Ditahun ketiga pernikahan, Laras baru tahu ternyata pria yang hidup bersamanya selama ini tidak pernah mencintainya. Semua kelembutan Hasbi untuk menutupi semua kebohongan pria itu. Laras yang teramat mencintai Hasbi sangat terpukul dengan apa yang diketahuinya..
Lantas apa yang memicu Laras balas dendam? Luka seperti apa yang Hasbi torehkan hingga membuat wanita sebaik Laras membalik perasaan cintanya menjadi benci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita itu
Sampai dikamarnya, kembali air mata Laras mengalir tanpa diminta. Dibukanya laci tempatnya menyimpan obat yang Hasbi katakan sebagai penyubur kandungan.
Dada Laras kembali sesak, saat tahu obat apa sebenarnya yang Hasbi siapkan untuknya, yang selalu Laras konsumsi setiap hari, ternyata itu adalah pil KB.
Pantas saja, setiap kali periksa ke dokter kandungan, Dokter yang bertugas mengatakan hormon Laras tidak normal dan sulit untuk bisa hamil.
Laras pikir karena stres, hingga dia rajin minum obat yang Hasbi berikan dan latihan yoga agar bisa cepat hamil.
Laras menutup kembali laci, ia berjalan di depan cermin, menatap wajahnya yang tampak pucat tanpa warna. Laras tersenyum pedih, tidak ada yang berubah dari dirinya. Ia masih sangat cantik, badannya masih indah seperti sebelumnya, hanya saja kini hatinya hancur lebur tak lagi berbentuk.
Ternyata orang yang di temani selama enam tahun. Tiga tahun berpacaran, tiga tahun menikah, tak lebih hanya seorang pembohong besar. Memikirkannya sekarang, terasa sangat ironis.
"Laras,"
Suara Hasbi tiba-tiba sudah berada di belakang tubuh Laras. Laras kaget dan tubuhnya hampir terhuyung.
"Hati-hati!"
Hasbi segera menahan tubuh Laras, menuntunnya duduk di bibir tempat tidur. Wajahnya terlihat cemas, seperti peran suami sesungguhnya yang khawatir pada istrinya yang tengah terluka.
"Sebentar, aku minta Bibi buatkan kamu teh hangat." Hasbi berdiri lalu berbalik dan memanggil dari pintu, "Bi! Buatkan Nyonya teh hangat! Cepat!"
Dulu perhatian semacam ini bisa membuat hati Laras berdebar. Namun, setelah mendengar pembicaraan Hasbi dengan Nur, semua itu hanya menjadi sandiwara yang membuat Laras mual.
"Makanan semua sudah siap, aku cari kamu di dapur tidak ada."
Sinar senja menembus jendela besar, menerangi wajah tampan dengan cahaya keemasan. Wajah yang telah Laras cintai selama enam tahun. Namun saat ini, cahaya keemasannya itu malah membuat mata Laras perih.
"Anak-anak cari kamu, mereka nggak mau makan kalau bukan kamu yang suapin." Tiba-tiba Hasbi menggenggam tangan Laras yang dingin. Telapak tangannya yang hangat menggosok pelan, seolah memberi penghiburan untuk Laras.
Laras hanya diam, lalu perlahan menarik tangannya. Jangan sampai Hasbi melihat darah mengering di telapak tangannya. "Hari ini aku nggak enak badan. Biar Bibi yang suapin Naila dan Cantika." Laras benar-benar memulai balas dendam nya, tak sudi dijadikan sebagai pengasuh gratisan oleh Hasbi.
Mendengar itu, Hasbi jelas terkejut. Wajahnya bahkan tampak menegang.
"Apa akhir-akhir ini kamu susah tidur? Biar aku minta Bibi mengganti teh mu dengan teh penenang, beberapa hari ini aku terlalu sibuk, sampai lupa membelikan brownies slice kesukaanmu."
Bibir Laras berkedut. Pria itu masih ingat seleranya, dan ingat setiap detail kehidupan pribadinya. Namun, dia juga ingat siapa wanita yang berhak melahirkan keturunannya, dan bagaimana bersikap pada kedua putrinya dengan baik.
Hasbi benar-benar meninggalkan kamar, langkahnya semakin cepat.
Melihat punggung Hasbi menghilang, Laras segera meraih tisu basah. Secepatnya ia hilangkan jejak merah yang berada di telapak tangannya.
Setelah memastikan benar-benar bersih, Laras mulai sandiwara sakitnya.
"Laras?"
Suara Hasbi terdengar lagi, langkahnya mendekat. Dia berkata, " Ini ku bawakan teh, minumlah! Selagi hangat, agar tubuhmu tidak lemas."
"Kenapa nggak minta Bibi saja yang antar, kamu kan harusnya temani ibu dan anak-anak makan?"
Hasbi mendekat dan duduk di tepi tempat tidur. Hasbi memegang wajah Laras dengan kedua tangannya menatapnya dengan penuh perhatian, "Mana bisa aku menikmati makan sementara kamu terlihat lemas begini?"
Wajah Hasbi penuh kasih, mata kecoklatan itu menatap hangat dan lembut. Kalau saja Laras tidak mengetahui kebenarannya, Ia akan percaya bahwa dia adalah pria baik yang bertanggung jawab kepada keluarga.
"Beberapa hari ini Naila dan Cantika agak rewel, mungkin aku sedikit kelelahan, bisa tidak kamu cari seorang pengasuh? Aku sepertinya agak kewalahan."
Wajah Hasbi berubah serius dan keningnya yang panjang terasa menekan. Laras bisa melihat keraguan dan pertimbangan di matanya, sampai akhirnya pria itu menghela napas dan berkata, "Apa kita minta saja ibunya tinggal bersama kita? Setelah kehilangan suaminya dia hampir depresi, untungnya cepat di tangani dan sekarang keadaannya mulai membaik. Kalau kamu setuju, aku akan coba berdiskusi sama dia."
Mungkin karena saking bahagianya, Hasbi segera menarik Laras kepelukannya dengan lembut.
Dulu... momen sederhana seperti ini adalah kebahagiaan besar untuk Laras. Berada dalam pelukan orang tercintanya, Namun, untuk sekarang, berada dipelukan Hasbi adalah hal yang membuatnya mual.
Tubuh itu telah terbagi, pria itu tak ubahnya seperti wabah yang perlu dihindari.
******
Hasbi bekerja seperti biasa. Pagi tadi dia masih berperan sebagai suami idaman. Namun sebelum tengah hari, seluruh rumah sudah sibuk. Pelayanan sibuk menyiapkan kamar tamu, anak-anak sudah di briefing untuk menyambut kedatangan ibu kandung mereka, aneka makanan datang dari berbagai restoran.
Laras hanya berdiri acuh, senyum tipis menghiasi bibir, saat menyadari waktu pembalasannya sudah dekat.
Waktunya membalas rasa sakitnya pada wanita yang selama ini bahagia di atas kebohongan.
"Mba laras..., "
####
Gimana?
Lanjut nggak?