Liana menantu dikeluarga yang cukup berada tapi dia dipandang rendah oleh mertuanya sendiri. Mahendra suaminya hanya bisa tunduk pada ibunya, Liana dianggap saingan bukan anak menantu..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon citra priskilai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak bertegur sapa
Liana semakin semangat untuk menjalani hidup, Liana sangat bersyukur karena diberi otak yang cerdas oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebentar lagi Dion pasti senang memiliki rumah baru, dan untuk Mahendra Liana berfikir secara netral. Kalau dia ingin hidup bersama Liana itu terserah Mahendra nantinya. Kalau Mahendra masih ingin hidup bersama ibu Hindun dan bapak Suparman itu juga tidak masalah bagi Liana.
Sudah satu bulan lamanya Liana tidak bertegur sapa dengan ibu Hindun maupun bapak Suparman. Bahkan mbak Nina bertanya sesuatu yang aneh aneh pada Liana tentang omongan yang disebar oleh ibu Hindun.
Bahkan mbak Nina juga sempat bertanya pada Liana perihal kenapa ibu Hindun sampai bercerita seperti itu ke banyak orang.
"Liana ada apa sih kamu dan ibu Hindun"
"Kok dia bilang kamu itu pelit pada ibu Hindun"
"Kata ibu Hindun kamu juga tidak menghormati dia"
"Dan kamu memaksa Mahendra kerja ke pak haji Rahmad"
"Katanya kamu juga yang mintain kerjaan itu buat Mahendra"
"Sampai kamu katanya ibu Hindun nyamperin pak haji Rahmad sendiri''
Dan menawarkan Mahendra untuk kerja disana"
Jelas mbak Nina dengan penuh tanpa jeda.
Liana tak habis pikir kenapa ibu Hindun sampai menebar pesona sampai kayak gitu, tapi Liana cukup menjawab mbak Nina dengan kata kata yang tidak menyakiti siapapun.
"Mbak Nina sayang"
"Meski aku jelasin semuanya ke mbak Nina"
"Gak bakalan ada gunanya"
"Aku gak perlu pembenaran dari siapapun"
"Karena aku percaya pada diriku sendiri"
Jawab Liana begitu santai dan itu membuat mbak Nina sangat heran dengan kesabaran Liana.
Tapi Liana tak ambil pusing dengan ibu Hindun, dalam pikiran Liana yang terpenting adalah tidak menganggu kehidupan pribadi baik itu ibu Hindun maupun bapak Suparman.
Bahkan Liana juga tidak terlalu memikirkan tentang Mahendra, karena Liana tahu betul kalau Mahendra masih hidup dalam bayang bayang ibu Hindun dan bapak Suparman.
Apa apa selalu berunding dengan ibu Hindun dan bapak Suparman kalau ingin melakukan sesuatu. Contohnya saja waktu pembangunan toko, Liana tidak pernah diajak berdiskusi tentang perencanaan toko tersebut. Bahkan Liana tidak pernah diajak pergi ke toko bangunan untuk belanja kebutuhan pembangunan toko.
Semenjak itu Liana berfikir bahwa dirinya bukan siapa siapa di rumah ini, Liana menganggap dirinya dan Dion sebagai orang yang numpang di rumah Mahendra. Kalau soal tempat tinggal Liana tak ambil pusing, toh Liana hidup di rumah ibu Hindun seperti babu gratisan.
Bahkan Liana yang sangat heran dengan ibu mertuanya, kenapa kalau Liana mengingatkan Mahendra untuk bekerja mencari nafkah ibu Hindun alias maknya itu marah marah gak karuan.
Sudah empat kali Mahendra menerima gajian dari pak haji Rahmad, dan selam itu pula ibu Hindun tidak mau bertegur sapa dengan Liana.
Bahkan waktu bertatap muka ibu Hindun langsung pergi dari hadapan Liana, seolah olah jijik melihat Liana. Tapi Liana beranggapan tidak apa apa dianggap kotoran sama mertua sendiri. Yang terpenting adalah Liana tidak pernah merugikan ibu Hindun maupun bapak Suparman.
Dan untuk Mahendra, Liana sudah tidak mau lagi meminta rasa tanggung jawab itu pada Mahendra. Karena Liana sudah sangat kecewa dan sakit dengan kejadian yang sudah sudah.
Rekening atas nama Mahendra sudah terisi empat kali gaji. Dan waktu Liana melihat jumlah uang yang tertera ada rekening tersebut Liana tersenyum menghina dengan uang yang dihasilkan oleh Mahendra.
Empat kali gaji Liana sama dengan hasil laba yang dihasilkan toko selam kurang dari tiga hari.
Terimakasih