Kehidupan Aira yang mulanya penuh bahagia tiba-tiba mulai terbalik sejak papanya menikah lagi.
Lukanya diiris kian dalam dari orang terkasihnya. Malvino Algara, pacarnya itu ternyata palsu.
" Pa ... Aira butuh papa. "
" Angel juga butuh papa. Dia ngga punya papa yang menyayanginya, Aira. "
****
" Vin ... Aku sakit liat kamu sama dia. "
" Ngga usah lebai. Dulu lo udah dapat semuanya. Jangan berpikir kalo semuanya harus berpusat ke lo, Ra. "
" Kenapa kamu berubah? "
" Berubah? Gue ngga berubah. Ini gue yang sesungguhnya. Ekspetasi lo aja yang berlebihan. "
****
" Ra ... Apapun yang terjadi. Gue tetap ada disamping lo. "
" Makasih, Alin. "
****
" Putusin. Jangan paksain hubungan kalian. Malvino itu brengsek. Lupain. Banyak cowok yang tulus suka sama lo. Gue bakal lindungin lo."
" Makasih, Rean. "
****
" Alvin ... Aku cape. Kalau aku pergi dari kamu. Kamu bakal kehilangan ngga? "
" Engga sama sekali. "
" Termasuk kalo aku mati? "
" Hm. Itu lebih bagus. "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sutia Pristika Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Parasit beracun
Gadis itu masih terpekur di muka pintu. Mencerna perkataan Abimanyu barusan. Apa tadi? Apa dia tidak salah dengar? Kenapa papanya bertanya seperti itu?
" Maksud papa apa? Aira ga ngerti "
" Tak mau mengaku? "
" Mengaku untuk apa, pa? Aira benar-benar ga tau. "
" Angel telfon papa subuh tadi. Dia bilang kalo kamu ninggalin dia sendirian dirumah. Yang lebih parahnya lagi, kamu sempat membuat dia cedera. " Jelas Abimanyu.
Lagi-lagi Aira dibuat kaget dengan pernyataan papanya. Matanya masih menatap Abimanyu hingga mengedar tepat pada Angel yang sedang berdiri ketakutan di pelukan Saras. Seolah-olah gadis itu memanglah habis disiksa gila-gilaan oleh dirinya.
" Apa yang lo bilang ke papa, hah? "
Tak lagi menghiraukan perkataan Abimanyu. Kini perhatian Aira teralih penuh ke adik tirinya. Memandang gadis berambut pirang itu dari atas sampai ke bawah tanpa celah. Bagaikan seekor binatang buas yang hendak memangsa.
" A-aku cuma bilang fakta."
Kening Aira naik sebelah. Matanya menyirat banyak pertanyaan.
" Fakta? Fakta apa? "
" Kenapa kak Kaisa jadi dominan gini? Apa salahnya ngaku kalo semalam kakak ga tidur dirumah? Kakak tidur di apartemen kak Malvino. Terus waktu aku nasihatin kakak, kakak malah dorong aku sampai kaki ku luka gini. "
Aira tercengang. Bahkan rahangnya sudah terbuka lebar. Wah, hebat sekali parasit kecil ini. Ia paham sekarang. Angel sudah mulai ingin menguasai Abimanyu dengan cara seperti ini. Memfitnah dirinya.
Iris mata indah itu beralih ke arah kaki Angel yang entah sejak kapan sudah diperban. Padahal, sebelumnya kaki itu sehat-sehat tanpa luka.
" Coba lo ulangi? Gue tidur di apartemen Alvin dan ngedorong lo? " Tanya Aira lagi. Suaranya sudah terdengar menggeram.
" Emang gitu kan kenyataannya? "
Amboi! Masih berani dia mengatakan hal yang tidak-tidak untuk memojokkan Aira di depan Abimanyu. Bahkan wajah itu masih betah berpura-pura ketakutan.
" Apa benar kamu menginap di apartemen pacarmu, Aira? "
Aira balik menoleh ke posisi sang papa. Nada bicara pria paruh baya itu terdengar seperti percaya dengan fitnahan Angel, menurutnya. Sumpah, ia jengkel sekali.
" Enggak, pa. "
" Terus? Dan kenapa kamu dorong Angel? Dia adik kamu. "
" Adik tiri. " Jawab Aira cepat.
Sengaja Aira bilang gitu. Menggelegar pula suaranya. Biar saja. Biar papa nya ingat jika Angel dan Saras itu cuma pendatang yang numpang hidup sama mereka.
Saras yang mendengar diam-diam mengumpat heboh. Tapi, dia berusaha tenang. Upaya cosplay jadi mama sambung yang baik. Aira tau, terkekeh remeh melihat reaksi wanita tua itu.
" Iya, papa tau. Tapi, apakah karena dia bukan adik kandungmu, kamu bebas memperlakukan nya dengan buruk? "
" Aira udah bilang kan? Aira ga ngelakuin apa-apa ke dia. Papa kenapa mendadak jadi ngeraguin Aira? "
" Bukan meragukan. Papa cuma mau semuanya jelas. Masalah ini cepat selesai. "
" Aira ga ngerasa buat masalah apapun. Yang nimbulin masalah itu cewek ini. Semua yang dia adukan ke papa, bohong. Dia cuma mau ambil perhatian papa. You know? Dia itu cewek licik. "
" Aira, cukup! "
Suara Abimanyu sudah meninggi. Aira terkejut karenanya. Kakinya hampir saja goyah. Seumur hidup selama 18 tahun, papanya itu tak pernah sedikitpun membentaknya. Tapi, hari ini? Abimanyu melakukannya. Demi membela gadis yang sudah terkekeh miring dalam dekapan mamanya. Lebih parah. Abimanyu membentaknya di depan dua parasit beracun ini. Pasti mereka sudah merasa menang darinya.
Tanpa sadar matanya mulai berkaca-kaca. Ia bersusah payah menahan agar bulir netra itu tak jatuh di kedua pipinya.
" Pa ... Papa bentak Aira? Serius pa? Cuma karena Aira bilang kalo Angel itu jahat. Angel bukan orang baik. Gitu, pa? "
Pria dewasa itu seketika membatu. Baru sadar dengan apa yang sudah ia lakukan barusan. Ia mendadak tergugup. Apalagi saat melihat bulir air akan tumpah dari kedua netra putri tercintanya. Abimanyu? Apa yang baru saja kamu lakukan? Tanyanya pada diri sendiri.
" Sayang ... Bukan gitu maksud papa. "
Nafas Abimanyu tercekat melihat Aira mundur saat ia akan maju mendekat. Pasti Aira shock sekali. Lagi kata-kata itu terluah hanya di dalam hatinya.
" So, how? Maksud papa yang gimana? "
" Papa ga sengaja. I'm sorry, sweety. "
" Tck ... Ga sengaja? Papa sadar nggak? Dari tadi, papa selalu berusaha buat nyudutin Aira. Papa membela Angel. Papa lebih percaya dia. Terima semua omong kosong dari mulut dia. Terus, waktu Aira jelasin papa malah ragu. What is the meaning of all this, papa? "
" No ... Papa ga ngeraguin kamu. Okey, I'm sorry, sweety. "
Nada bicara Abimanyu melunak. Ia sudah kelewatan. Bukan itu niatnya. Ia juga tak tau kenapa. Bisa-bisanya dia kelepasan seperti itu. Semuanya jadi rumit sekarang.
" Jadi, papa maunya gimana? "
" Papa cuma mau semuanya kembali membaik. Papa betul-betul punya harapan yang besar supaya kamu dan Angel bisa akur. Begitu juga dengan tante Saras. Itu aja, princess. "
" Dengan cara? Papa suruh Aira ngelakuin apa? " To the point sekali.
" Papa mau kamu bisa mengalah sedikit aja. Minta maaf ke Angel. Perbaiki hubungan kalian, boleh sweety? "
Kepala Aira berdenging mendengarnya. Emosinya mendadak naik lagi. Ia masih tak percaya ini. Mimpi apa dirinya semalam. Sungguh ini adalah hari yang buruk dalam hidupnya.
" Minta maaf? Ke cewek ini? " Tanya Aira. Telunjuknya terang-terangan menunjuk tepat di wajah Angel.
Ia mendongak guna menahan air matanya. Memandang ke lampu yang tergantung di atas langit-langit rumah. Kedua tangan sudah masuk ke dalam saku hodie. Kakinya maju sedikit ke arah Angel dan Saras. Kepalanya memiring songong.
" Papa dengar! Sampai kapanpun, Aira ga bakalan pernah mau minta maaf sama dia. Seharusnya, dia ini yang wajib minta maaf dulu ke Aira. Untuk semua fitnah sampah dan kelakuan dia sebelumnya. "
Aira hampir meludah ke samping jika tidak ingat masih didalam rumah. Sayang lantai mahalnya itu, jika ikutan kena imbas dari amarahnya. Mendingan ludah berharganya itu di lepehkan di muka sok polos dua orang ini.
" Aira ... Tante minta tolong, jaga ucapan kamu. " Sela Saras tiba-tiba. Hampir tak bisa menahan diri lagi, mungkin.
" Kenapa tante? Tante mau marah? Katanya mau jadi mama sambung yang baik. Gimana sih? Lagian ya, yang barusan aku bilang itu semua benar kan? Kalian itu, hatinya busuk. "
Abimanyu memijit pelipisnya. Merasa pusing dengan semua ini. Melihat putri kandung, anak sambung, serta istri barunya itu berdebat. Ia harus apa? Nanti salah lagi dia.
Tak ada sahutan dari Saras selepas Aira mengatakan itu. Aira pun sebenarnya lelah. Tak guna lama-lama adu mulut dengan orang ini. Menghabiskan energi saja.
Gadis itu memutar badan menuju ke pintu luar. Namun, sempat memelankan langkah saat berhadapan dengan Abimanyu. Ditiliknya lekat wajah cinta pertamanya itu.
" Papa tau? Hari ini Aira kecewa banget sama papa. "
Ia kembali melanjutkan langkahnya. Menghindar dari papanya saat ini ialah langkah yang tepat. Agar mereka tak terus menerus berdebat panjang. Lagi pula, ia tak tahan lama-lama dirumah ini selagi masih ada dua orang menyebalkan itu. Ia tak bisa menjamin untuk tidak menyerang mama dan adik tirinya nanti.
" Sweety, mau kemana? Ini masih pagi. Papa baru sampai rumah. Don't you miss me? "
" Mau kemana aja. Asal Aira ga ngelihat mereka. Miss you? Apa gunanya? Mood Aira udah terlanjur rusak. "
Abimanyu melenguh. Menekan kelopak matanya dengan jari telunjuk dan jempol. Sungguh! Kepalanya pusing sekali. Aira benar-benar marah padanya kali ini.
" Satu lagi, pa. Aira nginep dirumah Alin semalem. Bukan di apart Alvin. Terserah ke papa. Mau percaya atau enggak. Aira permisi."
Aira keluar dengan segera. Sebelum sempat papanya mencegah. Ia pandang putrinya itu yang sudah jauh meninggalkan gerbang. Tentu pergi dengan mobil pribadi milik gadis itu sendiri. Hadiah darinya sebagai kado ulang tahun sweet seventeen Aira setahun lalu.
Abimanyu memutuskan untuk masuk ke kamar. Tak apa. Putrinya tak akan marah lama-lama, bukan? Biarkan gadis itu mencari ketenangan dulu.
" Mas ... Aku minta maaf. Tadi, aku sempat menjawab perkataan Aira. Karena, aku ngerasa dia udah keterlaluan. Maaf ya mas?"
Saras menghampiri sang suami. Ia merasa jika Abimanyu belum bisa sepenuhnya keras pada Aira. Jadi, Ia harus bisa mengambil kepercayaan suaminya lagi.
" Sudah lah. Aku cape, Saras. Mau istirahat di kamar sambil menyelesaikan pekerjaanku. "
Sudah terlalu malas Abimanyu meladeni siapapun. Pikirannya sedang sempit. Terlalu banyak yang berisik di kepala.
Ia lanjut bergerak menuju kamar. Meninggalkan Saras dan Angel yang masih saling pandang. Saat sosok Abimanyu sudah tak terlihat. Barulah Angel menurunkan kakinya untuk menanjak lantai.
" Aduh, ma ... Harusnya, Aira dan papanya itu pergi dari tadi. Cape banget aku. Mana kaki ini harus di perban. Harus ngegantung ga boleh napak di lantai. "
Angel berbisik. Memutar bola matanya ogah-ogahan. Saras tertawa kecil menanggapinya.
Di sebalik pilar besar di pintu tengah dapur. Siti melihat semuanya. Saat pertengkaran Aira dengan papanya dan Angel. Hingga ke aksi kebohongan dua ibu dan anak ini.
Art ini mengepalkan kedua tangannya. Berusaha menahan diri untuk tidak melabrak mereka. Berani sekali mereka memfitnah Aira,anak kandung majikannya. Kesayangannya.
***
Mobil Aira berhenti tepat di sebuah danau. Tadi, ia berencana untuk menelpon Alina. Ingin curhat seperti biasa. Tapi, dia baru ingat jika sahabatnya itu masih di Bandung. Tidak mungkin dia memberitahukan ini semua. Aira jamin, Alina pasti akan datang. Aira hanya akan menganggu aktivitas Alina dan keluarganya disana jadinya, kan?
Ia menyusuri pinggir danau. Duduk disalah satu kursi panjang di bawah pohon. Bersandar kepada kepala kursi. Kaki kanan menumpuk kaki sebelahnya. Pandangan jauh mengedar sejauh danau yang luas.
Ingatan tentang kejadian dirumah tadi kembali menerpa. Ia kira, akan mendapat sambutan hangat dari sang papa. Ia kira papanya cepat pulang sebab tak betah berjauhan darinya. Nyatanya malah terjadi pertengkaran.
Hari ini paginya jadi suram. Belum apa-apa, dua hantu belau dirumahnya sudah berulah. Merusak kedamaian hidupnya. Jika diingat-ingat lagi. Aira ingin menumbuk wajah mereka sampai lebam. Apalagi si Angel itu. Semoga saja kakinya betulan sakit sampai tak bisa berjalan. Geram betul rasanya.
" Ra ... "
Aira otomatis menoleh ke arah sumber suara. Siapa tau dia salah dengar. Soalnya ramai sekali orang-orang disekelilingnya. Ada keluarga yang sedang berkemah. Pasangan muda bercengkrama sambil ngemil jajan. Memang, selain jadi pilihan tempat untuk menenangkan diri. Danau ini juga merupakan tempat wisata yang banyak diminati.
Sosok yang manggil Aira tadi perlahan mendekat. Nafasnya sedikit tak beraturan.
" Alvin? "
Aira kaget. Kenapa Malvino bisa tau dia disini. Padahal tadi ia belum bilang apa-apa ke cowok itu. Bahkan, ia tak terpikirkan untuk menelpon sang pacar untuk menemuinya.
" Kamu ngapain disini? Sendirian lagi. Kenapa ga ngabarin aku? "
Aira yang sejak tadi mati-matian menahan tangisnya kini langsung menghambur ke pelukan Malvino. Belum juga cowok itu sempat duduk. Tubrukannya terlalu kuat sampai membuat pacarnya sedikit mundur.
" Hei ... What's wrong? Kenapa, hm? "
" Papa ... Marahin aku tadi. "
" Marah? kenapa? "
" Gara-gara Angel. Cewek ngeselin itu udah fitnah aku, Vin. Dia fitnah aku nginep di apartemen kamu semenjak papa ke Bali. Dia juga ngadu ke papa, kalo aku udah dorong dia sampai kakinya cedera. "
" Bukannya Om Abim pulangnya 6 hari lagi? Kenapa bisa pagi ini udah dirumah? "
" Ya karena itu. Karena Angel nelpon papa subuh tadi. Ngadu yang enggak-enggak ke beliau. "
Malvino bergeming sebentar. Tangannya mengelus punggung kecil yang masih naik turun sebab tangisan.
Pelan-pelan ia bawa Aira untuk duduk lagi. Membawa wajah Aira untuk menatapnya. Ibu jarinya terangkat mengelap air mata gadisnya.
" Calm down, sayang. Everything will be okay. I'm here. Kamu percaya sama aku kan? "
Aira mengangguk. Kesedihannya berangsur reda. Ia menyimpul senyum setelahnya. Beruntung sekali dia. Punya pacar sebaik Malvino. Ia mencintai cowok itu, sangat.
" By the way ... Kok kamu bisa tau aku ada disini? " Ujar Aira pelan. Masih ada sisa sedu kecil-kecil.
Malvino merubah posisi duduknya. Ikut bersandar seperti Aira. Kepala keduanya menoleh hingga saling bertemu tatap.
" Ada sms dari nomor yang ga dikenal. Awalnya aku malas nanggepin. Tapi, selanjutnya dia bilang kalo kamu ada di danau ini. Sendirian. Makanya, aku langsung ke sini. Memastikan. Ternyata, orang itu ga bohong. "
Dahi Aira berkerut. Orang asing? Nomor tak dikenal? Orang itu tau keberadaan dirinya disini dan melapor ke Malvino. Berarti orang itu juga tau jika dia adalah pacar Malvino. Ia mengerahkan pandangan ke sekililing. Tak ada yang mencurigakan. Otaknya berpikir keras. Siapa orang dari pemilik nomor tak dikenal itu? Tanyanya bertubi-tubi.
Sementara itu, sosok yang sedang dibahas oleh dua sejoli ini sedang tersenyum manis. Ia lega. Lega karena gadis itu sudah ada yang menemani. Perlahan menyimpan ponsel yang digunakan untuk mengirim SMS ke Malvino tadi ke saku celananya. Tangannya menarik topi corong hitam agar tidak ada yang mengenali. Tak lupa juga memakaikan masker warna senada. Kemudian, ia menjauh dari situ.