NovelToon NovelToon
Dia Yang Kau Pilih

Dia Yang Kau Pilih

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Selingkuh / Berondong
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Rika Nurbaya adalah seorang guru honorer yang mendapat perlakuan tak mengenakan dari rekan sesama guru di sekolahnya. Ditengah huru-hara yang memuncak dengan rekan sesama guru yang tak suka dengan kehadirannya, Rika juga harus menghadapi kenyataan bahwa suaminya, Ramdhan memilih wanita lain yang jauh lebih muda darinya. Hati Rika hancur, pernikahannya yang sudah berjalan selama 4 tahun hancur begitu saja ditambah sikap ibu mertuanya yang selalu menghinanya. Rika pun pergi akan tetapi ia akan membuktikan bahwa Ramdhan telah salah meninggalkannya dan memilih wanita lain.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Putusan Cerai

Rika menarik napas dalam-dalam. Ia melihat Bu Rosba, ia melihat kebencian yang membutakan wanita itu. Ia melihat ketakutan Miss Rini yang bersembunyi di balik sokongan Rosba. Dan ia melihat dirinya sendiri: seorang guru honorer yang sudah kehilangan segalanya, kecuali komitmen pada murid-muridnya.

Rika tersenyum, senyum yang dingin, tanpa kehangatan.

“Saya mengerti pandangan Ibu, Bu Rosba. Saya memang wanita yang penuh emosi, karena saya manusia. Saya menangis di Pengadilan Agama, dan saya membela diri di depan gerbang sekolah. Karena saya tidak bisa lagi menoleransi ketidakadilan.”

Rika berjalan maju, mengambil posisi yang setara dengan Rosba. “Tapi, mari kita lihat fakta. Saya memang tidak sempurna, tapi murid-murid saya belajar di kelas saya. Mereka aktif, mereka berani bicara, dan mereka mendapatkan nilai bagus.”

“Sementara Ibu,” Rika menatap mata Rosba, suaranya sangat rendah, namun menusuk, “Ibu adalah guru senior yang sempurna secara status, tapi Ibu menghukum satu kelas hanya karena Ibu membenci walikelasnya. Ibu memfitnah saya kepada Kepala Sekolah. Dan sekarang, Ibu menyerang moralitas saya di ruang guru, tanpa sedikit pun tahu apa yang saya rasakan.”

Rika menyentuh dadanya. “Saya memang tidak sempurna. Tapi di antara kita berdua, Bu Rosba, saya lebih memilih menjadi guru yang tidak sempurna tapi dicintai dan dihormati murid-murid, daripada menjadi guru yang sempurna secara status, tapi dibenci dan ditakuti karena kebencian Ibu.”

“Jika melawan ketidakadilan adalah perbuatan tidak sopan, maka saya bangga menjadi wanita yang tidak sopan! Dan jika Ibu menganggap saya tidak pantas jadi guru karena saya membela diri, maka biarkan saja. Saya akan biarkan waktu dan hasil kerja keras saya yang membuktikan.”

Rika berbalik, meninggalkan Rosba yang kini berdiri kaku, wajahnya pucat karena kekalahan yang berulang. Miss Rini terlihat panik, menyentuh lengan Rosba, mencoba menenangkan. Rika tidak lagi peduli. Ia sudah selesai dengan drama ini. Ia hanya perlu mengajar. Ia berjalan ke mejanya, mengambil buku pelajaran, dan menuju kelas. Di matanya, hanya ada satu tujuan: menjadi guru terbaik yang pernah ada di sekolah itu.

****

Gedung Pengadilan Agama kembali menjadi saksi bisu hari terakhir pernikahan Rika Nurbaya dan Ramdhan. Hari ini adalah hari putusan. Hari di mana tali ikatan yang sudah lama putus secara emosional, kini diputuskan secara hukum. Rika datang dengan hati yang benar-benar hampa, tak ada lagi air mata, tak ada lagi harapan. Ia mengenakan blus putih yang bersih, simbol awal yang baru.

Ia duduk di ruang sidang yang penuh sesak. Ramdhan hadir kali ini, duduk di sisi lain ruangan. Pria itu tampak tegang, wajahnya kuyu. Di kursi pengunjung, duduklah Ibu Cahya. Wanita tua itu datang bukan sebagai pendamping, melainkan sebagai algojo. Matanya tajam, rahangnya terkatup rapat, dan ia terlihat sangat siap untuk pertempuran verbal.

Sidang berjalan cepat. Hakim membacakan putusan, mengakhiri pernikahan Rika dan Ramdhan. Kata-kata “resmi bercerai” terasa dingin dan final. Rika mengangguk, menerima takdir itu dengan lapang dada.

Ramdhan, tampak lega sekaligus bersalah, segera bangkit setelah sidang ditutup. Ia melirik Rika sekilas, sorot mata yang dipenuhi penyesalan.

Saat Rika hendak bangkit, Cahya bergerak lebih cepat. Ia berdiri, menghalangi jalan Rika, dan memamerkan senyum kemenangan yang paling kejam.

“Selamat, Rika,” desis Cahya, suaranya dipenuhi racun. “Akhirnya kamu bebas. Bebas menjadi janda kembang yang tidak laku dan guru honorer miskin.”

Rika menghela napas. Ia menatap Cahya, tidak terkejut, tidak marah, hanya merasa bosan.

"Saya terima keputusan ini, Bu Cahya. Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan,” jawab Rika, berusaha melewatinya.

****

Namun, Cahya tidak memberi jalan. Ia meninggikan suaranya, memastikan semua orang di ruangan itu—termasuk beberapa kerabat dari kasus lain—mendengar setiap kata penghinaan.

“Kamu pikir kamu menang, Rika? Kamu itu dikasihani! Anak saya menceraikan kamu karena kamu tidak becus! Kamu mandul! Kamu hanya sampah yang harus disingkirkan dari keluarga kami!” teriak Cahya.

"Kamu lihat Ramdhan? Dia akan menikah dengan Milea! Wanita kaya, dari keluarga terhormat! Milea akan memberikan cucu, Milea akan mengangkat derajat anak saya! Sementara kamu? Kamu hanya akan kembali ke gubuk orang tuamu, membawa ijazah guru dan status honorer kamu itu!”

Cahya mencondongkan tubuhnya ke depan, berbisik dengan nada paling menghina. “Kamu tidak pantas bahagia, Rika. Kamu akan hidup sendirian. Kamu akan menjadi janda tua, menyesali kenapa kamu dulu sombong sekali!”

Rika merasakan gejolak terakhir di dadanya. Ini adalah momen terakhir. Ia harus mengakhiri drama ini selamanya. Ia menatap Cahya dengan sorot mata yang penuh belas kasihan, bukan kebencian. Sorot mata yang seolah melihat Cahya sebagai seorang yang patut dikasihani.

“Ibu Cahya,” ujar Rika, suaranya pelan, namun mengandung kekuatan yang menghentikan semua bisik-bisik di ruangan itu.

“Saya mengerti. Ibu datang ke sini untuk melihat saya hancur, untuk melihat saya menangis. Sayangnya, Ibu tidak akan mendapatkan itu.”

Rika menatap Ramdhan, yang berdiri di belakang Cahya dengan wajah malu. Ramdhan tidak berani menyela ibunya.

"Saya sudah resmi bercerai dari Ramdhan. Saya tidak punya ikatan lagi dengan keluarga ini. Dan saya berterima kasih,” kata Rika.

Cahya terkejut. “Berterima kasih? Kenapa kamu berterima kasih?”

“Saya berterima kasih, Bu, karena akhirnya saya bebas. Bebas dari rumah tangga yang isinya hanya kebencian Ibu. Bebas dari suami yang pengecut, yang bahkan tidak berani membela istrinya dari hinaan ibunya sendiri,” Rika menatap tajam ke arah Ramdhan. Ramdhan menunduk, tidak mampu membalas tatapan itu.

"Ibu bangga dengan Milea yang kaya dan akan memberikan cucu. Itu bagus, Bu. Saya doakan Ibu bahagia.”

****

Rika maju selangkah, kini wajahnya hanya berjarak beberapa inci dari wajah Cahya. “Tapi, Ibu harus ingat. Saya meninggalkan Ramdhan dengan martabat saya. Saya tidak menuntut harta apa pun. Saya tidak memeras. Saya pergi dengan tangan kosong, tapi dengan kepala tegak.”

Rika menyentuh pakaiannya. “Saya memang guru honorer. Gaji saya kecil. Tapi, uang itu hasil keringat saya sendiri. Itu yang membuat saya bisa berdiri di sini hari ini, menghadapi Ibu tanpa rasa takut dan tanpa perlu memohon.”

“Sementara Ibu,” Rika menjeda, suaranya kini menusuk. “Ibu berdiri di sini hari ini, memamerkan kebahagiaan anak Ibu, memamerkan kekayaan calon menantu Ibu. Kebahagiaan dan kekayaan itu bukan milik Ibu. Itu milik orang lain.”

“Ibu datang ke tempat yang seharusnya penuh dengan penyesalan, tapi Ibu malah mencari panggung. Ibu datang untuk menunjukkan kemenangan, tapi Ibu hanya menunjukkan betapa kosongnya hati Ibu.”

“Ibu menghina saya karena saya tidak punya apa-apa, Bu. Tapi saya punya cinta dari orang tua saya. Saya punya hormat dari murid-murid saya. Dan saya punya satu hal yang tidak akan pernah bisa Ibu miliki, bahkan dengan semua kekayaan Milea,” kata Rika.

Cahya menatapnya bingung. “Apa? Apa yang kamu punya?”

Rika tersenyum, senyum yang paling tulus dan paling mematikan.

“Saya punya kedamaian, Bu. Kedamaian sejati.”

“Saya sudah melepaskan semua kebencian, semua kesedihan. Saya sudah memaafkan Ramdhan, dan saya sudah memaafkan Ibu. Karena saya tahu, orang yang bahagia tidak akan pernah menghabiskan waktunya untuk merusak kebahagiaan orang lain.”

1
Purnama Pasedu
nggak lelah Bu cahaya
Aretha Shanum
ada orang gila lewat thor
La Rue
Ceritanya bagus tentang perjuangan seorang perempuan yang bermartabat dalam meperjuangkan mimpi dan dedikasi sebagai seorang perempuan dan guru. Semangat buat penulis 👍❤️
neur
👍🌹☕
Purnama Pasedu
Shok ya
Purnama Pasedu
Bu rosba panik
Purnama Pasedu
bo rosba nggak kapok ya
Purnama Pasedu
Bu rosba,,,itu Bu riika bukan selingkuh,kan dah cerai
Purnama Pasedu
benar itu Bu Guru
Purnama Pasedu
wanita yg kuat
Purnama Pasedu
lah Bu rosba sendiri,bagaimana
Purnama Pasedu
bener ya bu
Jemiiima__: Halo sahabat pembaca ✨
‎Aku baru merilis cerita terbaru berjudul BUKAN BERONDONG BIASA
‎Semua ini tentang Lucyana yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucy berani jatuh cinta lagi? Kali ini pada seorang Sadewa yang jauh lebih muda darinya.
‎Mampir, ya… siapa tahu kamu ikut jatuh hati pada perjalanan mereka.
‎Dukung dengan like ❤️ & komentar 🤗, karena setiap dukunganmu berarti sekali buatku. Terimakasih💕
total 1 replies
Purnama Pasedu
lawan yg manis ya
Purnama Pasedu
bawaannya marah terus ya
Purnama Pasedu
Bu rosba iri
Purnama Pasedu
jahat ya
Purnama Pasedu
kalo telat,di marahin ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!