tentang dia yang ingin mengubah hidupnya menjadi lebih baik. kehidupan pertamanya yang di perlakukan buruk hingga mati tragis dalam penyiksaan, membuat dia bertekad untuk memperbaiki hidupnya dengan mengambil keputusan yang berbeda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EMPAT BELAS
Gladis berjalan santai sambil menuruni tangga dengan ransel kecil di pundak, dia ingin keluar untuk sekedar jalan-jalan dengan menggunakan sepeda milik Kevin. Lagi pula dia di rumah sendiri, papi sama mami sudah berangkat kerja, Kevin dan Ravin juga sudah pergi ketemu teman-teman mereka. Jadi dia juga ingin pergi.
Ketika dia sudah mencapai pintu, dia berpapasan dengan kepala pelayan yang membawa sebuah buku di tangan nya.
"Bibi An, mau kemana? " tanya Gladis.
"Ini non, bibi mau anterin buku sketsa nyonya yang ketinggalan di rumah, tadi nyonya telepon suruh anterin" jawab bibi An.
"Bukunya perlu sekarang? "
"Perlunya nanti siang non, bibi anterin sekarang takut kalau nanti lupa" ucap bi An. Gladis mengangguk mengerti.
"Bi, biar aku aja yang anterin buku mami, aku juga mau keluar jadi sambilan aja" tawar Gladis, lumayan dia bisa mampir di tempat kerja mami.
"Tapi non... "
"Gak papa bi, aku mau jalan-jalan pake sepeda jadi nanti aku mampir di tempat kerja mami" ucap Gladis mencoba meyakinkan bi An, dia tau pasti bibi An sungkan padanya.
"Bibi gak enak non"
"Di enakin aja bi" Gladis segera mengambil buku sketsa di tangan bi An lalu masukkan nya ke dalam tas. "Mami kerja dimana bi? " tanya Gladis kemudian.
"Di butik Nia Fashion non"
Gladis berlalu pergi setelah mendengar jawaban bi An, dia ke bagasi untuk mengambil sepeda
*******
Gladis mengayuh sepedanya dengan santai, tak perlu buru-buru mengantarkan buku mami karena masih ada waktu sekitar 2 jam sebelum waktu siang. Topi hitam di kepalanya cukup menghalangi cahaya matahari yang menampar wajahnya. Dia sesaat berhenti di depan gang yang berada di sekitar perumahan elit yang tak jauh dari rumahnya, dia mendengar orang berkelahi.
"Sialan lo! " terdengar umpatan. Gladis yang kepo akhirnya memarkirkan sepedanya di sana lalu masuk ke dalam gang. Bisa dia lihat laki-laki berpostur tinggi tegap yang memakai hoodie putih berdiri dia antara 5 laki-laki yang sudah tersungkur di tanah. Rambut dengan gaya texture medium sangat cocok dengan wajah tegas dan tatapan tajam itu.
"Itu kak Al" gumam Gladis, dia tidak lupa dengan laki-laki yang selalu memakai masker dengan panjang rambut bagian belakang mencapai tengkuk dan rambut bagian samping terpotong dengan teknik fade sehingga terkesan rapi dan modern. Sesekali Alex menyugar rambutnya ke belakang, Gladis melihat 5 laki-laki yang sudah jatuh di tanah itu berusaha bangkit untuk kembali melawan.
Gladis buru-buru mendekati Alex dan menarik tangannya untuk pergi dari sana.
"Kak Al, ayo cepat lari!! " Alex hampir saja menghempas tangan yang menarik nya sebelum mendengar suara Gladis. Ternyata gadisnya.
" Kabur? bukan gaya gue" batin Alex, tapi dia tidak akan mengatakan itu, siapa yang akan mengabaikan cewek yang kita suka sedang peduli? kalau pun tidak lari, dia sangat bisa melawan 5 laki-laki itu. Tapi... ya sudah lah.
Gladis membawa Alex ke tempat sepeda yang dia tinggalkan, di belakang mereka terdengar langkah yang menyusul.
"Jangan kabur lo!! "
"Cepat, kakak yang bawa" panik Gladis. Alex hanya bisa tersenyum di balik maskernya sambil naik sepeda sedangkan Gladis berdiri di belakang dengan kedua kaki di bagian sisi roda belakang sepeda. Alex segera mengayuh sepeda pergi setelah memastikan Gladis berdiri dengan baik. Tangan Gladis melingkar di leher Alex ketika laki-laki itu melajukan sepeda dengan cepat karena takut jatuh. Alex tidak mungkin melewatkan kesempatan itu kan?
*******
Alex mengayuh sepeda dengan santai, orang-orang yang mengejar nya sudah tidak ada. Dia benar-benar menikmati saat-saat bersama gadisnya.
"Oh iya kak, kenapa kakak di kejar mereka lagi? " tanya Gladis, dia masih ingat wajah-wajah yang mengejar Alex saat pertama kali mereka bertemu.
" Balas dendam " jawab Alex singkat. Dia ingat salah satu sahabatnya Damian membakar markas orang-orang itu, sebagai pembelajaran katanya.
"kayaknya kalian musuhan " kata Gladis, "kak Al ketemu mereka di mana? " tanya nya kemudian.
"Gue ke toko roti buat beli pesanan mama, tapi pas keluar mereka langsung hadang" jawab Alex.
"Terus kak Al kabur, tapi mentok di gang itu? " terka Gladis, tapi Alex mengangguk saja. Padahal nyata nya dia bukan kabur tapi lari menjauhi toko roti dan menggiring mereka ke arah gang karena tidak mungkin dia ribut dan berkelahi di depan toko orang, yang ada hanya akan mengganggu kenyamanan pelanggan di sana.
Gladis melihat ke arah jam tangan, sesaat matanya membola karena terkejut. Dia lupa, ini hampir siang dan mami perlu buku sketsa nya.
"kak ".
"hm".
"Dari sini ke Nia Fashion dekat gak? " tanya Gladis, dia takut telat.
"Dekat, tidak jauh dari sini. kenapa? "tanya Alex, untuk apa Gladis kesana? dia ingat itu butik milik mami Ravin dan Kevin. Mengingat Ravin dan Gladis di supermarket membuat tangannya menggenggam erat setang sepeda.
"Aku ada perlu ke sana, nanti setelahnya kita ke toko roti, pasti kendaraan kakak di sana" ucap Gladis, pikirnya pasti Alex buru-buru kabur sehingga kendaraan nya ketinggalan.
"Dari mana lo tau motor gue di sana? "
"Ya.... kan gak mungkin kak Al dari rumah ke toko roti jalan kaki kecuali deket banget " jawab Gladis, Alex mengangguk membenarkan.
Sepuluh menit kemudian mereka sampai di depan butik Nia Fashion, Gladis menatap kagum butik mewah tersebut, "ini punya mami? mewah dan besar banget, pasti kalangan elit doang yang bisa belanja di sini" batin Gladis. Dia memang tau kalau mami seorang desainer terkenal dan punya butik sendiri, tapi ini pertama kali nya dia kesini.
"Kak Al tunggu di sini ya, aku gak lama" ucap Gladis sambil tersenyum. Alex hanya berdehem saja. Gladis berlalu pergi masuk ke dalam butik.
" Apa Gladis ke sini buat ketemu tante Zania? mereka sudah sedekat itu? "