NovelToon NovelToon
Menjadi Ibu Sambung

Menjadi Ibu Sambung

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Cintamanis / Duda / Ibu Pengganti / Pengasuh / Pernikahan rahasia / Tamat
Popularitas:60.1k
Nilai: 5
Nama Author: CovieVy

Naila hanya ingin kuliah dan menggapai cita-cita sebagai jaksa.
Namun hidup menuntunnya ke rumah seorang duda beranak dua, Dokter Martin, yang dingin dan penuh luka. Di balik tembok rumah mewah itu, Naila bukan hanya harus merawat dua anak kecil yang kehilangan ibu, tapi juga melindungi dirinya dari pandangan sinis keluarga Martin, fitnah, dan masa lalu yang belum selesai.

Ketika cinta hadir diam-diam dan seorang anak memanggilnya “Mama,” Naila harus memilih: menyelamatkan beasiswanya, atau menyelamatkan keluarga kecil yang diam-diam sudah ia cintai.

#cintaromantis #anakrahasia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2. Pelarian

"Jadi, kamu begitu ya Zidan? Kenapa kamu melamar aku jika kamu sendiri tidak menyukaiku?" batin Naila, matanya tak lepas dari pandangannya yang semakin menajam.

Pikiran Naila langsung kembali pada ucapan Bu Aisyah tadi pagi. Tanpa berpikir panjang, ia berbalik arah dan masuk lagi ke gedung sekolah, langsung menuju ruang guru tempat Bu Aisyah berada.

Setelah keluar, Naila tersenyum, menyimpan sesuatu yang tak ingin diungkapkan hingga masanya tiba.

Hari-hari pun berlalu, membiarkan orang tuanya sibuk mengurus ini itu persiapan pernikahan. Sedangkan Naila, tak ambil pusing menyibukkan diri mempersiapkan ujian kelulusan.

Hingga sampai waktunya, tiga bulan kemudian. Pada hari pengumuman kelulusan. Naila hadir membawa surat keterangan lulus di tangannya.

Naila menyusuri jalan pulang. Kertas kelulusan di tangannya seakan tak ada arti bagi kedua orang tuanya. Gubuk yang biasanya sepi, dari jauh memperlihatkan suasana yang riuh membuat perutnya sedikit bergejolak. Tenda telah berdiri. Suara ibu-ibu cekikikan di dapur. Anak-anak kecil berlarian, dan aroma masakan tercium sampai ujung jalan, di mana Naila masih terpaku melihat pemandangan itu.

Esok adalah hari pernikahannya yang tidak pernah ia inginkan.

Selama beberapa bulan terakhir, ia telah diam-diam mempersiapkan segalanya. Ia tahu, pilihannya ini akan membuatnya dicap sebagai anak durhaka. Tapi bagaimana lagi, tak ada cara lain yang terpikirkan dalam waktu yang mendesak ini.

Naila berdiri sejenak. Tangannya mengepal, ia telah membulatkan tekad. Ia hanya perlu memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Naila melanjutkan langkah memasuki suasana ramai itu.

“Naila, cepetan ganti bajumu. Kakak mau memasangkan henna di tangan dan kaki kamu!” seru Tami, tetangga yang juga jago menggambar henna.

"Hmmmfff..."

Naila menarik napas panjang. Ia masih tak habis pikir, demi pernikahan ini, orang tuanya rela meminjam uang lagi pada Pak Amir, sang calon besan.

Namun, untuk membantu biaya kuliah yang ia dambakan, mereka selalu mengatakan, "Mana ada uang?"

Naila menatap rumah itu. Menyusuri detil-detil kecil dengan sekaama, pintu tua, kursi reyot di teras, bunga kertas di pagar. Sudut-sudut penuh kenangan. Tapi sebentar lagi hanya akan menjadi kenangan.

Ia masuk ke kamar dan mengganti seragamnya dengan cepat. Tak lupa mengenakan topi dan masker, bukan masker bedah biasa, tapi penutup wajah yang ia siapkan khusus sejak sebulan lalu.

“Nai?” suara ibunya membuat jantungnya nyaris meloncat.

"Naila? Kamu dengar ibu panggil gak?" suara sang ibu terdengar jelas.

Dengan refleks, ia lepas kembali topi dan masker itu, buru-buru menyembul dari balik pintu.

“Iya, Bu?”

“Kamu mau ke mana lagi?” tanya ibunya curiga.

“Besok kamu nikah, lho. Gak boleh kemana-mana lagi!”

“Enggak, Bu… Naila di kamar aja kok.”

“Lho, kenapa kerudungan? Ini kan di rumah doang?”

“Kan banyak yang bukan mahrom, Bu. Jadi, ya… Harus begini.”

Ibunya mengangguk, meski wajah ibu masih tampak heran.

“Ya udah, cepat keluar. Tami nungguin dari tadi.”

"Baik, Bu." Naila kembali masuk, dan menutup pintu. Ia segera mengganti kerudung yang lain, topi, dan masker. Ransel yang sudah ia siapkan berisi pakaian dan dokumen penting segera ia gendong.

“Bismillah…” bisiknya pelan. “Maaf, Bu, Yah… Ini mungkin jalan yang durhaka. Tapi hamba ingin hidup yang hamba pilih sendiri.”

Ia mengenakan kembali topi dan masker. Setelah itu, mengeluarkan ransel yang sudah ia isi: beberapa baju, dokumen penting, dan amplop pemberian Bu Aisyah.

"Bismillah... Ya Allah, maafkan aku. Semoga Engkau ridho."

Ia membuka jendela, memandang sekitar. Beberapa ibu-ibu lewat sambil membawa panci besar. Naila menunggu, menahan napas. Saat jalan mulai sepi, ia melompat dan lari sekencangnya, meninggalkan semuanya.

Beberapa orang menoleh.

“Itu siapa? Aneh amat, siang bolong pakai masker begitu? Apa masih musim korona?” tanya salah satu ibu-ibu tetangga

“Mungkin tukang dagang keliling yang nyasar!” sambut yang lain.

Mereka tertawa kecil, tak tahu bahwa ‘penyusup’ itu adalah mempelai yang akan menghilang.

Sementara itu, ibunya kembali mengetuk kamar Naila.

"Naila? Kamu belum juga keluar?"

Perlahan ia membuka pintu. Kosong. Tak ada siapa pun.

"Oh... mungkin sudah bersama Tami," gumamnya, tak menyadari apa yang baru saja terjadi.

Sementara itu, Naila berhenti di depan rumah kecil dengan cat tembok biru pudar.

"Assalamualaikum, Bu... Bu...?"

Suara langkah tergopoh. Pintu dibuka, dan wajah Hangat Bu Aisyah muncul di baliknya.

"Walaikumsalam... Naila? Sudah siap?" tanya Bu Aisyah.

Naila mengangguk cepat. Wajahnya cemas.

"Apa kamu yakin? Orang tuamu pasti kebingungan."

Gadis itu mengangguk cepat. Wajahnya tertutup topi dan masker, tapi matanya… bicara banyak.

“Kamu Yakin? Namun semua ini akan mengubah hidupmu.”

“Ayo, Bu. Nanti mereka keburu mencari.”

Tanpa tanya lebih lanjut, Bu Aisyah mengangguk, mengambil kunci mobil, dan mereka pun meluncur ke terminal. Setelah membelikan tiket, ia menyerahkan amplop putih kepada Naila.

"Semoga ini bisa membantumu untuk sementara. Kalau beasiswamu sudah cair, kamu tak perlu khawatir lagi. Ingat, tugasmu cuma satu: belajar! Kamu harus bisa membuktikan bahwa kamu bisa. Buat lah mereka bangga memilikimu."

Naila menganggukan kepala memberi pelukan hangat menyertai ucapan terima kasih paling dalamnya. Naila menahan tangis.

"Terima kasih, Bu. Aku tak tahu bagaimana membalas semua kebaikan Ibu. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang lebih besar."

"Amin." Bu Aisyah mengangguk mengusap kepala yang tertutup kerudung itu beberapa kali.

Tak lama kemudian, bis yang akan membawanya menjemput mimpi pun melaju, membelah jalan lintas Sumatra menuju ibukota.

Selama perjalanan, Naila menyerap tiap detik pemandangan yang asing baginya: laut luas, Gunung Anak Krakatau di kejauhan, dan langit yang tampak berbeda. Ada cemas, takut, kalut, tapi juga bahagia, karena untuk pertama kalinya, ia berjalan mengikuti keinginan hatinya sendiri.

...****************...

Setelah perjalanan panjang, ia turun di sebuah terminal yang ramai dan asing.

Perlahan ia menyusuri jalan. Di ujung sana, kubah masjid menyapa matanya. Ia mendekat. Mencuci muka, melaksanakan sholat. Minum air galon gratis. Duduk di teras, menghela napas.

Tas dibuka. Dokumen diperiksa. Amplop uang ditarik dari dalam tas.

“Bu Aisyah… aku izin ya, pakai sedikit buat makan.”

Ia mengambil dua lembar uang, lalu menyimpan amplop itu kembali. Setelah itu, ia membuka berkas-berkas penting dan mengeceknya satu per satu.

Tiba-tiba, sebuah tangan kecil mengambil kertas-kertas itu.

"Hah?" Naila menoleh.

Seorang balita perempuan berdiri di dekatnya, memegang salah satu berkas yang tergeletak di atas lantai.

"Halo, Sayang... Kamu sama siapa ke sini?" tanya Naila lembut.

Anak itu menunjuk ke dalam masjid.

“Oh, ibunya di dalam ya? Ayo, kakak anterin," ucap Naila, menggenggam tangan mungil itu dan mengajaknya masuk ke bagian wanita.

Namun, begitu sampai di pojokan tempat anak itu duduk, Naila sadar bahwa telah melupakan sesuatu.

Dengan jantung berdebar, ia berlari kembali ke tempat semula. Di sana tampak seorang pria mengenakan hoodi membawa benda miliknya.

"Tas-kuuu!" pekiknya.

^^^Revisi tanggal 15 Mei 2025^^^

1
Ratna Komalasari
suks
SoVay: terima kasih kk
total 1 replies
MomyWa
waaahh, udah tamat aja thor? pdhl pnasaran sm marvel dan azwa
MomyWa
nyeselnya setelah naila terlihat cantik 🤣
MomyWa
cemburu nih yeee
Aku Rajin Membaca
semangat selalu thor. gpp gagal..gagal itu awal dari keberhasilan.ssmangat selalu untuk berkarya
Safira Aurora
semangat ya thor. semoga membawa rezeki cerita yang baru.
Eva Karmita
semangat otor semoga di karya yg baru bisa menghasilkan rejeki yang berlimpah aamiin 🤲🤲
Syahril Maiza
semangat terus untuk berkarya yah
Syahril Maiza
semoga karya author berikutnya bisa menghasilkan thor
Cookies
menarik ceritanya
SoVay: terima kasih kakak, sudab bantu rate cerita kami 🙏
total 1 replies
Syahril Maiza
aroma penyelesaian paksa thor
Syahril Maiza
walaaaahh, udah jualan mereka
Syahril Maiza
kok bingung /Facepalm/
Syahril Maiza
akhirnya Naila pulang kampung
Syahril Maiza
tone ceritanya kayaknya dipercepat ya
Syahril Maiza
Alhamdulillah, turut lega
Syahril Maiza
semangat semua tim medis
Syahril Maiza
duh, kasihan sekali 😭
arielskys
aku turut berduka thor, emang regulasi ini kabarnya bikin banyak author gugur. semangat ya. semogayang berikut bisa mendapat rezeki
arielskys
lah? tamat aja thor? waalaaaaaahhhh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!