Lucinda de Vries mengira acara wisudanya akan menjadi hari kebahagiaannya sebagai sarjana kedokteran akan tetapi semua berakhir bencana karena dia harus menggantikan kakak kandungnya sendiri yang melarikan diri dari acara pernikahannya.
Dan Lucinda harus mau menggantikan posisi kakak perempuannya itu sebagai pengantin pengganti.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Lucinda de Vries nantinya, bahagiakah dia ataukah dia harus menderita ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2 CHATARINA KABUR
Lucinda berjalan gontai menuju parkiran mobil yang tersedia di kampusnya, Universitas Leiden.
Wajahnya murung sembari menenteng topi toga serta atribut wisudanya, dia melangkah malas.
"Sampai jumpa lagi, Lucinda !" sapa seorang gadis kepada Lucinda ketika mereka berada di parkiran.
"Ya, sampai jumpa...", sahut Lucinda.
Tampak sejumlah gadis berlarian melewati Lucinda, mereka sangat ceria seolah-olah hari ini adalah hari teristimewa bagi mereka, tapi tidak bagi Lucinda karena dia harus menelan pil pahit sendirian selama akhir acara wisudanya.
Kedua orang tuanya pergi meninggalkan acara wisuda di detik-detik terakhir yang paling ditunggu-tunggu oleh semua wisudawan dan wisudawati disini terutama Lucinda, dia berharap sekali, kali ini dia bisa menghabiskan waktu bersama-sama dengan kedua orang tuanya.
Namun sayangnya, papa dan mama Lucinda berhalangan hadir di acara puncak yang seharusnya mereka tadi berpesta ria bersama-sama, penuh suka cita menyambut gelar sarjana yang disandang oleh Lucinda di akhir masa dia di Universitas Leiden.
Lucinda membuka pintu mobilnya yang terparkir dihalaman kampus, dilemparkannya buket bunga tanda seremonial wisuda ke dalam mobil begitu saja, dan juga topi toga miliknya yang dia buang asal ke kursi mobil.
Dengan kecewanya, dia melepaskan baju toganya lalu dilemparkannya baju itu ke dalam mobil sembari mendengus kesal.
"Brak !" dibantingnya pintu mobil saat dia masuk ke dalam lalu duduk termenung sembari menatap dingin.
"Kenapa selalu saja Chatarina ! Chatarina ! Chatarina yang di dahulukan oleh papa dan mama sedangkan aku, coba ? Di anak tirikan !" gerutu Lucinda.
Lucinda menghidupkan mesin mobilnya lalu melajukannya pelan menuju luar area kampus.
Sebuah mobil berhenti tepat di dekat mobil Lucinda lalu seorang gadis menyapanya.
"Hai, Lucinda !" panggilnya keras.
Lucinda menoleh ke arah kaca mobil saat seseorang berteriak keras, memanggil namanya.
"Lucinda !" terdengar suara seseorang memanggilnya.
Lucinda segera menurunkan kaca mobilnya lalu menatap keluar.
Tampak Chatarina sedang berada di dalam mobil lainnya sedang tertawa lepas.
"Chatarina, sedang apa kau disini ?" tanya Lucinda sembari mengedarkan pandangannya ke sekitarnya, mereka masih berada di dekat area kampus.
"Selamat atas keberhasilanmu diwisuda menjadi sarjana kedokteran, kau sungguh beruntung daripada aku yang hanya tamatan sekolah kejuruan perempuan", sahut Chatarina dari mobil lainnya.
"Yah, terimakasih kuucapkan atas ucapan selamatnya, tapi kau kan lebih beruntung daripada aku sebab kau akan menikah dengan pria kaya raya", kata Lucinda dari mobilnya.
Chatarina tertawa keras, saking kerasnya suara tawanya sampai terdengar seperti ringkihan suara kuda.
"Kau konyol, Lucinda ! Sama naifnya dengan papa dan mama, kau pikir aku akan serta merta memberikan diriku pada pria itu, Lucinda ! Hah ?" kata Chatarina.
"Apa maksudmu itu, bodoh ?" tanya Lucinda tak mengerti.
"Bagaimana bisa aku menikahi pria yang tak aku kenali bahkan wajahnya saja aku tidak melihatnya, Lucinda", sahut Chatarina.
"Tapi kau sendiri yang menyetujuinya kalau kamu ingin menikah", kata Lucinda.
"Yeah, awalnya aku berpikir demikian, tapi aku mulai bimbang dan ragu-ragu untuk melanjutkannya", sahut Chatarina.
"Tapi besok adalah acaranya, kau akan melangsungkan pernikahan besok, kak", kata Lucinda.
"Tepat sekali, itu dulu sebelum aku berubah pikiran", sahut Chatarina.
"A-apa ? B-berubah pikiran ?" tanya Lucinda tertegun tak mengerti.
"Yah, benar, aku berubah pikiran dan mungkin saja aku tidak akan menghadiri acara pernikahanku besok", sahut Chatarina.
"Apa maksudmu itu, Chatarina ?" tanya Lucinda semakin tak memahami jalan pikir kakak perempuannya itu.
"Jangan bertanya lagi sebab aku telah menjelaskannya padamu bahwa aku keberatan untuk menikah saat ini", sahut Chatarina.
"Lantas ?" tanya Lucinda.
"Lantas... Yeah, aku berubah pikiran sekarang dan memutuskan pergi dari pernikahan itu", sahut Chatarina.
"Tu-tungu, Chatarina... Mari kita bicarakan lagi baik-baik masalah ini dan kumohon jangan pergi begitu saja karena..., yah ini, bukan pertanda baik, menurutku...", kata Lucinda.
"Jangan banyak omong, diam la, Lucinda de Vries !" kata Chatarina pada adik perempuannya itu.
Chatarina melemparkan buket bunga mawar putih kepada Lucinda.
"Ambil lah buket bunga itu, semoga kamu beruntung menggantikan aku, Lucinda !" teriak Chatarina dari dalam mobil lainnya.
"Hai, Chatarina ! Kembali kemari, apa maksud ucapanmu itu !" teriak Lucinda.
"Aku kabur ke luar negeri, semoga kau bahagia, selamat atas wisudamu menjadi dokter, Lucinda !" teriak Chatarina.
"Hai, Chatarina, kembali kau !" teriak Lucinda.
Chatarina melajukan mobil miliknya, meninggalkan mobil Lucinda yang berhenti di belakang sana.
Tentu saja Lucinda bereaksi atas ucapan Chatarina, kakak perempuannya itu sehingga dia nyaris melompat turun dari dalam mobilnya jika saja tidak ada yang membunyikan klakson ke arahnya, mungkin Lucinda sudah lari mengejar mobil Chatarina.
"Tin... ! Tin... ! Tin... !" suara klakson terus berbunyi keras, Lucinda terpaksa melajukan mobilnya, untuk memberi jalan kepada mobil lainnya.
Lucinda tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Chatarina barusan, menyebutkan padanya agar dia menggantikan Chatarina.
Tampak Lucinda merasa tidak tenang saat dia menyetir mobil yang dia kendarai menelusuri jalan utama menuju arah tujuan pulang sedangkan mobil Chatarina sudah tidak terlihat lagi jejaknya.
"Apa yang sedang direncanakan oleh Chatarina sesungguhnya ?" tanyanya penasaran.
Namun semua pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam pikirannya itu tetap tidak ada jawaban pastinya, mengambang bagaikan perahu di atas air.
Mobil yang dikendarai oleh Lucinda terus merangkak pelan, memang Lucinda selalu berhati-hati ketika dia mengemudikan mobilnya.
"Aku harus segera pulang ke rumah dan mencari tahu apa yang sedang terjadi di rumah sekarang ini", kata Lucinda.
Lucinda menginjak pedal gasnya cepat-cepat menuju pulang ke rumahnya.
Mobil bergerak kencang melewati jalanan utama kota Leiden.
Hampir satu jam lebih perjalanan ditempuh oleh Lucinda de Vries, akhirnya mobil yang dia setiri sendiri tiba di rumah.
Sebelum mobil sampai di depan rumah, muncul mama berlari keluar dari dalam rumah seraya berteriak-teriak ke arah mobil yang disetiri oleh Lucinda.
"Mama..., apa dia tahu kalau Chatarina sudah kabur...", gumam Lucinda seraya memutar setir kemudinya berbelok ke arah kanan.
Terdengar teriakan keras dari mama yang berlari mendekati mobil Lucinda.
"Lucinda !" panggil mama sembari mengetuk kaca mobil Lucinda sehingga gadis itu terpaksa menurunkan kaca mobilnya.
"Ya, mama, ada apa ?" tanya Lucinda.
"Kejar kakakmu, Chatarina sekarang !" pinta mama.
"Mengejar kemana ? Memangnya Chatarina kemana, mama ?" tanya Lucinda.
"Kakakmu telah kabur dari rumah dan dia berpesan bahwa dia urung menikah padahal acara pernikahan akan digelar besok sedangkan Chatarina kabur sekarang ini", sahut mama.
Mama terlihat sangat panik dengan nafas terengah-engah, satu tarikan nafas lagi pasti mama akan ambruk pingsan.
Lucinda de Vries hanya tertegun diam, masih duduk di balik setir mobilnya, dia hanya memandang mamanya tanpa berkata apa-apa.
"Lakukan sesuatu untuk kami, sayang !" pinta mama.
"Apa yang harus Lucinda perbuat ?" tanyanya kebingungan namun dalam hatinya dia berkata "Kau cari masalah, Chatarina !"
"Lakukan apapun, yang terpenting Chatarina kembali pulang, cari dia atau kejar dia !" kata mama.
"Ya, ampun, mama..., Lucinda baru saja datang dari acara wisuda, capek sekali rasanya, nanti saja mencari Chatarina, sekarang Lucinda mau istirahat dulu", sahut Lucinda seraya mendorong pintu mobilnya untuk turun akan tetapi mama menahannya agar dia tidak keluar dari dalam mobil.
"Jangan turun ! Cari dia sampai ketemu atau seketemunya dia, cepat cari dia sekarang, kita mendapat masalah kalau Chatarina tidak ketemu !" kata mama.
"Ya, ya, ya, aku akan pergi mencarinya, tapi jangan paksakan Lucinda kalau tidak berhasil menemukan Chatarina", sahut Lucinda kesal.