Kenneth memutuskan untuk mengasuh Keyra ketika gadis kecil itu ditinggal wafat ayahnya.
Seiring waktu, Keyra pun tumbuh dewasa, kebersamaannya dengan Kenneth ternyata memiliki arti yang special bagi Keyra dewasa.
Kenneth sang duda mapan itupun menyayangi Keyra dengan sepenuh hatinya.
Yuk simak perjalanan romantis mereka🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuKa Fortuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14. Bertemu Kulit
14
Ken mendesah pelan, bukan karena lelah, tetapi karena bingung harus bersikap bagaimana. Buku manajemen yang tadi ia baca sudah tergeletak di samping, tak lagi menarik perhatian sejak Keyra tiba-tiba duduk di atas perutnya, menatapnya dengan sorot marah yang mulai berkabut.
“Keyra… turun,” ucap Ken dengan suara yang tetap tenang, meski jantungnya jelas berdetak lebih cepat dari normal. “Kamu tidak boleh seperti ini.”
“Nggak,” jawab Keyra cepat. “Aku nggak akan turun sebelum Ken balikin aplikasinya. Kenapa sih Ken selalu mengatur semuanya sampai hal pribadi sekalipun?!”
Ken menatap wajah gadis itu, pipi memerah karena emosi, mata yang berair karena amarah bercampur frustrasi.
Ia tidak marah. Justru ia merasa khawatir.
“Karena Om bertanggung jawab atas diri kamu,” jawab Ken lembut. “Dan karena Om peduli.”
“Tapi Ken nggak ngerti apa pun tentang perasaan aku!” seru Keyra, suaranya pecah, separuh marah, separuh terluka. “Ken pikir aku cuma anak kecil yang harus dikekang? Aku cuma… cuma…”
Ia menggigit bibirnya, menahan sesuatu yang hampir keluar.
Ken mengangkat tangannya perlahan, tidak menyentuh Keyra, hanya memberi ruang. “Kamu cuma… apa, Keyra?”
Gadis itu memalingkan wajah, suaranya melemah.
“Aku cuma pengen Ken lihat aku…”
Kata-kata itu membuat Ken terpaku. Ada kerinduan dalam suara Keyra, rasa sepi yang selama ini tidak pernah ia tunjukkan dengan jelas. Ken menghela napas dalam-dalam, menekan detak gugup yang mulai mengusik pikirannya.
“Keyra,” ucapnya pelan, “Om lihat kamu. Om selalu lihat kamu. Tapi kamu harus turun dulu, baru kita bicara.”
“Aku nggak mau,” gumam Keyra keras kepala. Tangannya mengepal di sisi Ken, tubuhnya menegang seperti seseorang yang tidak siap dilepas. “Kalau aku turun, Ken cuma bakal menghindar.”
“Om tidak menghindar,” Ken membalas, kali ini lebih tegas. “Om hanya menjaga batasan. Itu beda.”
Keyra kembali menatapnya, kali ini sorotnya tajam, penuh tantangan. “Kenapa Ken selalu pakai alasan ‘batasan’? Ken cuma takut aku...”
Tidak sempat ia lanjutkan, Ken mengangkat tubuhnya sedikit, membuat Keyra goyah dan spontan memegang bahunya agar tidak jatuh.
Gerakan itu membuat jarak di antara mereka mendadak sangat dekat, napas Keyra hampir menyentuh kulit Ken.
Keyra membeku.
Ken pun membeku.
Suasana kamar menjadi sunyi, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar.
Secara samar namun pasti, Ken merasakan kulit pa_ha Keyra yang menempel erat di tulang rusuknya. Terutama ketika gadis itu bergerak sedikit saja, gesekan daging lembut dibalik kain segitiga milik Keyra memanjakan kulit perut Ken tanpa sengaja.
Terasa. Sangat terasa bagi Ken. Hingga otaknya nyaris tak lagi bisa berpikir jernih.
Tapi bukan hanya Ken saja. Keyra juga merasakan sesuatu. Perlahan namun pasti ia bahkan sengaja bergerak di atas perut Ken yang berotot. Karena hal tersebut menimbulkan kenikmatan samar pada area intimnya.
Tubuh Ken menegang seketika. Ia telah berada di titik yang paling berbahaya. Andai Keyra melongok ke bagian bawah tubuh pria itu, pasti Keyra penasaran melihat tonggak Ken yang seakan hendak menjebol celana pendeknya.
Namun detik berikutnya Ken perlahan menggeser Keyra ke samping, mengembalikan posisi aman tanpa menyakiti atau memaksa, sambil menutupi area pribadinya dengan bantal.
"Kenapa? Ken takut sama aku?" tanya Keyra berani namun dengan nada polos.
“Om tidak takut padamu,” ujar Ken lembut, menatapnya lurus. “Om hanya tidak mau kamu melakukan sesuatu yang nanti kamu sesali.”
Keyra diam. Mata itu bergetar.
Ada rasa malu, marah, dan kecewa bercampur jadi satu, membuatnya menunduk untuk pertama kalinya sejak masuk ke kamar Ken.
“Kenapa aku harus menyesal? Kalaupun aku hamil, Ken pasti bertanggungjawab.” bisiknya lirih dengan begitu yakinnya.
Ken mengangguk mantap. “Itu benar.” Ken mengakuinya. "Tapi bukan itu intinya. Om nggak mau melakukan itu sama kamu. Kamu adalah anak Om. Titik." tukas Ken.
Keyra menarik napas panjang, akhirnya turun dari tempat tidur dengan langkah kecil yang berat seolah ia menyerah bukan karena kalah, tapi karena hatinya sedang berantakan.
“Ken buat aku marah,” katanya, sebelum keluar dari kamar Ken.
“Sangat marah.”
Pintu menutup perlahan.
Ken menatapnya lama, lalu meraup wajahnya dengan telapak tangan.
“Aku juga… bingung harus bagaimana dengan kamu,” gumamnya pelan, jujur hanya untuk dirinya sendiri.
"Di satu sisi, aku menginginkan kamu. Tapi di sisi lain, aku nggak mau merusak kamu, Key." lirih Ken.
Ken berusaha kembali fokus pada buku manajemen yang sejak tadi tergeletak di samping bantalnya. Ia membaca baris demi baris, tetapi tidak satu pun kata itu masuk. Setiap kali ia berkedip, wajah Keyra kembali muncul dalam pikirannya, wajah yang tadi begitu dekat… terlalu dekat.
Ia memejamkan mata.
Namun justru itu membuat bayangan tadi semakin jelas.
Apa yang sebenarnya dia pikirkan?
Dan kenapa… aku jadi begini?
Ken memijat pelipisnya. Rasa bersalah dan rasa yang tak ingin ia akui bercampur di dada.
Dan Keyra…
Dengan rambut berantakan karena emosi.
Dengan mata berkabut yang ia sembunyikan di balik amarah.
Dengan ketegaran yang terlihat manja sekaligus kacau.
Ada sesuatu pada gadis itu, sesuatu yang membuat Ken tidak bisa mengabaikannya seperti biasanya.
Ia ingat bagaimana Keyra duduk dengan keras kepala di atas tubuhnya, menolak turun, menatap dengan sorot yang entah mengapa tidak bisa ia lupakan.
Kenapa tatapannya seperti itu…?
Kenapa dia membuatku merasa… terpanggil untuk ...?
Hanya itu yang boleh ia akui pada dirinya sendiri.
Tidak lebih.
Ken bangkit duduk, mencoba menenangkan diri. Ia menarik napas dalam-dalam, namun dadanya tetap terasa berat.
Ia tidak boleh terbawa suasana.
Ia tidak boleh melewati batas.
Ia tidak boleh lupa bahwa Keyra adalah tanggung jawabnya.
Namun tetap saja… pikirannya berputar pada hal yang sama.
Keindahan Keyra, secara dewasa, soal fisiknya yang terlalu indah, cara Keyra bersikap, cara ia menantang, cara ia jujur sampai menyakiti dirinya sendiri, memiliki daya tarik yang tak pernah Ken bayangkan sebelumnya.
Dan itu membuatnya ketakutan.
Karena ia tahu Keyra sedang tumbuh.
Ia tahu Keyra mencari perhatian.
Ia tahu Keyra melihatnya lebih dari sekadar wali.
Dan Ken… mulai kesulitan untuk berpura-pura bahwa ia sama sekali tidak tersentuh.
Ia bersandar di kepala ranjang, menatap pintu kamar yang kini tertutup.
“Keyra… apa yang sedang kamu lakukan padaku,” gumamnya lirih.
**
Sejak kejadian di kamar Ken semalam, Keyra tidak bisa berhenti memikirkannya. Ia duduk di kursi belajar, buku matematika terbuka di depannya, namun matanya kosong menatap halaman yang tak terbaca.
Khayalannya melayang begitu saja… ke pria itu.
Ken.
Cara Ken menyebut namanya dengan nada sabar.
Cara ia memandang Keyra ketika sedang marah namun tetap lembut.
Bahkan cara pria itu memijat pelipisnya ketika lelah, seolah semua beban dunia ada di bahunya.
Keyra menutup mata.
Dan dalam sekejap, bayangan itu muncul.
Ken berdiri di ambang pintu kamar, memanggilnya dengan suara rendah, “Sweetheart… kamu sudah tidur?”
Keyra menelan ludah tanpa sadar.
Dalam khayalannya, Ken tersenyum, senyum kecil yang jarang muncul, yang selalu terasa seperti hadiah pribadi yang hanya ia yang mampu dapatkan.
Dalam khayalan itu Ken mendekat, merapikan selimutnya, lalu menepuk kepalanya pelan.
Hangat.
Dekat.
Membuat hatinya mencelos.
Itu saja… tapi cukup membuat pipinya memanas.
Keyra membuka mata cepat-cepat, mencoba mengusir bayangan itu.
Namun semakin ia mencoba, semakin jelas Ken dalam pikirannya.
Bukan Ken yang marah-marah soal tugas rumah.
Bukan Ken yang sibuk dengan pekerjaannya.
Tetapi Ken yang hanya… ada untuknya.
Yang selalu datang saat ia menangis.
Yang memeluknya saat ia rapuh.
Yang membuatnya merasa aman dengan hanya satu tatapan.
Keyra memeluk bantal di pangkuannya, lalu menggumam lirih.
“Ken… kapan sih kamu sadar dan nerima aku?”
Ia tahu itu mustahil.
Ia tahu Ken melihatnya sebagai tanggung jawab.
Ia tahu perasaan ini seharusnya tidak tumbuh sejauh ini.
Tapi di dalam kepalanya… di tempat yang tidak pernah bisa ia ceritakan pada siapa pun… Keyra terus memutar adegan demi adegan.
Ken menggenggam tangannya.
Ken memanggilnya dengan nada lembut.
Ken menatapnya seolah Keyra adalah satu-satunya orang di dunia yang ingin ia lindungi.
Hayalan dewasa.
Hayalan itu mulai liar.
Gejolak cinta remaja…
yang makin sulit disembunyikan.
.
YuKa/ 041225
keburu Keyra digondol Rafael😏
gitu aja terus Ken. sampe Keyra berhenti mengharapkanmu, baru tau rasa kamu. klo suka bilang aja suka gitu loh Ken. sat set jadi cowok. hati udah merasakan cemburu, masih aja nyangkal dengan alasan, kamu tanggung jawabku😭😭😭