka tiba di apartemen studio kecil yang sudah disewa Adelia di area strategis ibu kota. Apartemen itu kosong, bersih, dan berbau cat baru. Sebuah ruang kecil yang terasa seperti akhir dari segalanya.

Adelia sibuk mengarahkan tukang angkut di lobby. Reno dan Saskia ditinggalkan di dalam apartemen, mengawasi penempatan dua kardus terakhir.

Reno segera mengunci pintu lobby apartemen dari dalam.

"Tolong. Kita hanya punya waktu lima menit," bisik Reno, nadanya mendesak, mengabaikan penolakan Saskia. Ia berjalan cepat mendekati Saskia.

"Reno! Jangan! Adelia ada di bawah!" sergah Saskia, panik.

"Aku tidak peduli! Aku tidak bisa membiarkanmu pergi! Kita akan bertemu lagi! Katakan padaku kamu akan menungguku! Aku akan mencari cara!" Reno memegang wajah Saskia, memaksanya menatapnya.

Saskia tidak lagi melawan secara fisik, tetapi tatapan matanya adalah penolakan paling mutlak.

"Aku tidak bisa, Reno," bisik Saskia, matanya penuh air mata, tetapi kini ada ketakutan yang lebih dalam dari sekadar moralitas.

"Aku tidak bisa bertemu lagi denganmu. Kamu tidak mengerti. Aku harus menjauh. Aku harus menanggung dosa ini sendirian, demi Adelia."

"Dosa apa lagi, Kak? Apa yang kamu sembunyikan?" tanya Reno, frustrasi.

Saskia menggeleng, air matanya deras, bercampur dengan keringat. Ia menjauh dari sentuhan Reno. Ia tahu, penolakan moral tidak akan menghentikan Reno lagi. Hanya kebenaran yang lebih besar yang bisa menyelamatkan mereka dari kehancuran ini.

"Aku tidak datang bulan, Reno," bisik Saskia, kata-kata itu keluar dengan suara yang hampir tak terdengar.

Reno membeku, tangannya terangkat di udara.

Saskia menunduk, menangis tersedu-sedu di ruangan kosong itu.

"Sejak... sejak kita di rumah di pinggiran kota itu, Reno. Sudah terlambat. Pengkhianatan kita tidak bisa dihentikan hanya dengan pindah. Kita... kita..."

Saskia mendongak, matanya menatap mata Reno, memohon pengampunan dan pengertian.

"...Kita tidak sendirian lagi."

Bayangan janin tak bersalah kini menjadi hasil paling nyata dari dosa mereka. Di tengah apartemen yang sunyi itu, Reno tahu, perpisahan ini adalah awal dari kehancuran yang tak terhindarkan. Cinta terlarang itu kini memiliki suara dan kehidupan.

1
Dew666
Up juga nih… yg banyak up nya penasaran kapan Adel tau pengkhianatan mereka
Ibu negara
aku kok masih bingung
Dew666
Kapan Adelia tau perselingkuhan mereka 😭😭😭
Dew666
Poor Adelia 😭😭😭
Dew666
👄👄👄👄👄
Dew666
Kasian Adelia 😭😭😭😭😭
Dew666
Kapan Adel tau perselingkuhan mereka😭😭😭
Dew666
Lanjut… kapan Adel tau kebusukan mereka?
Dew666
Lanjut… ayo langsung ketauan aja, biar Adelia gak d bohongi lama-lama, kasian Adelia..
Dew666
🍒🍒🍒
Dew666
Kasian Adelia….
Dew666
😍👍
Dew666
😍😍😍
Dew666
Kalian berdua jahat👹
Dew666
🌻❤️
Dini Nuraeni: Terimakasih sudah mampir kak😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!