"Sayang, kita hanya dua raga yang Allah takdirkan bersama melalui perjodohan. Kalau saja aku nggak menerima perjodohan dari almarhum Papamu, kau pasti sudah bersama wanita yang sangat kau cintai. Mama mertua pasti juga akan sangat senang mempunyai menantu yang sudah lama ia idam-idamkan. Tidak sepertiku, wanita miskin yang berasal dari pinggiran kota. Aku bahkan tak mampu menandingi kesempurnaan wanita pilihan kalian. Sayang, biarkan aku berada di sisimu sampai nanti rasa lelah menghampiriku. Sayang, aku tulus mencintaimu dan akan selalu mencintaimu, hingga hembusan nafas terakhirku."
Kata hati terdalam Aisyah. Matanya berkaca-kaca memperhatikan suami dan mertuanya yang saat ini tengah bersama seorang wanita cantik yang tak lain adalah Ariella, Cinta pertama suaminya. Akankah Aisyah mampu bertahan dengan cintanya yang tulus, atau justru menyerah pada takdir?
Cerita ini 100% murni fiksi. Jika tidak sesuai selera, silakan di-skip dengan bijak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Adam
"Assalamu'alaikum," ucap Aisyah mengalihkan perhatian keduanya.
Baik Adam maupun Ariella reflek menjauh dan kembali bersikap layaknya orang normal pada umumnya.
"Wa'alaikumussalam."
Adam dan Ariella menjawab salam Aisyah secara bersamaan, hanya saja keduanya memperlihatkan ekspresi yang berbeda. Adam dengan ekspresi datarnya dan Ariella dengan senyum palsunya.
Aisyah diam sembari memperhatikan keduanya yang terlihat gugup. Ia bersikap tenang walaupun hatinya merasa sakit.
"Aisyah, ayo duduk," ucap Ariella mengajak Aisyah untuk duduk di sopa.
Aisyah mengangguk kecil lalu duduk di sopa yang berhadapan dengan Adam dan Ariella. Ketiganya saling bertatap sesaat tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Di sini, Adam dan Ariella terlihat seperti sepasang suami-istri yang menjadi tuan rumah, dan Aisyah lah yang terlihat seperti tamu yang tak di harapkan.
Aisyah menatap Adam dengan menyimpan kekecewaan di baliknya. Ia juga menatap Ariella dan mendapatkan wanita itu tersenyum sinis.
"Ada apa Aisyah?" tanya Ariella membuka pembicaraan.
"Aku hanya ingin menemuimu, maaf ya," ucap Aisyah namun tidak ada rasa bersalah sedikitpun yang wanita itu tunjukkan.
"Apa seperti itu caramu meminta maaf?" tanya Adam membuka suaranya yang terdengar datar.
Emang, apa yang kau inginkan?
Aisyah semakin merasa kecewa saja dengan tanggapan suaminya itu. Ia selalu saja terpojok dan menjadi penjahat di mata suaminya itu.
"Adam, aku nggak apa-apa. Jangan memperbesar masalah, kasihan Aisyah."
Ariella dengan lembut sembari menarik jas Adam dengan pelan namun terlihat manja di mata Aisyah.
Aku meminta maaf di kalah aku nggak salah, tapi aku tetap di anggap salah. Kalau saja kau tau, wanita yang kau cintai ini melukai dirinya sendiri, kau akan malu, Mas. Cintamu kepadanya membuat mata hatimu tertutup dan berpaling dari kebenaran.
"Jangan terus memaklumi kekurangajaran orang lain, Ariel," ucap Adam dengan lembut pada Ariella namun menusuk hati Aisyah.
"Deg!"
Kata-kata Adam membuat mata Aisyah memanas. Ariella menatap mata Aisyah sesaat dan wanita itu pun lagi-lagi tersenyum samar.
Di anggap orang asing oleh suaminya sendiri, menurutnya lebih buruk daripada tak dicintai. Adam sama sekali tak menganggap Aisyah ada, dan dia pun mengakuinya secara terang-terangan di hadapan Ariella.
"Kau!" panggil Adam dengan nada membentaknya membuat ruang tamu di penuhi gemah suaranya.
Aisyah menatap Adam dengan tatapan lemahnya. Ia bisa melihat mata Adam yang begitu tajam hingga menusuk matanya.
Melihat Aisyah yang hanya diam tanpa mendengarnya, Adam pun bangkit dari sopa. Ariella ingin menahan Adam, namun Adam melepaskan pegangan tangannya.
"Ikut aku!" ucap Adam dengan tegas lalu menarik tangan Aisyah dengan paksa dan sedikit kasar.
Aisyah yang tak mampu mengalahkan kekuatan Adam pun tak bisa mempertahankan posisinya. Ia terpaksa bangkit dari sopa dan mengikuti langkah Adam sembari menahan sakit di pergelangan tangannya.
Sementara itu, Ariella yang menyaksikan itu hanya diam saja tanpa berniat membantu Aisyah. Ia tersenyum senang melihat Adam yang membawa Aisyah ke arah tangga.
"Mas, lepas," ucap Aisyah berusaha menghentikan Adam.
"Diam!" Bentak Adam dengan rahang yang mengeras.
"Mas, jangan begini, hiks. Aku takut..." ucap Aisyah tak dapat menahan air matanya lagi.
Sangat di sayangkan, Adam tak mendengar rintihannya. Suaminya itu terus saja menariknya dan membawanya naik ke lantai dua.
Di saat Adam dan Aisyah hampir mencapai lantai dua, bertepatan dengan itu Mbok Ima melewati tangga. Wanita paru baya itu baru saja menyiapkan air hangat untuk Ariella.
Mbok Ima yang ingin pergi menemui Ariella, tiba-tiba saja menolehkan wajahnya melihat ke atas tangga. Pupil matanya membesar ketika menyaksikan Adam yang menyeret Aisyah dengan paksa.
"Nona..." gumam Mbok Ima tanpa mengalihkan perhatiannya dari tangga.
Mbok Ima menutup mulutnya sembari memperhatikan Aisyah dengan tatapan sendu. Ia tak sanggup melihat penderitaan Aisyah yang semakin hari semakin banyak.
Ya Allah, lembutkanlah hati Tuan Adam. Jangan biarkan dia menyakiti Nona Aisyah, hiks.
Mbok Ima yang membayangkan penderitaan Aisyah, tiba-tiba saja meneteskan air matanya. Wajahnya yang sedikit berkeriput memancarkan ekspresi teraniaya.
"Hiks, ya Allah..." gumam Mbok Ima menghapus air matanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari Adam dan Aisyah.
"Mbok," suara seorang wanita mengejutkan Mbok Ima. Hal itu membuat wanita paru baya itu terburu-buru mengusap wajahnya.
Mbok Ima menolehkan wajahnya ke asal suara wanita yang memanggilnya. Ia memaksakan senyum tipis di wajahnya menyambut penghuni baru itu.
"Non, Ariella rupanya," ucap Mbok Ima tetap berperilaku sopan pada Ariella.
"Mbok, lagi apa?" tanya Ariella sembari menatap Mbok Ima.
Mbok Ima menggelengkan kepalanya dengan cepat sembari tersenyum terpaksa. "Mbok nggak ngapa-ngapain Non... Mbok hanya ingin memberitahu, kalau air mandi Nona sudah siap," ucap Mbok Ima menyembunyikan semua yang ia ketahui.
Ariella menganggukkan kepalanya sembari memperlihatkan senyum sok manisnya. "Terima kasih ya, Mbok. kalau begitu, Ariella ke kamar dulu," ucap Ariella tampak tak ingin menghabiskan banyak waktu berbicara dengan Mbok Ima.
"Baik, Non. Sama-sama," ucap Mbok Ima tersenyum tipis sembari mengangguk kecil.
Ariella hanya menanggapi Mbok Ima dengan senyum pura-puranya, lalu melewati Mbok Ima begitu saja. Wanita itu bahkan memutar bola matanya dengan ekspresi wajah tak senang.
Ih... Calon Nyonya besar sepertiku nggak boleh terlalu lama berbicara dengan seorang pembantu!
Mbok Ima menolehkan wajahnya ke belakang. Ia memperhatikan punggung Ariella yang semakin jauh.
Tamu, tapi merasa seperti Nyonya rumah. Sangat nggak tau malu! Entah apa yang dilihat Tuan dan Nyonya dari wanita itu!
Mbok Ima memasang ekspresi muram kesalnya. Ia sangat tidak terima Ariella hidup bagaikan ratu di kediaman almarhum majikannya.
"Huh..." Mbok Ima menghembuskan nafasnya perlahan, lalu menolehkan wajahnya kembali melihat tangga.
Wanita paru baya itu menunduk lemah, sebab tak melihat Tuan dan Nona mudanya lagi.
Dalam keadaan sedih, Mbok Ima pun kembali melanjutkan langkahnya. Kali ini, ia tidak ke ruang tamu, melainkan ke kamarnya yang berada di dekat dapur.
Di lantai dua saat ini, tepatnya di kamar Aisyah, terlihat Adam menyudutkan Aisyah di belakang pintu kamarnya.
Aisyah yang terpojok, menelan salivanya yang terasa tercekat di tenggorokannya. Matanya kini sudah sedikit memerah. Sisa air matanya masih menggenang di kelopak matanya dan turut serta membasahi bulu matanya yang lentik.
Adam menatap mata Aisyah dengan mata tajamnya. Rahangnya masih mengeras dengan bibir yang tertutup rapat.
"Kau-" ucap Adam dengan nada yang tertahan, tanpa mengalihkan tatapannya dari Aisyah.
Kepalan kedua tangan Adam menjadi sekat bagi Aisyah agar tidak kabur. Urat-urat di tangannya terlihat jelas, dan hal itu membuat Adam terlihat kekar dan gagah.
Adam mengangkat satu tangannya ke dekat wajah Aisyah. Aisyah yang takut Adam memukulnya, reflek menutup kedua matanya. Bibirnya bergetar, dengan isak kecil yang kembali terdengar.