NovelToon NovelToon
Bukan Karena Tak Cinta

Bukan Karena Tak Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Novia Anwar adalah seorang guru honorer di sebuah SMA negeri di kota kecil. Gajinya tak seberapa dan selalu menjadi bahan gunjingan mertuanya yang julid. Novia berusaha bersabar dengan semua derita hidup yang ia lalui sampai akhirnya ia pun tahu bahwa suaminya, Januar Hadi sudah menikah lagi dengan seorang wanita! Hati Novia hancur dan ia pun menggugat cerai Januar, saat patah hati, ia bertemu seorang pria yang usianya lebih muda darinya, Kenzi Aryawinata seorang pebisnis sukses. Bagaimana akhir kisah Novia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sidang Cerai Dan Ketok Palu

Suasana di depan rumah Tarman dan Suryani benar-benar gaduh tak terkendali. Bu Resti terus-menerus memojokkan Novia, berteriak-teriak dengan tuduhan wanita amoral dan simpanan. Novia hanya bisa menunduk, menangis terisak, merasa sangat malu dan terhina di depan orang tuanya, Kenzi, dan para tetangga yang mengerumuni.

Melihat Novia yang semakin terpojok, Kenzi tak bisa lagi menahan diri. Kemarahannya meluap. Ia melangkah maju, berdiri di antara Bu Resti dan Novia, seolah menjadi perisai bagi wanita itu.

"Cukup, Bu!" bentak Kenzi, suaranya menggelegar, lebih keras dari teriakan Bu Resti. "Jangan lagi memfitnah Novia! Anda tidak tahu apa-apa tentang dia!"

Bu Resti terkejut dengan interupsi Kenzi. Ia menatap Kenzi dengan mata melotot. "Heh, kamu ini siapa?! Berani-beraninya ikut campur urusan orang!"

"Saya adalah orang yang tidak akan membiarkan Anda terus-menerus menyebarkan berita bohong dan menghancurkan hidup orang lain!" balas Kenzi, nadanya tegas dan penuh ancaman. "Anda jangan seenaknya menuduh orang berzina dan amoral tanpa bukti! Itu namanya fitnah!"

Adu mulut pun pecah antara Kenzi dan Bu Resti. Kenzi, dengan tenang namun tajam, mencoba membantah setiap tuduhan Bu Resti. Sementara Bu Resti, dengan emosi yang tak terkontrol, terus melontarkan hinaan dan makian.

"Saya melihat sendiri dia turun dari mobilmu! Jadi itu bukan fitnah!" teriak Bu Resti. "Kamu pasti pacar barunya, kan? Dasar janda genit!"

"Novia baru saja kehilangan pekerjaannya karena fitnah Anda ! Dan Anda masih tega menghinanya?!" Kenzi tak gentar. "Anda tidak punya hati nurani!"

Suryani, yang menyaksikan Kenzi dengan berani membela putrinya, merasakan setitik kelegaan di tengah badai emosi. Hatinya nampak senang melihat ada orang asing yang begitu peduli dan berani melawan Bu Resti yang selama ini tak pernah ada yang berani menghadapinya. Ia menatap Kenzi dengan tatapan penuh terima kasih.

Keributan itu semakin menarik perhatian. Teriakan Kenzi dan Bu Resti membuat suasana makin ramai. Tarman berusaha menenangkan Suryani, yang kini juga ikut-ikutan menyemangati Kenzi.

"Hajar saja, Nak! Biar tahu rasa dia!" seru Suryani.

Tiba-tiba, dari ujung gang, muncul lagi sosok Pak RT. Wajahnya tampak lebih kesal dari sebelumnya. Ia sudah lelah harus bolak-balik melerai pertikaian yang sama. Dengan napas terengah-engah, Pak RT segera mendekat ke sumber keributan.

"Cukup! Cukup semuanya!" teriak Pak RT, suaranya menggelegar, memecah adu mulut Kenzi dan Bu Resti. "Ada apa lagi ini?! Kenapa tidak ada habisnya?! Kita ini hidup bertetangga, jangan seperti hewan!"

Pak RT segera berdiri di antara Kenzi dan Bu Resti, mencoba memisahkan mereka. Ia menatap Bu Resti dengan tatapan tajam. "Bu Resti! Sudah saya bilang, jangan membuat keributan di lingkungan RT! Kenapa Ibu tidak dengar?!"

****

Hari yang dinanti, sekaligus ditakuti, akhirnya tiba. Udara di dalam ruang sidang Pengadilan Agama terasa dingin, namun bagi Novia, hawa panas membakar hatinya. Ini adalah sidang lanjutan dari proses perceraiannya dengan Januar. Mediasi telah gagal total, dan kini tak ada jalan kembali.

Novia duduk di kursi yang terasa dingin, di samping pengacaranya. Di seberang sana, Januar duduk dengan wajah datar, didampingi pengacaranya. Di belakang Januar, seperti bayangan yang tak pernah lenyap, tampak Diana dengan wajah pongah dan Karina yang sesekali melirik Novia dengan pandangan yang sulit diartikan.

Hakim Ketua memulai jalannya sidang. Setelah mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak dan mempertimbangkan bukti-bukti yang ada, tibalah saat yang paling menentukan.

"Dengan ini, Majelis Hakim memutuskan," suara Hakim Ketua terdengar jelas dan lantang, memecah keheningan yang mencekam. "Mengabulkan gugatan cerai Penggugat terhadap Tergugat. Saudara Januar Hadi dan Saudari Novia Anwar, terhitung mulai hari ini, resmi dinyatakan bercerai."

Tok! Tok! Tok!

Ketukan palu hakim menggema di ruang sidang. Suara itu bagaikan guntur yang menyambar, mengakhiri sebuah babak dalam hidup Novia. Air mata Novia langsung tumpah. Ia resmi menyandang status janda. Meski menyakitkan, ada sedikit kelegaan yang muncul, seolah beban berat telah terangkat dari pundaknya.

****

Namun, momen penting itu tak berjalan tenang. Begitu palu diketuk dan putusan dibacakan, Diana yang sedari tadi menahan diri, langsung meledak. Wajahnya berseri-seri penuh kemenangan, namun bibirnya melontarkan kalimat-kalimat hinaan yang menusuk.

"Rasakan kau, Novia! Akhirnya kamu dicerai juga!" teriak Diana lantang, suaranya menggelegar di ruang sidang, mengejutkan semua orang termasuk majelis hakim. "Memang pantas! Wanita mandul dan tidak tahu malu sepertimu memang tidak layak bersanding dengan anak saya yang terhormat!"

Suasana menjadi gaduh seketika. Beberapa pengunjung sidang dan bahkan para staf pengadilan menoleh ke arah Diana dengan terkejut. Hakim Ketua langsung menatap Diana dengan tatapan tajam.

"Mohon tenang! Jaga ketertiban persidangan!" tegur Hakim Ketua, nadanya tegas.

Namun, Diana tak peduli. Ia merasa di atas angin. Ia berdiri dari kursinya, menunjuk-nunjuk Novia dengan jari telunjuknya. "Kamu pikir kamu siapa?! Berani-beraninya menjelek-jelekkan anak saya di depan hakim?! Dasar wanita amoral! Sekarang lihat, kamu tidak punya apa-apa lagi! Januar sudah bahagia dengan Karina!"

Diana bahkan melirik ke arah Karina yang duduk di sebelahnya dengan senyum penuh kemenangan. "Karina jauh segala-galanya darimu! Dia bisa memberikan Januar keturunan! Dia bisa membuat Januar bahagia! Kamu hanya sampah yang sudah dibuang!"

Novia menunduk, tak sanggup lagi mengangkat kepalanya. Air matanya semakin deras mengalir. Di momen paling rentan dalam hidupnya, ia harus kembali dihina dan diinjak-injak di depan umum, bahkan di hadapan majelis hakim. Januar sendiri tampak terkejut dengan ledakan emosi ibunya, ia mencoba menenangkan Diana, namun sia-sia.

"Keluar! Keluar dari sini sekarang juga!" perintah Hakim Ketua, menunjuk ke arah Diana. "Jika Anda tidak bisa menjaga ketertiban, Anda akan saya usir!"

Diana mendengus, namun akhirnya membiarkan Januar dan pengacaranya menariknya keluar dari ruang sidang. Ia melangkah keluar dengan kepala terangkat tinggi, masih melontarkan senyum sinis ke arah Novia, seolah telah meraih kemenangan besar dalam pertempuran panjang ini. Novia hanya bisa terisak, membiarkan air mata membersihkan sebagian dari rasa sakit yang tak tertahankan.

****

Udara panas kota siang itu terasa menusuk, sama panasnya dengan hati Novia. Ia duduk sendirian di halte bus depan gedung Pengadilan Agama, bahunya terguncang isak tangis yang tertahan. Baru saja ia resmi bercerai, dan di tengah kepedihannya, ia harus menanggung hinaan Diana yang begitu keji di ruang sidang. Kini, ia hanya ingin pulang, meringkuk dalam kesendirian.

Ia menatap kosong keramaian jalan, pikiran melayang tak tentu arah. Status barunya sebagai janda terasa begitu berat, ditambah lagi dengan kehilangan pekerjaan dan fitnah yang terus-menerus mendera. Ia merasa seolah tak punya siapa-siapa lagi.

Tiba-tiba, sebuah mobil sedan hitam berhenti di depannya. Jendela mobil terbuka, dan wajah Kenzi muncul dari sana. Pria itu menatap Novia dengan sorot mata khawatir.

"Bu Novia? Anda baik-baik saja?" tanya Kenzi, nadanya lembut. Ia pasti melihat Novia masih di sana setelah sidang selesai.

Novia terkejut dengan kemunculan Kenzi. Ia cepat-cepat mengusap air matanya, berusaha menyembunyikan kesedihannya. "Pak Kenzi... saya tidak apa-apa," jawabnya lirih, meskipun suaranya masih serak.

Kenzi membuka pintu mobilnya dan melangkah keluar, menghampiri Novia. "Tidak. Anda jelas tidak baik-baik saja. Mata Anda sembab. Anda habis menangis lagi, kan?" Ia menatap Novia dengan penuh kepedulian. "Sudah selesai sidangnya?"

Novia mengangguk pelan. "Sudah. Saya... saya resmi bercerai."

****

Tepat saat Kenzi menghampiri Novia, sebuah mobil lain melintas tak jauh dari halte. Itu adalah mobil yang dikemudikan oleh Pak Marzuki, dan di kursi penumpang, duduk Bu Desi. Rupanya, Bu Desi kebetulan melintas di jalan itu setelah Pak Marzuki mengantarnya pulang dari sekolah.

Mata Bu Desi langsung melotot begitu melihat Novia berdiri di halte, dan lebih parahnya, ada Kenzi yang sedang berbicara dengannya dengan penuh perhatian. Wajahnya langsung memerah padam. Ia tak bisa menahan diri. Tanpa aba-aba, Bu Desi meminta Pak Marzuki untuk berhenti.

"Mas! Berhenti, Mas! Berhenti sekarang juga!" teriak Bu Desi.

Pak Marzuki yang terkejut, terpaksa menepikan mobilnya. Bu Desi langsung membuka pintu dan melompat keluar, berjalan cepat menghampiri Novia dan Kenzi di halte. Wajahnya penuh amarah, lebih menyeramkan dari sebelumnya.

"Dasar wanita tidak tahu malu! Amoral! Pantas saja hidupmu hancur! Mandul! Suami kabur! Dipecat! Sekarang jadi janda murahan yang genit!" Bu Desi terus mencerca, tak peduli dengan orang-orang yang mulai menoleh. "Kamu itu sampah! Tidak ada gunanya hidup! Seharusnya kamu itu musnah saja!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!