NovelToon NovelToon
Pewaris Dendam

Pewaris Dendam

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Balas dendam pengganti / Nikah Kontrak
Popularitas:293
Nilai: 5
Nama Author: Lautan Ungu_07

Tujuh belas tahun lalu, satu perjanjian berdarah mengikat dua keluarga dalam kutukan. Nadira dan Fellisya menandatangani kontrak dengan darahnya sendiri, dan sejak itu, kebahagiaan jadi hal yang mustahil diwariskan.

Kini, Keandra dan Kallista tumbuh dengan luka yang mereka tak pahami. Namun saat rahasia lama terkuak, mereka sadar… bukan cinta yang mengikat keluarga mereka, melainkan dosa yang belum ditebus.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Ungu_07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13 Tes Audisi

Hari yang selalu Alka tunggu akhirnya tiba. Minggu pagi ini, Alka dan Rian datang ke gedung agensi yang di rekomendasikan oleh seorang pelatih dance terkenal saat event kemarin.

Napasnya berat, degup jantungnya berdetak cepat, tangannya basah karena keringat dingin.

"Bang, gue deg-degan." kata Alka, tangannya memegangi dada.

Rian menepuk pundaknya pelan. "Lo pasti bisa."

Alka mengangguk, menatap yakin ruang tes itu. Mereka berdua melangkah masuk. Ruang tes itu terang, lantainya licin, dan ada tiga juri yang duduk dengan tablet nya masing-masing.

Alka dan Rian duduk di kursi tunggu. Menunggu giliran Alka yang akan di tes.

"Alka, siap?" tanya salah satu juri.

Alka mengangguk. "Siap," suaranya bergetar, menahan degup jantungnya.

"Semangat." Rian menepuk punggung Alka sebelum akhirnya Alka berjalan ke tengah.

Awalnya Alka berdiri kaku. Tapi begitu musik menyala, tubuhnya mulai bergerak. Energinya pas, ekspresinya kuat, bahkan gerakannya rapi.

"Anak ini potensinya besar." gumam salah satu juri, menatap kagum Alka.

Setelah hampir lima menit, musik berhenti. Alka kembali berdiri tegap, napasnya terengah, keringat menetes dari wajahnya.

Selanjutnya, Alka di bawa untuk tes vocal, stamina dan interview. Semuanya berjalan dengan lancar, bahkan hasilnya mulus.

Alka keluar ruangan dengan senyum lega, merasa seperti menemukan cahaya baru di hidupnya.

"Udah?" tanya Rian yang sudah berdiri di depan pintu.

Alka mengangguk, senyumnya masih menggantung di wajah. "Udah, Bang. Ayok pulang."

Keduanya melangkah pergi dari tempat itu. Motor Alka meraung halus, melaju pelan di jalanan yang lengang. Angin menerpa wajahnya, menahan hawa panas.

Sepulang dari tes, Alka sempat menghubungi Liona untuk bertemu di taman kota.

Alka tiba lebih dulu, tangannya menenteng cemilan dan minuman yang ia beli saat mengantarkan Rian pulang.

Langkah Alka pelan tapi mantap. Menuju bangku kosong di bawah pohon beringin. Ia duduk dengan perasaan lelah dan belum tenang, karena hasil tes audisi nya belum keluar.

"Alka," teriak Liona, ia berlari kecil menghampiri Alka. "Udah lama nunggu?" tanyanya dengan napas terengah.

"Nggak kok, ini baru duduk." jawab Alka, senyum di wajahnya melebar.

Liona duduk di sebelah Alka. "Gimana audisinya? Lancar?" tanya Liona, matanya menatap Alka.

Alka mengangguk sambil membuka tutup botol air mineral. "Jangan dulu banyak nanya, minum dulu."

Liona meraih air mineral dari tangan Alka, lalu meneguk nya. "Seger banget." ia menyeka sisa air di mulutnya. "Gimana, Ka?" tanya Liona dengan mata berbinar, seolah tak sabar mendengar jawaban dari Alka.

Alka tertawa pelan, kepalanya menggeleng. "Audisinya lancar. Sekarang tinggal nunggu hasilnya aja." jawab Alka dengan nada lembut.

"Berapa lama?" tanya Liona lagi.

"Nanti ada di infokan lagi katanya." jawab Alka, tangannya sibuk membuka sandwich.

Setelah sandwich di buka. Alka menuntunnya ke mulut Liona. Dan tanpa banyak tanya, Liona melahap sandwich itu.

"Kenapa lo kasih ke gue?" tanya Liona dengan mulut penuh sandwich.

"Biar diem dulu." jawab Alka yang memakan sandwich yang sama.

Mata Liona sontak membulat, ia berhenti mengunyah sebentar. "Lo... makan bekas gue?"

Alka mengangguk, sambil ngunyah juga. "Iya, emang kenapa? Salah?"

"E-enggak, cumaa... lupain aja." kata Liona sambil meraih botol minum.

Semakin siang cahaya matahari semakin terik. Tapi di taman sana, suasananya lumayan adem, dari sepoi-sepoi angin yang berhembus.

Alka dan Liona berjalan beriringan di jalan setapak. Ada obrolan kecil, tawa dari Liona. Membuat hati Alka terasa hangat. Sesekali Alka menatap lama Liona, seolah menyimpan sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan sekarang.

"Na, kalau kali ini gue gagal lagi gimana?" tanya Alka tiba-tiba, setelah beberapa detik hening.

"Lo tahu nggak, kalau kali ini lo gagal. Itu bukan salah lo, tapi mata jurinya yang mines." jawab Liona dengan muka sok serius tapi nyengir tipis.

"Gue nggak yakin sama diri gue. Karena dari kecil, gue nggak pernah di yakinin sama siapapun." kata Alka. Nada suaranya sedikit bergetar halus.

Langkah Liona tiba-tiba berhenti, kepalanya sedikit mendongak menatap Alka, dengan senyum manisnya. "Lo salah, Alka. Sekarang ada gue yang yakinin. Lo punya cahaya sendiri, Alka."

Liona melanjutkan langkahnya lebih dulu, kali ini tak menatap Alka. "Ka, kalau dunia nggak buka pintunya buat, lo. Gue yang dorongin pintu itu, lo tinggal masuk."

Alka masih terpaku di belakang Liona, ia menatap punggung mungil itu, senyum tipis muncul di wajahnya.

"Gue sayang sama cara lo berusaha. Jangan matiin semangat lo cuma gara-gara satu hasil buruk." lanjut Liona, ia noleh ke belakang. Berlari menghampiri Alka, lalu menarik tangannya, dan berlari kecil mengintari taman itu.

Perasaan Alka benar-benar hangat, bibirnya melengkung lebar. Ia berlari lebih kencang dari Liona.

Menjelang sing ini, hati Alka merasa senang. Tawa yang keluar dari mulutnya bukan lagi tawa palsu atau di paksakan.

Tapi, jauh dari rasa hangat dan bahagia. Di sisi lain, sebuah ruangan yang di terangi cahaya lampu temaram. Hawa dingin ac yang tak mampu menandingi dinginnya suasana di dalam sana.

Kertas-kertas putih berhamburan di atas meja. Seorang wanita tua duduk di kursi rodanya.

"Alka udah lulus tes tahap awal di agensi." suara Fellisya menggema di ruangan itu.

Nadira menelan ludah, tangannya mencengkeram pegangan kursi rodanya. "Dia bener-bener nggak mau nyerah." suaranya dingin.

Fellisya melipat tangan di dada, berdiri di hadapannya. "Oma tenang aja, kita lihat nanti."

"Dia itu harus belajar, bukan joget-joget nggak jelas. Kalau di biarkan, makin liar nanti." katanya lagi, suaranya sedikit meninggi.

Fellisya tersenyum kecut. "Oma segitunya pengen Alka jadi hakim. Apa buat nangkap Oma sendiri, yang telah bunuh orang tanpa dosa. Karena perkara lihat transaksi korupsinya." suara Fellisya dingin, menatap Nadira datar.

Nadira menatapnya tajam, tangannya mengepal di atas meja. "Apa bedanya dengan kamu?" jawab Nadira.

"Tiga tahun lagi, perjanjian kontrak selesai, Oma. Dan rasa sakit itu, masih membekas di hati saya." Fellisya tersenyum miring.

Tak ada yang tahu percakapan berikutnya. Yang jelas, sejak hari itu... Ada beberapa hal yang bergerak dengan hati-hati dalam sunyi.

1
Apaqelasyy
Keren banget plotnya.
Lautan Ungu_07: Awww makasih udah baca🎀 seneng banget ada yang notice alurnya.💝💝
total 1 replies
Willian Marcano
Buatku melek sepanjang malam.
Lautan Ungu_07: Aduhh, kasihan matanya... tapi makasih loh, udah baca cerita ini.😅🥰🎀
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!