Setelah tujuh tahun nikah, Aris itu tetap saja sedingin es. Kinanti cuma bisa senyum, berusaha sabar. Dia cinta banget, dan dia yakin suatu hari nanti, es di hati suaminya itu bakal luntur.
Tapi, bukannya luntur, Aris malah jatuh hati sama cewek lain, cuma gara-gara pandangan pertama.
Kinanti tetap bertahan, mati-matian jaga rumah tangganya. Puncaknya? Pas ulang tahun Putri, anak semata wayang mereka yang baru pulang dari luar negeri, Aris malah bawa Putri buat nemenin cewek barunya itu. Kinanti ditinggal sendirian di rumah kosong.
Saat itulah, harapan Kinanti benar-benar habis.
Melihat anak yang dia besarkan sendiri sebentar lagi bakal jadi anak cewek lain, Kinanti sudah nggak sedih lagi. Dia cuma menyiapkan surat cerai, menyerahkan hak asuh anak, dan pergi dengan kepala tegak. Dia nggak pernah lagi nanyain kabar Aris atau Putri, cuma nunggu proses cerai ini kelar.
Dia menyerah. Kinanti kembali ke dunia bisnis dan, nggak disangka-sangka, dirinya yang dulu diremehin semua orang...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara Jiwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cincin yang Hilang
Nenek tampak tak berdaya. Dia merasa Kinanti tak cukup kuat dan terlalu tunduk pada Aris.
Banyak kesempatan yang Kinanti lewatkan dengan sia sia. Akibatnya, selama bertahun tahun hubungan mereka tak ada kemajuan.
Namun, Kinanti sudah membuat keputusan. Nenek pun enggan memaksanya.
Acara makan malam resmi dimulai. Semua orang mengobrol dan makan bersama.
Suasanya cukup menyenangkan.
Kinanti tak banyak bicara. Dia hanya menundukkan kepalanya makan dengan tenang.
Sudah lebih dari sepuluh menit semenjak kedatangan Aris di kediaman Anggasta, tapi mereka berdua belum berbicara sepatah kata pun.
Bahkan bisa dibilang, tidak ada komunikasi sama sekali saat acara berlangsung.
Yah, beginilah cara mereka bersikap sebagai pasangan suami istri.
Sebenarnya, semua yang hadir sudah terbiasa dengan hal itu. Tidak ada yang aneh, semua tampak normal.
Dulu, saat Putri ingin memakan sesuatu, semua Kinanti yang mengurusnya. Sekarang, Putri sudah terbiasa meminta bantuan pada Aris, agar Aris menyendokkan makanan untuknya.
Hanya saja, saat ingin memakan udang, dia justru menatap Kinanti.
Bagaimana tidak! Dulu, tiap kali makan udang, Kinanti pasti akan langsung mengupas kulit udang untuknya dan Aris.
"Ma, aku pengen makan udang," ucap Putri.
Kinanti memang ingin bercerai, dan tidak ingin berseteru dengan Aris tentang masalah hak asuh Putri.
Meski begitu, Putri tetaplah darah dagingnya.
Dia masih punya tanggung jawab dan kewajiban untuk memperlakukannya dengan baik dan memenuhi kebutuhan semampunya.
"Ya," jawab Kinanti usai Putri mengatakannya.
Dia lantas menaruh sendoknya dan mulai mengupas kulit udang. Tanpa sengaja, nenek melihat jari jemari Kinanti dan langsung tersentak, berkata, "Kinanti, cincinmu ke mana?"
Begitu mendengar ucapan nenek, semua orang termasuk Aris melihat tangan Kinanti.
Meski kondisi pernikahannya dengan Aris tidak harmonis, Kinanti selalu memakai cincin kawin yang disiapkan nenek untuknya.
Sebaliknya, Aris justru tidak pernah sekalipun memakainya.
Entah dibuang ke mana cincin kawinnya itu!
Ke manapun Kinanti pergi, dia selalu memakainya, enggan melepaskannya walau sebentar.
Semua orang juga sudah terbiasa akan hal itu.
Dan karena hal itulah Maya sering mencibirnya selama ini.
Awalnya, semua orang tidak menyadari kalau Kinanti tidak memakai cincin pernikahannya. Bagaimanapun, mereka tak punya alasan untuk selalu mengamati Kinanti.
Kalau bukan karena perkataan nenek barusan, semua orang yang hadir tidak akan menyadarinya.
"Pagi tadi buru buru ke kantor, Nek. Tertinggal di rumah," jawab Kinanti dengan tenang sembari berhenti sejenak dari mengupas kulit udang.
Faktanya, Kinanti sudah melepas cincin kawinnya saat mempersiapkan berkas perceraian.
Dia memasukkan cincin itu ke dalam amplop bersama berkas berkas lainnya.
Namun, dirinya dan Aris belum resmi bercerai. Di sisi lain, dia tahu nenek pasti tidak akan setuju tentang perceraian mereka. Jika sekarang dia membahas perceraian, perceraian mereka tentu tidak akan pernah terjadi.
Oleh sebab itulah Kinanti berbohong pada nenek.
"Oh, begitu," sahut nenek sambil tersenyum.
Setelah itu, suasana kembali normal, semua orang makan seperti biasa.
Makan malam selesai disantap, semua orang pindah ke ruang tamu untuk makan hidangan penutup dan lanjut mengobrol.
Nenek selalu ingin menyatukan Kinanti dan Aris.
Jadi dia kembali meminta mereka untuk duduk bersama.
Aris sama sekali tidak memperhatikan Kinanti.
Sedangkan Kinanti, dia pribadi tidak ingin duduk di sana. Namun apa daya, susah untuk terus menolak permintaan nenek. Dia pun terpaksa duduk di sebelah Aris.
Ini pertama kalinya mereka duduk begitu dekat dalam beberapa bulan ini.
Kinanti bahkan bisa mencium dengan jelas aroma parfum maskulin milik Aris yang sangat familier baginya.
Untungnya, belakangan ini sikap Kinanti layaknya air yang tenang. Dia hanya duduk dalam diam sambil menikmati puding buah di depannya. Tak ada keinginan sedikit pun untuk mengobrol dengan Aris.
Nenek justru merasa sangat puas. "Sungguh pasangan yang serasi," ucap nenek sambil menatap Kinanti dan Aris sambil tersenyum.
Si pria berwajah tampan dan tinggi, sedangkan si wanita terlihat pendiam, lembut dan cantik. Dengan tampilan seperti itu, mereka berdua memang terlihat seperti pasangan serasi.
Namun, keduanya hanya cocok dalam penampilan luar saja.
Dalam banyak hal, Kinanti masih memiliki banyak kekurangan.
Meski tidak setuju, Maya dan Sinta tidak ingin merusak kebahagiaan yang terpancar di mata nenek.
Malam itu, mereka semua menginap di kediaman Anggasta sesuai dengan keinginan nenek.
Sekitar jam delapan malam, Aris dan nenek pergi ke ruang kerja membicarakan bisnis keluarga. Sedangkan Putri, dia tanpa ragu mengajak Kinanti ke atas untuk mandi lalu tidur.
Kinanti pun menurutinya.
Saat duduk di bak mandi, Putri menatap Kinanti.
Ada keinginan untuk mengetes Kinanti di dalam hati gadis kecil itu.
"Ma, besok pagi, Mama sibuk nggak?" tanya Putri sedikit ragu.
Meski bisa mengalah dan membiarkan ibunya mengantar ke sekolah besok pagi, di dalam hatinya tetap lebih berharap ditemani Tante Dinda.
Alangkah baiknya jika besok pagi ibunya sibuk.
"Nggak, kenapa?" jawab Kinanti menggelengkan kepalanya.
Saat mendengar jawaban ibunya, Putri tampak mengerutkan bibirnya dengan kecewa, lalu berkata, "Nggak apa apa kok, Ma."
Yah, apa boleh buat, karena Putri tidak ingin mengatakannya, Kinanti pun tidak bertanya lebih lanjut.
Selesai Putri mandi, Kinanti lanjut membantunya mengerikan rambut.
Namun, belum lama mengeringkan rambut, Putri berkata kalau dia ingin langsung tidur.
Kinanti melihat Putri terus menatap ponselnya. Dia tahu kalau Putri sebenarnya ingin bermain ponsel.
"Mainnya HP nya bentar aja, jangan terlalu lama. Langsung tidur loh, ngerti?" ucap Kinanti.
"Iya, Mama."
Bagaimanapun, besok ibunya punya waktu untuk mengantarnya. Dia harus memberitahukan masalah ini pada Tante Dinda.
Putri khawatir Tante Dinda akan sedih dan kecewa saat mengetahuinya. Gadis kecil itu pun terus berpikir bagaimana cara mengatakannya pada Tante Dinda.
Sejak awal dia sudah merasa kesal. Ditambah mendengar omelan ibunya barusan, suasana hatinya semakin dongkol. "Mama cepat keluar, gih. Jam setengah sepuluh aku matikan HP ku," ucap Putri sembari mendorong Kinanti agar cepat keluar dari kamarnya.
Putri memang sudah terbiasa bersikap disiplin pada dirinya sendiri.
Kinanti lantas mengucapkan selamat malam baru kemudian keluar kamar.
Putri langsung menutup dan mengunci pintu.
Baru saja berjalan beberapa langkah, Kinanti mendengar suara Putri mengunci pintu.
Kinanti tahu, satu satunya yang Putri waspadai hanyalah dirinya, bukan orang lain.
Alasan kenapa Putri sangat mewaspadai dirinya, mungkin ada suatu hal yang ingin didiskusikan putrinya bersama Dinda.
Faktanya memang seperti itu.
Putri langsung membuka ponselnya saat selesai mengunci pintu. Dia langsung mengirim pesan Whatsapp pada Dinda.
[Tante Dinda...]
Kinanti tidak tahu tentang apa yang mereka bicarakan.
Dia tidak ingin memikirkannya dan juga malas memedulikannya.
Dia pun memilih pergi ke kamarnya.
Di mata nenek, Kinanti adalah wanita yang baik.
Tidak heran nenek sering meminta Kinanti datang sekadar untuk makan bersama.
Jadi selama ini, ada begitu banyak barang kebutuhan sehari hari milik Kinanti di kediaman Anggasta.
Kinanti mengambil baju tidurnya dan pergi mandi.
Selesai mandi, dia terduduk di bagian tempat dirinya biasa tidur. Waktu terasa masih belum larut, Kinanti lantas mengambil buku yang ditaruhnya dalam tas dan mulai membacanya.
Entah berapa lama waktu sudah berjalan, mata Kinanti mulai terasa perih. Saat menutup buku dan melihat arlojinya, barulah dia sadar waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas.
Namun, Aris masih belum kembali.
Awalnya, Aris selalu merasa kalau Kinanti sengaja menjebaknya dalam pernikahan.
Namun, setelah usia pernikahan menginjak tiga tahun, hubungan antara mereka telah membaik dibandingkan sebelumnya. Yah, meski belum terlalu dekat.
Hanya saja, segera setelah itu, Dinda muncul.
Aris jatuh cinta pada Dinda dan mulai lagi menjaga jarak.
Setelah itu, Aris hampir tak pernah menyentuhnya lagi.
Jadi, entah Aris memang tidak ingin kembali ke kamar meski sudah selarut ini, atau mungkin masih ada hal yang harus dikerjakannya.
Saat memikirkannya, Kinanti tanpa sadar langsung meninggalkan kamar dan turun ke bawah.
Tepat ketika hendak turun, terdengar suara obrolan tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Semuanya sudah tidur, kenapa belum ke kamar? Apa karena ada Kinanti, kamu nggak mau ke kamar?"