NovelToon NovelToon
Butterfly

Butterfly

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:342
Nilai: 5
Nama Author: Kelly Astriky

Kelly tak pernah menyangka pertemuannya dengan pria asing bernama Maarten akan membuka kembali hatinya yang lama tertutup. Dari tawa kecil di stasiun hingga percakapan hangat di pagi kota Jakarta, mereka saling menemukan kenyamanan yang tulus.

Namun ketika semuanya mulai terasa benar, Maarten harus kembali ke Belgia untuk pekerjaannya. Tak ada janji, hanya jarak dan kenangan.

Apakah cinta mereka cukup kuat untuk melawan waktu dan jarak?
Atau pertemuan itu hanya ditakdirkan sebagai pelajaran tentang melepaskan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kelly Astriky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps. 13 Stasiun

Malam turun perlahan, membawa gemuruh kota yang tak pernah benar-benar tidur. Suara kendaraan bersahutan, lampu-lampu jalan membentuk garis-garis panjang di aspal, dan di sela hiruk pikuk itulah… rindu perlahan menemukan tempatnya.

Maarten masih di perjalanan. Jalan menuju Depok ternyata tak semudah yang ia bayangkan.

Pesan masuk di layar ponselku.

“Kelly… aku masih di jalan. Sepertinya Depok sangat macet. Aku nggak nyangka butuh waktu selama ini.”

Aku membaca pesannya sambil duduk di tepi ranjang, lampu kamar hanya redup-remang. Lalu aku balas dengan nada ringan.

“Selamat datang di dunia nyata, Maarten. Jakarta dan macet adalah satu paket.”

Beberapa detik kemudian, balasannya masuk,

“Haha, baik! Tapi meskipun begitu, aku senang. Aku bisa lihat kota ini dari sisi lain, lampu-lampu, motor saling susul, orang jualan di pinggir jalan. Everything feels so alive.”

Aku mengetik sambil tersenyum,

“Kamu bisa nikmati semua itu ya, padahal orang sini justru stres tiap hari kena macet.”

“Aku nggak stres. Mungkin karena aku punya tujuan yang bikin semuanya terasa worth it.”

“Aku cuma pengen sampai dan lihat kamu.”

Hatiku sedikit bergetar. Kata-kata sederhana, tapi terasa nyata. Mungkin karena aku tahu dia tulus. Dan malam itu, meski jarak kami masih dipisahkan oleh kilometer dan kemacetan, aku merasa Maarten sudah sangat dekat, di titik hatiku yang selama ini ku jaga paling dalam.

Aku berdiri pelan dari tempat tidur, masih memandangi layar ponsel dengan senyum yang belum juga hilang. Rasanya seperti diberi kesempatan kedua dari seseorang yang datang tanpa janji, tapi penuh usaha.

Aku berjalan ke kamar mandi. Air hangat menyentuh kulitku, seperti menghapus sisa-sisa luka yang mungkin masih tertinggal di balik napas. Lalu aku mulai berdandan pelan-pelan. Tidak untuk terlihat sempurna, tapi agar saat dia melihatku nanti… dia tahu bahwa aku menghargai setiap detik yang dia perjuangkan untuk menemuiku. Bahkan dia sangat tidak suka jika aku memakai lipstik. Dia menyukai warna kulitku, dia menyukai warna bibirku. Dan ini membuatku terasa lebih hidup.

Aku pilih pakaian yang sederhana tapi manis. Aku semprotkan sedikit wewangian yang biasa kubawa saat perjalanan, lalu berdiri di depan kaca.

"Nggak perlu sempurna, Kell… yang penting jadi diri sendiri." gumamku dalam hati.

Aku meraih tas kecilku, lalu cepat-cepat mengenakan sepatu. Tanpa banyak pikir panjang, aku langsung berangkat menuju stasiun. Rasanya aku nggak mau buang waktu. Aku ingin segera bertemu dengannya, tanpa alasan besar, hanya karena rindu yang pelan-pelan tumbuh di sela waktu.

Aku mengirim pesan ke Maarten.

"Aku langsung otw ke stasiun ya. Biar lebih cepet."

Tak butuh waktu lama, balasannya muncul.

"Oke, bagus banget. Aku juga masih di jalan, belum sampai hotel. Jadi kita mungkin sampai hampir barengan."

"Kita janjian di hotel atau aku jemput kamu ke stasiun? "

Aku senyum kecil, lalu mengetik:

"Aku kabarin kamu pas udah sampai. Kita lihat nanti ya. Tapi jangan buru-buru, hati-hati di jalan."

"Kamu juga, Kelly. Biar kita ketemu dalam keadaan tenang dan bahagia."

Aku baca pesan itu sambil duduk di kursi kereta, dan untuk sesaat, aku merasa semuanya sedang berada di tempatnya masing-masing. Tidak tergesa, tidak salah arah. Hanya dua orang… yang saling mencari dengan pelan dan pasti.

Kereta masih melaju di relnya, mengguncang pelan di setiap tikungan. Di sisi jendela, aku hanya memandangi malam yang belum sepenuhnya gelap. Pikiran ini masih sibuk menebak, membayangkan, akan seperti apa pertemuan kami kali ini?

Ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk dari Maarten.

“Aku udah sampai hotel, Kelly.”

“Aku rebahan sebentar, taruh barang dulu. Kamu udah sampai mana?”

Aku tersenyum kecil membaca pesannya. Entah kenapa, ada rasa nyaman yang tumbuh dari hal-hal sederhana seperti ini, dikasih kabar, tanpa perlu diminta.

Aku cepat-cepat membalas.

“Masih di jalan. Sebentar lagi nyampe stasiun.”

Beberapa menit kemudian, dia kirim pesan lagi.

“Gimana kalau aku jemput kamu di stasiun aja?”

“Biar kamu nggak bingung atau jalan sendiri. Lagian aku juga pengen liat kamu lebih cepat.”

Aku menatap layar, dan seperti biasa, senyum itu datang tanpa aku sadari.

“Kamu nggak istirahat dulu?”

“Nggak, nanti aja. Sekarang aku pengen jemput kamu.”

Hatiku hangat. Ini bukan soal siapa yang nyampe duluan. Tapi soal siapa yang nggak pernah terlambat buat menunjukkan perhatiannya.

Aku membalas,

“Oke. Aku kabarin kalau udah nyampe. Kamu hati-hati juga ya di jalan.”

Kereta mulai melambat. Stasiun sudah terlihat dari balik kaca. Aku menarik napas pelan.

Pertemuan kedua ini… terasa seperti awal dari sesuatu yang lebih dari sekadar kebetulan.

Akhirnya, kereta berhenti sempurna di stasiun. Aku turun dengan langkah pelan, menghindari terburu-buru. Kali ini, bukan aku yang menunggu sendirian… aku tahu, ada seseorang yang sedang menujuku juga.

Untuk pertama kalinya, aku berdiri di peron tanpa rasa cemas. Rasanya hangat. Damai. Aku berjalan ke pintu keluar dan duduk sebentar di bangku dekat parkiran motor, sambil menatap orang-orang berlalu-lalang. Wajah-wajah asing yang berjalan cepat, ada yang pulang kerja, ada yang sekadar singgah. Tapi tak ada satu pun yang kutunggu, selain dia.

Tak lama kemudian, notifikasi pesan masuk. Dari Maarten.

“Aku udah di luar. Duduk di dekat tiang parkir besar, ada warung kecil di sampingnya. Nih, aku kirim fotonya ya.”

Foto itu memperlihatkan Maarten sedang duduk dengan posisi menyamping, topi hitamnya menutupi sebagian wajah, tapi senyumnya tetap kelihatan. Ia tampak tenang, dan seperti biasa… kehadirannya langsung menghangatkan hati.

Aku bangkit. Melangkah pelan ke arah tempat itu.

Dari kejauhan, aku melihatnya. Ia sedang menatap jalanan, seolah mencari sesuatu, atau mungkin menunggu seseorang yang sudah ia simpan baik-baik di dalam pikirannya selama beberapa hari terakhir.

Langkahku makin dekat. Aku menyusup dari arah belakang. Pelan. Hati-hati.

Lalu, dengan tingkah nakal, aku menutup matanya dari belakang.

“Tebak siapa?”

Ia tertawa kecil, tanpa mengelak.

“Hmmm… wanginya kayak seseorang yang kangen banget sama aku.”

Aku ikut tertawa dan melepas tanganku dari matanya.

“Kangen? Kamu terlalu percaya diri.”

Ia menoleh, menatapku dengan mata yang penuh binar. Wajahnya sedikit merah karena matahari sore, tapi senyum itu… tetap sama.

“Tapi aku benar, kan?” bisiknya sambil berdiri dan merentangkan tangannya pelan.

Tanpa banyak tanya, Martin langsung menarikku ke dalam pelukannya. Pelan, tapi penuh. Hangat tubuhnya menyambutku seperti seseorang yang benar-benar merindukan kehadiran ini. Aku sempat kaku beberapa detik, bukan karena tak suka… tapi karena mulai sadar beberapa orang di sekitar kami mulai memperhatikan.

Mataku menyapu sekeliling. Dua ibu-ibu di warung menatap sambil berbisik. Seorang bapak-bapak menoleh sekilas. Bahkan seorang anak muda yang lewat mengangkat alisnya dengan ekspresi penasaran. Aku langsung menunduk, pipiku memerah.

“Martin…” bisikku pelan, mencoba menjauh sedikit dari pelukannya.

“Kamu peluk aku gitu aja? Banyak yang lihat.”

Tapi Martin cuma tertawa kecil, suaranya seperti gumaman yang menenangkan.

“Let them look, Kelly,” katanya sambil tetap menatap mataku.

“We don’t know them. They don’t know us. What matters is… I know you. And you’re here now.”

Aku tertunduk pelan, berusaha menyembunyikan senyum yang tak bisa kutahan.

Aku tahu dia tidak bermaksud apa-apa. Pelukannya bukan untuk pamer, bukan untuk membuatku risih. Tapi lebih seperti bentuk kelegaan, karena akhirnya kami berdiri di tempat yang sama, di waktu yang sama.

“Tapi aku malu" Kataku dengan senyum malu-malu.

Dia hanya tertawa lagi, lalu mengusap kepalaku pelan seperti seseorang yang menyayangi dengan cara yang tenang.

“Oke, cukup. Tapi cuma untuk sekarang,” katanya.

“Karena nanti… aku pasti bakal kangen peluk kamu lagi.”

Aku menggigit bibirku menahan tawa kecil.

Dan untuk pertama kalinya hari itu, aku sadar aku benar-benar merasa dilihat, dihargai, dan diterima, tanpa harus pura-pura kuat, atau bersembunyi dari siapa pun......

1
Kelly Hasya Astriky
sangat memuaskan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!