NovelToon NovelToon
Bukan Salah Takdir

Bukan Salah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Psikopat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Mengubah Takdir
Popularitas:418
Nilai: 5
Nama Author: MagerNulisCerita

Dua keluarga yang terlibat permusuhan karena kesalahpahaman mengungkap misteri dan rahasia besar didalamnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MagerNulisCerita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masalah bertubi-tubi

Di Kampus Hijau, suasana mendadak lengang setelah pengumuman libur mendadak tersebar. Naura, yang sejak pagi gelisah, kembali membuka ponselnya. Pesan WhatsApp yang ia kirimkan kepada ayah dan kakaknya masih belum juga dibalas. Ia menggigit bibir, menimbang-nimbang, sebelum akhirnya memberanikan diri menekan tombol panggilan.

Telepon berdering lama, nyaris masuk ke kotak suara, hingga akhirnya terdengar suara kakaknya.

“Halo?” suara itu lelah, tapi masih hangat.

“Kak… coba kakak lihat pesan yang tadi Naura kirim. Tolong sampaikan juga ke Ayah ya, Kak. Soalnya Ayah belum baca atau belum balas sama sekali,” ucap Naura, suaranya terdengar cemas. Ia sudah menahan telepon itu lama sebelum akhirnya diangkat.

“Iya, Dek. Nanti kakak cek.”

Di Mobil – Alfian & Aldi

Sementara itu, di tempat lain, Aldi baru saja keluar dari gedung fakultas. Ia masih didampingi sang ayah, Alfian, setelah memenuhi panggilan dekan terkait masalah serius yang menyeret namanya.

Di dalam mobil, suasana mendadak tegang.

“Bisa nggak sih, Al… sekali saja kamu nggak bikin ulah?” suara Alfian dalam, penuh letih. “Papa capek, Al. Capek harus ngurusin masalah kamu terus. Dan kali ini… ini fatal banget.”

Aldi menunduk, menatap tangannya sendiri. “Maafin Al, Pah… Al janji, ini yang terakhir. Tolong bantu Al, Pah… tolong.”

Alfian menggeleng pelan, menatap lurus ke depan dengan rahang mengeras. “Papa benar-benar nggak tahu harus gimana buat nyelametin kamu dari masalah ini. Satu-satunya jalan yang papa lihat… mungkin kamu harus mendekam di penjara dulu. Minimal buat meredam pandangan negatif publik ke keluarga Hutomo.”

“Ta—tapi Pah…” Aldi hendak membantah, tapi suaranya terpotong getaran ponsel Alfian.

“Nggak ada tapi-tapian.” Alfian mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Aldi diam. “Sebentar, Papa angkat dulu. Ini dari Om Angga. Papa yakin dia sudah tahu semuanya.”

Telepon tersambung. “Halo, Mas Angga… i-iya, Mas. Baik. Kami segera ke rumah.”

Aldi melirik dengan panik. “Kenapa, Pah?”

“Kita diminta ke rumah keluarga besar sekarang juga. Papa yakin… kali ini kita bakal kena masalah lagi.”

“Terus apa yang harus kita lakukan?”

“Kita tetap harus hadir. Apa pun yang terjadi.”

Setelah itu, keduanya hanya terdiam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Di Rumah Keluarga Wijaya

Pak Wijaya duduk di ruang keluarga sambil menonton pemberitaan siang di televisi. Air mukanya tegang saat reporter membacakan kabar mengenaskan dari Kampus Hijau.

“Pemirsa, sebuah peristiwa tragis terjadi di lingkungan Kampus Hijau. Seorang mahasiswi ditemukan tak bernyawa di area gudang belakang kampus. Dugaan sementara, korban mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, korban mengalami depresi berat karena kehamilannya, sementara sang pacar diduga enggan bertanggung jawab. Identitas sang pacar disebut-sebut memiliki keterkaitan dengan keluarga Hutomo.”

Pak Wijaya mengusap wajahnya, menggeleng pelan.

“Mo… Mo… keluarga yang dulu kamu bangun dengan penuh cinta,” gumamnya lirih, “sekarang justru menjadi awal kehancuranmu.”

“Assalamualaikum, Kek!” suara ceria Tiara menyentak lamunannya.

“Waalaikumsalam. Loh, Tia kok sudah pulang?” tanya Pak Wijaya.

“Iya, Kek. Kampus Hijau diliburkan gara-gara kasus itu,” jawab Tiara sambil memanyunkan bibir ke arah televisi yang sedang ditonton kakeknya.

“Kakek tahu nggak… pacar si korban itu sepupu temen Tia. Kata temen Tia, sepupunya itu emang sering bikin ulah, Kek.”

Pak Wijaya terperanjat. “Loh? Jadi Tia berteman sama cucu keluarga Hutomo?”

“Iya, Kek. Tapi anaknya baik kok. Cuma kasihan, dia nggak pernah merasakan pelukan hangat ibunya karena ibunya sakit. Eh… kok kakek jadi melotot begitu?” tanya Tiara, bingung melihat ekspresi kakeknya.

“Eee… nggak, nggak. Kakek cuma kaget aja. Sudah tua masih bisa berteman sama keluarga Hutomo.” Wijaya tersenyum kaku, berusaha menutupi kegelisahannya.

Dalam hatinya, ia bergumam, Ya Allah… semoga tidak ada masalah setelah ini. Lindungi cucuku dari semua ini.

“Ngomong-ngomong, kakek udah makan siang belum? Kalau belum, yuk makan. Tadi Tia sih sudah makan, tapi kalau di rumah rasanya kurang afdol kalau nggak makan masakan Mama,” ujar Tiara ceria.

“Kakek sudah kok. Baru saja makan.”

Tiara kemudian beranjak ke dapur, meninggalkan kakeknya yang kembali terpaku pada layar televisi.

Sementara Itu, di Rumah Keluarga Hutomo

Hutomo duduk tegak di kursi ruang keluarga, menonton berita yang sama. Rahangnya menegang, matanya memerah. Lagi-lagi ia dipermalukan oleh tindakan anak dan cucunya.

Tak lama kemudian, pintu utama terbuka.

“Selamat siang, Pah,” sapa Angga sambil menyalami ayahnya. Marvino mengikutinya.

“Oh… Papa sudah tahu beritanya?” tanya Angga pelan.

“Ada yang perlu Angga sampaikan nanti, Pah. Tapi izinkan Angga bersih-bersih dulu.”

Marvino hanya mengangguk kecil dan mengikuti ayahnya naik ke lantai atas.

Beberapa menit kemudian, keduanya turun dan duduk di ruang keluarga. Angga membuka percakapan dengan suara serius.

“Pah, ini tentang Alfian. Ada indikasi kuat dia melakukan penyelewengan dana di Danandra Group, anak perusahaan Wijaya Group.”

Hutomo menatapnya tajam.

“Ini semua bukti sementara yang sudah Angga dan tim kumpulkan,” lanjutnya sambil menyerahkan map berisi berkas. “Selama lima tahun terakhir, ada laporan keuangan yang tidak sinkron dengan kondisi lapangan. Investigasi ini kami lakukan karena melihat kejanggalan, terutama kerugian bertahun-tahun di objek yang sama. Saat ini penyelidikan lanjutan sedang berjalan untuk mengetahui siapa saja yang terlibat.”

Hutomo membuka satu per satu berkas itu. Tangannya bergetar, wajahnya mengeras, dan ia hanya mampu menggelengkan kepala.

Suasana ruang keluarga mendadak sepi. Mencekam.

“Angga sudah memanggil Alfian dan Aldi ke rumah ini,” tambah Angga.

Hutomo hanya mengangguk pelan, seolah kehilangan kata.

Kedatangan Naura

Tiba-tiba, suara langkah mendekat dan pintu terbuka. Naura masuk sambil mengucap salam.

“Assalamualaikum, selamat siang semuanya.”

Semua mata menatapnya dengan heran. Ada perubahan yang jelas terlihat—sikapnya lebih sopan, lebih tenang dibandingkan sebelumnya sejak masuk kuliah.

“Loh? Kok pada bengong?” tanya Naura polos.

“E-enggak, Nak… ya kan, Pah, Vin?” ujar Angga canggung.

“I-iya… nggak apa-apa, Dek,” Marvino ikut menyahut.

“Kakek, sudah nonton berita di TV belum?” tanya Naura sambil berkacak pinggang.

“Hssst!” kakaknya cepat-cepat memberi isyarat agar ia tidak bicara sembarangan.

Tanpa peduli, Naura melangkah ke arah ayahnya. “Yah… Naura boleh nggak dikasih guru ngaji? Naura mau memperbaiki diri. Tapi yang perempuan ya, Yah.”

Marvino yang sedang minum mendadak tersedak.

“Uhuk! Uhuk!”

“Kenapa, Pak Haji? Batuk? Minum Konidin gih,” ujar Naura sambil terkekeh.

Marvino memelotot. “Kesambet apa kamu, Dek? Tumben banget.”

Senyum Naura hanya membuat suasana sedikit mencair—hingga suara pintu kembali terbuka.

Ketegangan Memuncak

Alfian, Ratri, dan Aldi memasuki ruang keluarga. Suasana langsung berubah tegang. Semua pembicaraan berhenti. Tidak ada yang berani membuka suara.

Dan di sinilah awal pertemuan besar keluarga itu—pertemuan yang akan menentukan arah masa depan keluarga Hutomo.

1
bebekkecap
😍
bebekkecap
next kak, gasabar pas semuanya kebongkar🤣
AuthorMager: Sabar kak, masih lama...hhehhe
total 1 replies
AuthorMager
Bismillah, semoga banyak pembaca yang berminat. Aamiin
AuthorMager
Selamat menikmati alur cerita yang penuh plotwist
bebekkecap
seru banget kak, lanjut kak
AuthorMager: siap kak, bantu like and share ya kak🤭
total 1 replies
bebekkecap
makin seru aja ini kak ceritanya, sayang kok bisa cerita sebagus ini penikmatnya kurang👍💪
AuthorMager: Aduh makasih kak, bantu share ya kak🙏
total 1 replies
bebekkecap
Bahasa rapi dan terstruktur secara jelas
AuthorMager: duh, jadi terharu. makasih kak
total 1 replies
bebekkecap
Bahasa rapi dan terstruktur secara jelas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!