Meninggal dalam kekecewaan, keputusasaan dan penyesalan yang mendalam, ternyata membawa Cassie Night menjalani takdir kehidupannya yang kedua.
Tidak hanya pergi bersama kedua anaknya untuk meninggalkan suami yang tidak setia, Cassie juga bertekad membuat sahabatnya tidak bersinar lagi.
Dalam pelariannya, Cassie bertemu dengan seorang pria yang dikelilingi roh jahat dan aura dingin di sekujur tubuhnya.
Namun, yang tak terduga adalah pria itu sangat terobesesi padanya hingga dia dan kedua anaknya begitu dimanjakan ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsme AnH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayo, Bercerai!
"Felix?" Cassie membuka matanya, sorot bingung pun seketika menghiasi netranya ketika wajah sang suami hampir memenuhi indera penglihatannya yang sedikit buram.
"Iya, ini aku." Felix tersenyum lembut dan dengan gerakan paling halus dia meletakkan tubuh Cassie yang berada di dalam gendongannya ke atas ranjang besar. "Kamu istirahatlah dulu, aku masih harus menemui klien."
Setelah mengatakan itu, Felix mengecup kening Cassie dengan mesra, sebelum akhirnya menarik selimut untuk menghangatkan tubuh sang istri.
"Klien?" Kerutan di dahi Cassie terlihat semakin jelas.
"Iya, Sayang," kata Felix dengan gemas mencubit pipi Cassie. "Apa seteguk alkohl membuatmu lupa kalau malam ini kamu menemaniku ke perjamuan untuk menemui klien?"
'Tempat perjamuan?' gumam Cassie di dalam hati, kebingungan jelas semakin melanda dirinya. 'Bukankah aku seharusnya berada di rumah sakit?'
Seingat Cassie, dia dijatuhkan ke kolam renang oleh Aleena dan tenggelam karena tidak bisa berenang.
Dia pikir, dirinya bisa bangun karena berhasil diselamatkan dan seharusnya tengah menjalani perawatan di rumah sakit.
Namun, kenapa malah menemani Felix menemui klien?
Tunggu dulu!
Cassie langsung memperhatikan sekeliling begitu sebuah ingatan dan pemikiran melintas di kepala kecilnya.
'Ini ... villa Keluarga Murphy?' Bola mata Cassie tampak membesar, tetapi Felix masih saja tidak menyadari perubahan ekspresi yang terjadi pada sang istri. 'Kalau begitu ....'
Pemikiran Cassie terhenti ketika suara Felix yang diselimuti kasih sayang kembali berkumandang. "Kamu tidur saja dulu, begitu selesai ... aku akan langsung kembali dan menemanimu di sini."
Setelah berbicara, Felix menepuk lembut kepala Cassie seolah-olah wanita itu adalah kucing peliharaannya yang imut dan patuh.
Cassie menarik kedua sudut bibirnya untuk membentuk senyuman lembut, tetapi ekspresinya berubah drastis ketika Felix sudah berbalik dan pergi.
Hanya ada sorot dingin yang menghiasi netra Cassie, bahkan bibir tipisnya membentuk senyuman sinis saat dirinya mendengus, "Hah! Jika aku tidak bangkit dari kematian, aku pasti masih tertipu dengan kelembutanmu."
Cassie ingat, di kehidupan sebelumnya dia memang pernah menemani Felix menghadiri perjamuan yang diselenggarakan oleh Keluarga Murphy di Villa Angin.
Malam itu, kejadiannya sama persis dengan yang terjadi saat ini.
Cassie hanya meneguk sedikit alkohol yang disuguhkan oleh Aleena, tetapi tubuhnya tiba-tiba saja terasa lemah seolah-olah dia telah kehilangan seluruh tenaganya.
Kemudian, Aleena dengan baik hati mengingatkan Felix untuk mengantarkan Cassie beristirahat.
Begitu saja, Felix pun membawa Cassie ke kamar mereka.
Yang terjadi selanjutnya ....
Seorang wanita tiba-tiba saja menarik tangan Felix dan mendorongnya ke dinding.
"Aleena, kenapa kamu di sini?" Felix terkejut karena tindakan Aleena, dia lebih tidak menduga wanita itu akan berani muncul di kamar pribadinya dengan Cassie.
"Kenapa? Apa aku tidak boleh menemuimu?" Aleena memasang ekspresi cemberut di wajahnya, sementara tangannya dengan nakal menjalar di atas jas yang dikenakan Felix.
"Boleh, kamu tentu saja boleh menemuiku kapan pun kamu mau. Namun, tidak di sini ...." bisik Felix sambil ke arah ranjang, dia menghela nafas lega begitu mendapati Cassie masih memejamkan mata dengan damai.
Aleena tersenyum penuh tantangan. "Kenapa? Kamu takut dia mengetahui skandal kita?" katanya, menggoda dengan mata yang berkilau nakal. Dia mengalungkan kedua tangannya di leher Felix, menariknya lebih dekat seakan ingin membius pria itu dengan parfum di tubuhnya. "Tenang saja, dia tidak akan bangun karena aku mencampurkan obat tidur ke dalam minumannya."
"Dia benar-benar tidak akan bangun, kan?" tanya Felix dengan cemas, tidak menyadari rencana licik Aleena yang memberikan obat untuk melemahkan sistem saraf Cassie, bukannya obat tidur.
Aleena hanya tersenyum sembari mengangguk, terlalu bangga dengan ovasi berbahayanya.
Mendengar kata 'tidur', Felix merasakan ketidakpastian mencengkeram jiwanya. Cassie—istrinya yang lembut dan penuh kasih—telah menjadi pusat hidupnya.
Bagaimana jika dia mengetahui apa yang terjadi?
Namun, saat melihat Cassie yang terlelap, ketegangan itu mulai menghilang.
“Karena kamu terus mengabaikanku untuk memanjakan Sisie hingga membuat bayi kita tidak senang, maka kamu harus memberikan kompensasi yang layak untukku,” goda Aleena dengan suara menggoda.
Seperti ikan yang disuguhkan umpan, Felix tampak bersemangat mengambil alih kendali. Dia berbalik mendorong tubuh Aleena ke dinding, lalu mulai menyerangnya dengan ganas. Dalam pikirannya, semua yang terjadi antara dia dan Aleena hanyalah kesenangan semata.
Namun, ada sesuatu yang lebih dalam dan kelam di balik senyum licik Aleena
‘Cassie, seharusnya kamu menyerah, kan?’ Aleena menikmati serangan demi serangan yang diluncurkan Felix, sementara tatapannya jatuh ke arah ranjang, tempat di mana Cassie berusaha untuk menyembunyikan luka. 'Hanya jika kamu menyerah, aku dan bayi dalam kandunganku akan menikmati kemewahan.'
Cassie yang teronggok di sudut ranjang, berpura-pura tidur. Air mata mengalir di pipinya, merasa setiap detik berlalu seperti jarum yang menenun benang kesakitan di hatinya.
Dia telah mengalami pengkhianatan ini sebelumnya, tetapi setiap rasa sakitnya seolah terulang kembali dengan lebih menyakitkan.
Dia tidak ingin bertindak gegabah, tidak ingin berakhir dalam pusaran kemarahan yang tidak dapat ditarik kembali.
Cassie ingat di kehidupan sebelumnya, dia turun dari ranjang dengan langkah berat seolah-olah ada beban tak terlihat terikat di kakinya dan menuntunnya menuju realitas yang pahit.
Aleena memandangnya dengan tantangan yang mencolok dan senyum penuh sindiran menghiasi wajahnya, seakan menantang Cassie untuk melakukan sesuatu.
Namun, Cassie memilih untuk mengabaikannya. Dia melangkah mendekat, menghentikan diri tepat di belakang Felix.
"Felix ...." Suara Cassie mengalun tenang, menentang semua gejolak yang berkecamuk di dalamnya.
Mendengar suara familier yang begitu tenang, Felix menghentikan aksinya dan menegang sejenak, sebelum akhirnya segera berbalik.
"Sisie ...." Felix menatap Cassie dengan gugup, lalu melirik Aleena dengan tatapan menyalahkan sambil mengeluarkan suara yang cukup pelan. "Bukankah kamu bilang dia tidak akan bangun?"
"Aku juga tidak tahu kenapa bisa begini," balas Aleena memasang ekspresi takut yang dibuat-buat.
Berbeda dengan Felix, Cassie sangat tenang seperti kapal yang berlayar di tengah badai dengan kesadaran penuh bahwa ini adalah pertempuran yang harus dihadapi.
Melihat ketenangan Cassie, rasa guncangan dalam diri Felix justru semakin besar seolah ombak besar menghempas dari segala arah. "Sayang, kenapa kamu bangun?"
Tanggapan Cassie langsung memicu perubahan dalam atmosfer ruangan. "Kalau aku tidak bangun, bagaimana aku bisa mengetahui perbuatan kalian yang sangat menjijikkan ini?" Sarkasme terukir dalam suaranya, sementara tatapan jijik yang dilayangkan kepada Felix dan Aleena seolah-olah dia menatap hama yang merusak kebun harapannya.
"Sayang, ini tidak seperti yang kamu lihat ...." Felix mencoba mendekat, berusaha meraih pergelangan tangan Cassie.
Namun, langkahnya ditahan oleh tembok ketidakpercayaan yang sekarang mengakar di antara mereka.
Cassie melangkah mundur, menjaga jarak yang semakin melebar.
Jika sebelumnya Cassie senang dipanggil 'sayang' oleh Felix seolah-olah dialah wanita yang paling dicintai di muka bumi ini, sekarang panggilan itu malah terasa sangat menjijikan.
“Jadi seperti apa? Apakah Aleena yang merayumu, atau kamu dalam keadaan tidak sadar saat ini?” Cassie melontarkan pertanyaan itu dengan nada sinis, pandangannya penuh kebekuan yang membuat samudera di dalam hati Felix semakin bergelora.
Dia berusaha mengumpulkan kata-kata, tetapi semuanya terhambat oleh rasa bersalah yang membelenggu mulutnya.
“Felix, sebelum kamu memberikan alasan, pastikan kamu sendiri mempercayai alasan yang kamu buat.” Suara Cassie menyayat, dengan tegas dia berdiri di sana hanya untuk menunggu jawaban yang tidak mungkin datang.
Dia kini melihat Felix bukan sebagai pria yang dicintainya, tetapi sebagai pengkhianat yang telah merusak segala sesuatu yang mereka bangun bersama.
Aleena di sudut ruangan mencoba berbicara dengan senyum yang dulu bisa membuat hari-hari gelap Felix menjadi cerah.
Namun, senyumnya saat ini hanya menambah kesedihan dalam suasana. “Sisie, jangan salahkan Felix ... salahkan saja aku.”
"Kau diam!" bentak Cassie, amarah mulai menyulut dirinya. "Tidak ada tempat untukmu berbicara di sini!"
"Felix ...." Aleena menatap Felix dengan mata berkaca-kaca, berharap pria itu mampu menegakkan benang-benang yang hampir putus di antara mereka.
Tetapi alih-alih membela, Felix justru mendelik tajam sambil memperingati, “Diamlah.”
Mana mungkin dia masih punya waktu membujuk Aleena, sementara Cassie saja belum ditangani dengan baik.
Aleena menunduk dengan hati yang terguncang, dia mengepalkan kedua tangan di samping tubuh, menyembunyikan kemarahan dan kecewa yang membara. “Cassie sialan!” gerutunya dalam hati, merasa dikhianati oleh pria yang seharusnya melindunginya.
"Sayang, dengar—"
"Felix, ayo, bercerai," sela Cassie masih dengan sikap tenang yang membuatnya tampak berkelas. "Besok aku akan meminta pengacaraku mengurus kontrak perceraian, mari kita menyelesaikan prosedurnya secepat mungkin."
Setelah mengatakan itu, Cassie langsung meninggalkan Villa Angin tanpa memperdulikan senyuman kemenangan yang menghiasi wajah Aleena.
Dia juga tidak menghiraukan panggilan dan kejaran sang suami di belakangnya, bahkan tatapan ingin tahu dari orang-orang sekitar pun tak diindahkannya.
Namun, Cassie malah bimbang bercerai dari Felix begitu sang suami mendatanginya bersama kedua anaknya dan mengatakan mereka membutuhkan keluarga yang utuh.
Keteguhan Felix saat berlutut di tengah hujan salju selama sehari semalam semakin membuat hati Cassie goyah, hingga akhirnya dia luluh dan bersedia memaafkan sang suami serta memberikan kesempatan keduaa padanya.
Di kehidupan ini ....
"Aku akan mengubah takdirku sendiri dan tidak akan membiarkan jalan9 itu mendapatkan apa yang diinginkannya!" Cassie diam-diam mengepalkan kedua tangannya dengan erat.
"Felix, aku juga tidak menginginkanmu lagi!" tambah Cassie sambil memejamkan matanya, membiarkan suara-suara menjijikkan Aleena menghiasi indera pendengarannya hingga menghujam jantung hatinya.
"Anggap saja pengabdianku sebagai seorang istri selama tujuh tahun ini seperti memberi makan pada anjin9!"
mulai membuka hati sma Athur...
tunggu aj pd waktux Cess keluar bersama ..
kesuksesanx dan kemakmuran disertai kebahagian x ...