Ini kisah tentang istri yang tidak dianggap oleh suaminya. Namanya Nadia. Ia bisa menikah dengan suaminya karena paksaan dari Nadia sendiri, dan Nufus menerimanya karena terpaksa.
Ada suatu hari dimana Nadia berubah tak lagi mencintai suaminya. Dia ingin bercerai, tetapi malah sulit karena Nufus, sang suami, malah berbalik penasaran kepada Nadia.
Dan saat cinta itu hilang sepenuhnya untuk Nufus karena Nadia yang sekarang bukanlah Nadia sesungguhnya, justru ia bertemu dengan cinta sejatinya. Cinta yang diawali dengan seringnya Nadia cari gara-gara dengan pria tersebut yang bernama Xadewa.
Lucunya, Xadewa adalah orang yang ditakuti Nufus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadi Ibu Peri
Hari itu cerah sekali. Cuaca benar-benar mendukung untuk jalan-jalan keliling kampung. Sejak pagi, Nadia sudah berhasil membujuk Xadewa untuk pergi bersamanya.
Padahal sebelumnya Nadia sempat kesulitan menemukan Xadewa. Ia bahkan tidak tahu persis di mana lelaki itu tinggal. Nomor telepon pun tidak punya. Setiap kali Nadia minta nomornya, Xadewa selalu menolak, berdalih malas kasih nomor ke perempuan dengan alasan takut digangguin pesan sepele seperti lagi apa? atau udah makan belum?
Padahal aslinya Xadewa tidak mau Nadia sampai punya nomornya, karena bisa berabe urusan.
Jadilah pagi itu Nadia keliling cari-cari Xadewa ke bagian pengepul. Tidak ada. Lalu dia coba mencarinya di pohon-pohon karena tidak dipungkiri Xadewa kerap nongol dari atas pohon. Hasilnya sama saja, tidak ada.
Akhirnya Nadia pulang ke rumah. Baru saja sampai depan gerbang dan mau membuka kunci, Xadewa yang sejak tadi dia cari-cari malah muncul sendiri, datang naik sepeda ontel.
Penampilannya rapi sekali. Wangi parfumnya langsung tercium aroma mahal yang membuat Nadia sempat mengernyit. Ini parfum mahal kayaknya, pikirnya. Biasanya Xadewa sampai ke parfum dia perhatikan, kali ini dia mungkin lupa sampai-sampai memakai parfum mahalnya. Tapi ya masuk akal juga. Xadewa kan juragan tengkulak. Kalau gaya hidupnya agak hedon, wajar-wajar saja karena masih terbeli dengan penghasilannya tersebut.
Xadewa memarkirkan sepedanya lalu menghampiri Nadia. Benar-benar seperti pucuk dicinta ulam pun tiba.
"Nadia, nih sarapan buat lu," katanya sambil menyodorkan bungkusan.
Nadia menerimanya dengan senang hati. Kebetulan sekali dia memang belum sarapan karena di kulkas pun tidak ada bahan masak, dan dari tadi di jalan dia hanya sibuk mencari-cari Xadewa.
"Makasih Bang, tau aja kalau saya lapar."
Xadewa hanya menaikkan alis, pertanda iya sama-sama, sekaligus menunjukkan kalau dia memang paling mengerti kondisi Nadia.
Dan kini,
Nadia yang tengah dibonceng Xadewa tiba-tiba minta berhenti di sebuah warung kopi. Warung itu cukup ramai. Ada banyak bapak-bapak dan beberapa anak muda nongkrong di sana. Kebanyakan sibuk menekuri layar HP, tetapi ada juga satu dua orang juga memilih ngobrol sambil ngopi dan nyemil goreng ubi.
Nadia sama sekali tidak canggung. Ia langsung melangkah masuk dan mengutarakan maksudnya tanpa basa-basi.
"Pemirsa... bapak-bapak dan saudara-saudara sekalian," serunya lantang membuat semua kepala langsung menoleh. "Maaf ganggu waktunya. Saya cuma mau nanya, di sini ada nggak yang punya hutang?"
Sontak suasana jadi riuh. Sepertinya hampir semua orang di sana memang punya hutang. Mereka saling lirik satu sama lain, mungkin merasa agak aneh tiba-tiba ada orang yang berteriak lantang, bertanya ada yang punya hutang tidak.
Salah satu dari mereka nyeletuk sambil nyengir, "Neng, emangnya kenapa nanya begitu? Mau lunasin hutangnya? Ini ada acara apa ya? Kamera mana kamera?
"Iya, tapi saya mau tahu dulu hutangnya buat apa? Tenang Pak. Ini bukan acara reality show, maupun konten. Nggak ada kamera ya, pemirsa sekalian."
Mendengar itu, mereka terdiam. Sebagian bingung, sebagian lagi justru mulai jujur mengungkapkan hutang yang dimiliki beserta alasannya.
Ada yang bilang hutang karena gengsi, lihat orang lain punya motor baru, dia juga ingin punya.
Yang itu langsung dijawab Nadia, “Maaf, saya nggak bisa bantu.”
Ada juga yang bilang utangnya karena kepepet, untuk biaya sekolah anak dan kebutuhan rumah tangga.
Nadia mengangguk pelan, lalu berkata, “Maaf juga, untuk sekarang saya belum bisa bantu. Mungkin lain waktu.”
Mendengar itu, banyak yang heran. Termasuk Xadewa sendiri. Awalnya mereka mengira Nadia akan bantu kalau alasan utangnya penting, dan menolak kalau utangnya cuma buat gaya-gayaan. Tapi ternyata dua-duanya malah nggak dibantu.
Orang-orang jadi makin penasaran. Apalagi Nadia masih lanjut bertanya, "Ada lagi nggak yang punya utang? Ceritain aja jujur."
Lalu lanjut seorang pemuda yang sejak tadi diam angkat bicara. Suaranya pelan dan malu-malu. Dia bilang punya hutang karena terlibat judi online. Motor digadaikan, uang habis, semua karena kalah main judi.
Nadia tertarik lalu bertanya lebih jauh, "Kenapa kamu bisa sampai kecanduan?"
Pemuda itu menjawab, Mulanya cuma coba-coba, masang kecil dan menang. Tapi makin lama makin tergoda main lebih besar. Awalnya memang menang, tapi lama-lama justru kalah.
Nadia mendengarkan dengan seksama lalu bertanya lagi, "Total hutangmu berapa? Kasih nomor rekening kemana saya harus bayar hutangmu, ya." Nadia sengaja tidak minta no rek yang bersangkutan karena khawatir bukannya dipakai bayar hutang, nanti malah dipakai masang lagi.
Barulah saat itu semua orang yang ada di warung kopi paham. Ternyata Nadia ingin membantu mereka yang terjerat hutang karena judi online.
Xadewa yang paling paham di sini. Ternyata Nadia ingin mengembalikan uang tersebut kepada mereka.
...***...
Begitu selesai dari warung kopi pertama, Nadia mengajak Xadewa keliling lagi. Mereka berhenti di beberapa tempat warung kecil, pos ronda, bahkan sempat bertanya ke orang-orang yang kebetulan lewat. Ada satu moment ketika seorang pria mencoba ambil kesempatan dengan berbohong punya hutang karena judi online, tapi langsung ditepis Xadewa. Pria itu langsung ciut dan minta maaf pada si juragan.
Akhirnya sekarang Nadia dan Xadewa berhenti di sebuah warung es kelapa dan bakmi. Nadia memesan dua es kelapa dan satu porsi bakmi. Katanya Xadewa tidak lapar. Tapi saat Nadia iseng nyodorin sejumput mi ke wajah Xadewa, pria itu malah menyambarnya dan langsung melahap.
Satu suapan ternyata bikin nagih. Xadewa pun ambil garpu lagi, lalu mulai ikut makan.
"Sok-sokan bilang nggak lapar," gerutu Nadia.
Meski makanannya ikut dihabiskan, Nadia tidak pesan tambahan. Padahal Xadewa sudah nyuruh kalau memang kurang. Tapi Nadia justru senang dibantuin makan karena porsinya memang cukup besar.
"Lu mau ke mana lagi?" tanya Xadewa setelah mereka selesai makan. "Kalau masih mau keliling cari orang yang punya hutang, lanjut sendiri aja ya. Gua ada urusan lain."
"Enggak kok. Hari ini cukup. Kan saya juga kerja sama abang, metik buah sama sayur. Habis ini saya mau ke kebun. Eh, sekarang lagi panen apa?"
"Jeruk sama mangga. Ada timun, sama jambu kristal juga."
"Oh, oke. Eh, hampir lupa. Minta nomor rekening abang dong. Saya mau bayar hutang. Sibuk bantuin orang malah hampir lupa hutang sendiri."
"Nggak usah. Gua bebasin aja utang lu. Lu hari inj udah kayak ibu peri soalnya." kata Xadewa ngeles. Padahal aslinya dia ogah ngasih nomor rekening ke Nadia.
"Serius?"
"Serius lah. Emangnya saldo lu tinggal berapa si?"
Nadia pun cek HP-nya, lalu menyebut nominal yang masih lumayan besar. Masih ratusan juta.
"Masih ada tujuh ratus juta nih. Senggol dong!"
"Ehem... Iya si. Banyak amat duitnya. Mau diapain tuch?" Xadewa ikut ngintip ke layar HP Nadia.
"Besok lanjut lagi jadi ibu peri. Sampe habis pokoknya!"
"Eheump, la iya si," jawab Xadewa sambil meringis dalam hati. Duit gua itu sebenernya.
Tiba-tiba dia mengubah nada.
"Nad, gua mau nanya sesuatu, boleh?"
"Nanya apa, Bang?"
"Kira-kira kapan lu ketiban nangka lagi?"
Nadia mencibir, memukul lengan Xadewa. wanita itu bilang harusnya senang punya temen bak pahlawan, bukannya disumpahin kena celaka lagi.
"Kalau nanya yang bener apa bang!"
Nadia ngomong begitu tiba-tiba aja Xadewa keinget mau nanya serius yang penting banget. Dia baru ngeh.
"Nad, ini serius gua nanya, kenapa lu mau bayar hutang ke gua pakai duit itu, sementara orang yang punya hutang gara-gara diluar judol lu gak kasih?"
.
.
Bersambung.
Lanjut baca, dari tadi rebutan ponsel sama bocil
apa dia ingin melindungi dewa atau hanya alibi ingin menguasai harta,??? /Doubt//Doubt//Shame/