NovelToon NovelToon
Kepepet Cinta Ceo Arogan

Kepepet Cinta Ceo Arogan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Romansa / Fantasi Wanita / Nikah Kontrak / Wanita Karir
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Arash Maulidia, mahasiswi magang semester enam yang ceroboh namun gigih, tidak pernah menyangka hidupnya berubah hanya karena satu tabrakan kecil di area parkir.
Mobil yang ia senggol ternyata milik Devan Adhitama — CEO muda, perfeksionis, dan terkenal dingin hingga ke nadinya.

Alih-alih memecat atau menuntut ganti rugi, Devan menjatuhkan hukuman yang jauh lebih berat:
Arash harus menjadi asisten pribadinya.
Tanpa gaji tambahan. Tanpa pilihan. Tanpa ruang untuk salah.

Hari-hari Arash berubah menjadi ujian mental tanpa henti.
Setiap kesalahan berarti denda waktu, setiap keberhasilan hanya membuka tugas yang lebih mustahil dari sebelumnya.
Devan memperlakukan Arash bukan sebagai manusia, tapi sebagai mesin yang harus bekerja sempurna — bahkan detik napasnya pun harus efisien.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Asisten pribadi

Arash masih menatap punggung Devan yang menghilang di balik pintu kaca besar, bahkan setelah langkah pria itu lenyap sepenuhnya. Ia belum bisa memutuskan mana yang lebih parah: mobil mewah yang baru saja ia gores, atau kenyataan bahwa ia kini resmi menjadi asisten pribadi pria paling ditakuti di dunia korporat.

Tangannya masih gemetar saat menegakkan motor. Napasnya berat, tapi otaknya memaksa tubuhnya untuk terus bergerak. Ia tak punya pilihan lain selain menuruti perintah sang CEO.

“Cari HRD... bilang aku asisten pribadinya,” gumamnya pelan, mencoba mengingat instruksi dingin itu.

Dengan langkah ragu, Arash berjalan menuju lobi gedung kaca megah itu. Udara dingin dari pendingin ruangan langsung menyambutnya, membuat keringat di tengkuk terasa menusuk. Lantai marmer putih berkilau, pantulan lampu di permukaannya seperti cermin kesempurnaan. Semua orang tampak sibuk—berjas, membawa map, berbicara lewat headset—semuanya tahu apa yang harus dilakukan… kecuali dia.

Arash menggigit bibir. Oke, Arash. Tenang. HRD. Lantai berapa tadi?

Ia menatap papan penunjuk di dinding. Departemen Human Resource — Lantai 5.

Lift terbuka. Ia masuk, menatap bayangan dirinya di pintu logam.

Kemejanya sedikit kusut, rambutnya tak serapi peserta magang lain yang tadi ia lihat di lobi. Tapi ia menegakkan punggung, berusaha terlihat meyakinkan—walau jantungnya masih berdebar tak karuan.

Begitu lift berbunyi ting! dan pintu terbuka, aroma kopi langsung menyeruak. Area HRD terasa lebih hangat—bukan karena suhu, tapi suasananya yang lebih manusiawi. Dinding berwarna krem lembut, meja-meja tertata rapi, dan beberapa staf tampak serius mengetik di depan komputer.

“Selamat pagi. Ada yang bisa dibantu?”

Suara seorang wanita berusia sekitar tiga puluh tahun terdengar dari balik meja resepsionis. Senyumnya ramah, tapi matanya tajam menilai.

Arash menelan ludah. “Selamat pagi. Saya... Arash Maulidia. Peserta magang baru. Tapi, uhm... Pak Devan bilang saya harus melapor ke HRD. Katanya saya... asisten pribadinya.”

Wanita itu terdiam. Senyumnya perlahan memudar. “Asisten pribadi... Pak Devan?” ulangnya, seolah memastikan ia tidak salah dengar.

Arash mengangguk cepat. “I-iya, Bu. Saya juga baru tahu barusan.”

Wanita itu menatapnya lama sebelum mengambil telepon di meja. “Tunggu sebentar.”

Ia menekan beberapa tombol, suaranya berubah formal.

“Halo, Bu Rini? Ada peserta magang bernama Arash Maulidia di sini. Katanya ditugaskan langsung oleh Pak Devan sebagai asisten pribadi.”

Hening sejenak. Lalu alisnya terangkat.

“Baik, saya antar ke ruangan Ibu.”

Ia menutup telepon dan berdiri. “Ikut saya.”

Arash mengangguk, mengekori wanita itu melewati deretan meja. Suara langkah sepatu mereka bergema di lantai marmer. Beberapa pegawai menoleh dengan ekspresi ingin tahu—seolah mencari tahu siapa gadis pucat yang tiba-tiba dibawa masuk ke ruang HRD pagi-pagi begini.

Wanita itu berhenti di depan pintu berlabel “Rini Pramesti – HR Manager”, lalu mengetuk dua kali.

Dari dalam terdengar suara lembut namun tegas. “Masuk.”

Ruangan itu beraroma melati dan ketegangan. Di balik meja, duduk seorang wanita berpenampilan rapi dengan kacamata tipis dan ekspresi yang sulit ditebak.

Ruangan itu beraroma melati dan ketegangan. Di balik meja, duduk seorang wanita berpenampilan rapi dengan kacamata tipis dan ekspresi yang sulit ditebak.

Orang seperti itu bisa melihat kebohongan bahkan dari cara seseorang bernapas.

“Silakan duduk,” katanya tanpa basa-basi.

Arash menurut, duduk dengan tangan di pangkuan.

“Jadi, kamu... Arash Maulidia,” ucap Bu Rini sambil menatap tablet di tangannya. “Kamu yang tadi menabrak mobil Pak Devan?”

Nada suaranya tenang, tapi Arash merasa seperti sedang disidang.

“A-anda sudah tahu, Bu?”

Dalam hati ia tahu: pertanyaan itu bodoh. Tentu saja seluruh gedung sudah tahu.

Bu Rini mengangkat alis. “Berita seperti itu menyebar cepat, Nak. Apalagi kalau yang ditabrak adalah CEO kita.”

Arash menunduk dalam. “Saya benar-benar minta maaf, Bu. Saya tidak bermaksud—”

Tapi kata maaf terasa tidak cukup menutupi rasa takutnya sendiri.

Bu Rini mengangkat tangan, menghentikan kalimatnya.

“Tidak perlu menjelaskan. Saya sudah dapat instruksi langsung dari beliau. Mulai hari ini, kamu ditetapkan sebagai Personal Assistant to the CEO. Semua dokumen magang mu akan kami ubah.”

Satu kalimat itu terasa seperti vonis yang tak bisa dibatalkan.

Arash mematung. “Jadi... ini beneran?”

Ia berharap ini hanya mimpi buruk yang bisa berhenti kalau ia menampar pipinya.

“Ya. Dan tampaknya kamu bukan hanya magang di bawah divisi mana pun, tapi langsung bekerja untuk orang nomor satu di perusahaan ini.”

Nada suaranya terdengar setengah kagum, setengah iba. “Kau tahu, belum pernah ada peserta magang yang langsung ditarik oleh Pak Devan. Ini pertama kalinya.”

Pertama kalinya—dan mungkin juga terakhir kalinya seseorang cukup sial untuk mengalaminya.

Arash menelan ludah. “Saya juga kaget, Bu.”

Kaget... dan takut kalau rahasia lamanya ikut terbongkar karena ini.

Bu Rini menatapnya lama, lalu menarik napas.

“Kau sebaiknya bersiap. Bekerja di bawah Pak Devan bukan hal mudah. Dia dikenal disiplin, keras, dan perfeksionis. Tapi kalau kau bisa bertahan... masa depanmu akan cerah.”

Bertahan.

Kata itu bergema di kepalanya—seperti janji, tapi juga peringatan.

Dan Arash tahu, permainan baru saja dimulai.

1
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Reni Anjarwani
doubel up
Reni Anjarwani
doubel up thor
rokhatii: stay tune kak🙏🙏
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut thor
rokhatii
ditanggung pak ceonya🤣🤣🤣
matchaa_ci
lah kalo gajinya di potong semua gimana arash hidup nanti, untuk bayar kos, makan, bensin pak ceo?
aisssssss
mobil siapa itu kira kira
aisssssss
bagua banget suka ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!