"Sedang Apa Kalian?"
"Wah! Mereka Mesum!"
"Sudah jangan banyak bacot! Kawinin Pak saja! Kalo gak mau Arak Keliling Kampung!"
"Apa?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Kartika. Anak Gadis Pak Kartono dan Bu Kartini, yang kini berstatus menjadi seorang Istri dari Karim Surya Darma, seorang Duda yang belum lama menjadi tetangganya dan kini, Mantan Duda yang bergelar Suami daei Kartika Sari Devi menoleh ke samping, memastikan Istrinya, Kartika masih bernafas.
"Masih nafas, kirain udah enggak,"
"Oh, pengen balik Duda lagi?"
"Habis, dari tadi berasa sendirian aja dalam mobil. Padahal disebelah ada Istri tapi diem aja."
"Ya terus, mesti teriak-teriak sambil joged Tabola Bale gitu?"
"Silahkan. Saya jadi penasaran."
"Ck!"
Selesai mengurus berkas di KUA, san benar saja, Bapak sudah menghubungi temannya sehingga urusan Kartika dan Karim lancar jaya, bahkan keduanya didoakan sekaligus diledek Si Penghulu kalau udah bisa mulai nyicil bikin kuping.
"Kenapa ketawa?" Kartika mengernyitkan dahi, melihat kesebelah, Karim sambil mengemudi terus saja tersenyum bahkan tertawa kecil selepas dari KUA.
"Lucu aja. Masa Si Bapak nyuruh Kita nyicil. Kamu mau?"
Tadi saat di ledek sih Kartika belum paham tapi lama-lama setelah mengerti maksud kata-kata itu, Kartika jadi sebel.
Mana Karim menanggapi dengan serius candaan Si Penghulu.
"Kayaknya boleh juga saran Bapak, Minta saran Pak, Gayanya sekalian biar jadi anak kembar gimana?"
"Pake Gaya Helikopter mendarat dadakan aja Mas Karim."
Akrab betul Karim dengan Si Penghulu yang kelak akan menikahkan ulang keduanya saat acara yang sesungguhnya.
Lirikan maut Kartika sebagai jawaban candaan Karim, membuat Kari. Menaikkan kedua alisnya dan tersenyum getir.
"Saya bercanda Tika. Kamu serius banget. Saya gak lupa kok sama perjanjian Kita."
"Tuh ngerti!"
"Udah jangan cemberut lagi. Saya kan mau bawa Kamu menemui orang WO, jangan BT gitu dong. Gak enak."
"Terserah!"
Karim memilih kembali fokus mengemudi, dari pada sepi menyalakan musik sebagai pengiring kesunyian diantara Mereka.
"Jadi Mbak Kartika maunya resepsi seperti apa?"
Kalimat sederhana, dan mungkin menjadi pertanyaan impian setiap Perempuan yang akan menikah.
Karena sejatinya setiap Perempuan memiliki wedding dream nya masing-masing.
Tapi, berbeda dengan Kartika. Ia memang pernah memiliki angan dan keinginan dan mau seperti apa pernikahannya kelak.
Ya semua sebelum terjadi Nikah Dadakan.
"Sayang, Kamu mau konsep yang seperti apa?"
Belum selesai Kartika dengan lamunannya, kini panggilan berbeda dari Karim dihadapan pihak WO membuat Kartika seketika menoleh dan memberi tatapan tajam pada Karim.
"Mas, Mbak, biasa, Istri Saya ini kalau lagi period emang begini. Tapi sebetulnya Kami prinsipnya ingin pernikahan yang simple tapi tetap sakral dan berkesan."
Karim mewakili Tika yang sejak tadi tak ada minat apapun sejak menjejakkan kakinya di kantor WO.
"Oh begitu, Apa Mas dan Mbak ada dreams tertentu untuk weddingnya? Mungkin karena Mbak Kartika dari Jawa, akadnya mau menggunakan konsep tradisional dan untuk resepsi nanti bisa lebih santai."
Karim menjembatani Kartika yang ogah-ogahan, hingga akhirnya Mereka sepakat drngan konsep yang sudah Mereka pilih dan sesuaikan drngan situasi Mereka berdua.
Karim sebelum berangkat, sudah berbicara sekilas dengan kedua orang tua Tika, Mertuanya.
Pak Kartono meminta agar akad dan resepsi dibuat saja di rumah Mereka.
Toh, Mereka sudah merasa dekat dengan para warga dan Mereka akan lebih nyaman jika mengadakan pernikahan dirumah saja.
Namun Karim mengatakan bahwa kalau memang itu sudah menjadi pilihan kedua Mertuanya, Karim memohon izin untuk memberikan yang terbaik bagi Mereka sesuai kemampuan Karim.
"Tik, Kamu capek?"
Karim menoleh, memastikan keadaan Tika yang lesu.
"Laper."
Karim tersenyum. Pelan-pelan Karim mulai memahami. Tika bukan perempuan jaim.
"Ya udah, Kita makan dulu. Kamu mau makan dimana?"
"Terserah."
"Nah itu Saya bingung. Gak ada restoran yang nama dan menunya terserah."
"Ish! Bawel! Ya udah, nanti setelah lampu merah belok kiri aja. Disitu ada tempat makan seafood. Kali lima gitu. Gapapakan?"
"Sesuai permintaan kanjeng ratu."
Kartika mendecak. Lebay sekali Si Mantan Duda.
Kini, dalam warung tenda, Kartika dan Karim duduk berhadapan menikmati hidangan laut yang aroma dan tampilannya menggugah selera.
Karim tersenyum. Kartika makan dengan lahap. Gak ada jaim sama sekali. Dan Karim Suka.
"Kenapa ngeliatinnya gitu banget?" Kartika akhirnya menyadari, tatapan Karim tak lepas padanya.
"Enak ya makanannya. Saya seneng lihat Kamu makan lahap. Gak jaim!"
"Jaim-jaim laper Pak! Nah itu, Lo gak makan? Masa segitu aja gak habis." Kartika melirik piring Karim, masih banyak.
"Kamu memang udah siap, diajak nyicil bikin kuping?"
"Otaknya! Kenapa nyambung kesitu!"
Kartika ini gimana sih, menu masakan laut, seperti yang Ia pesan tentu bisa jadi pemicu naiknya libido.
Iya kalo Kartika mau diajak nyicil bikin kuping. Ini pegang dikit aja masih senggol bacok. Mana sanggup Karim kalo disuruh nahan-nahan. Ada yang halal tapi gak bisa di apa-apain!
"Masa Kamu gak ngerti sih, ini semua, bisa membangunkan sesuatu yang lama tidur di diri Saya. Kamu mau tanggung jawab?"
"Idih! Ogah!"
"Nah itu! Makanya Saya gak mau makan banyak-banyak! Untung Kamu gak ngajak makan Sate Kambing! Beres!"
Sebagai orang yang belum pernah menikah Kartika cuma pernah mendengar dari kabar burung, kalau semua makanan yang Karim sebutkan tadi bisa memicu naiknya libido pria.
"Emang ngaruh?"
"Apanya?"
"Ish! Udah gak usah dibahas!"
"Ya sengaruh itu Tik. Makanya, nanti aja. Tapi Saya masih sanggup kok tanpa harus pakai apapun. Masih strong!"
"Jijik banget sih! Bahasnya kesana terus! Lain yang udah pengalaman deh!"
"Makanya, Kamu harus persiapkan diri Kamu. Seminggu lagi, Kita nikah. SAH secara agama dan negara. Jadi Saya sudah bisa nyicil bikin kuping setelah itu!"
"Gak ya! Janjinya gak gitu kan?"
"Gimana ya?"
"Karim!"
"Dalem Sayang,"
"Ih! Geli! Jangan panggil gitu!"
"Ya udah, gak deh Baby,"
"Ngelunjak ya!"
***
"Ngapain sih segala bawa tentengan gini, ga usah!"
"Masa kerumah Mertua gak bawa apa-apa. Gapapa, pasti Bapak, Ibu sama Tama masih nonton TV. Lumayan bisa sambil ngemil."
Kartika dan Karim kompak mengucap salam, disambut salam oleh ketiga orang penghuni rumah Kartika yang sesuai dugaan Karim sedang ada di ruang TV.
Kartika dan Karim bergantian mencium tangan Pak Kartono dan Bu Kartini, begitupun Tama, sudah luwes sekali mencium tangan Mbak dan Kakak Iparnya.
"Mas bawa apaan tuh?"
Pelototan Bu Kartini seketika membuat Tama mengulum bibir.
"Oh iya ini, tadi Tika sama Karim mampir makan di restoran seafood, ini buat Bapak, Ibu sama Tama. Sama ada Martabak juga."
"Ya Allah, Rim, repot-repot. Kamu kan udah jadi anak Ibu, gak usah sungkan."
Meski mulut basa basi tangan tetap meraih bungkusan yang diserahkan Karim.
"Gimana tadi urusan di KUA lancar?"
"Lancar Pak. Teman Bapak seru orangnya."
"Terus soal tadi di WO gimana Rim?"
"Itu juga lancar Bu, Alhamdulillah. Besok katanya ada orang Mereka yang mau kesini, mau lihat lokasi rumah buat dekor dan lainnya. Sekalian juga orang butik mau ukur pakaian buat Bapak sama Ibu."
"Wedew! Keren banget Mas. Mbakku bakal jadi Manten!"
Tika menghadiahi Tama pelototan yang dibalas melet oleh Tama.
"Oh gitu, kalo gitu besok Ibu siapkan."
"Maaf Bu jadi merepotkan Ibu."
"Enggaklah! Sekali seumur hidup. Gak repot!"
Sementara Bapak, Ibu dan Karim membicarakan perihal pernikahan Mereka, Kartika masih percaya tak percaya.
"*Astaga! Beneran nih Gue Kawin sama Si D*uda?"