NovelToon NovelToon
Brautifully Hurt

Brautifully Hurt

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: PrettyDucki

Narendra (35) menikah untuk membersihkan nama. Adinda (21) menikah untuk memenuhi kewajiban. Tidak ada yang berencana jatuh cinta.

Dinda tahu pernikahannya dengan Rendra hanya transaksi. Sebuah kesepakatan untuk menyelamatkan reputasi pria konglomerat yang rusak itu dan melunasi hutang budi keluarganya. Rendra adalah pria problematik dengan citra buruk. Dinda adalah boneka yang dipoles untuk pencitraan.

Tapi di balik pintu tertutup, di antara kemewahan yang membius dan keintiman yang memabukkan, batas antara kepentingan dan kedekatan mulai kabur. Dinda perlahan tersesat dalam permainan kuasa Rendra. Menemukan kelembutan di sela sisi kejamnya, dan merasakan sesuatu yang berbahaya dan mulai tumbuh : 'cinta'.

Ketika rahasia masa lalu yang kelam dan kontrak pernikahan yang menghianati terungkap, Dinda harus memilih. Tetap bertahan dalam pelukan pria yang mencintainya dengan cara yang rusak, atau menyelamatkan diri dari bayang-bayang keluarga yang beracun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PrettyDucki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Narendra dan Pragmatismenya

Sialan Namira!

Perempuan itu menjebak dan membuatnya terpaksa berhadapan dengan situasi ini sekarang. Rendra terus mengumpat dalam hati sementara ayahnya bicara.

"Dewan eksekutif kabarnya mau ganti kamu karena citra publik kamu rusak." Brata mengelap mulutnya dengan serbet makan, kemudian menyamankan duduknya pada sandaran kursi.

"Nggak masuk akal!" Suara Rendra meninggi. Garpu di tangannya menggantung di udara. "Tuduhan itu udah terbukti palsu. DNA-nya nagatif, kenapa masih ribut?"

"Tuduhan soal anak harammu memang palsu." Brata menatapnya datar. "Tapi fakta bahwa kamu tidur sama sembarang perempuan kan nyata. Masyarakat sensitif dengan isu moral begini. Kamu lupa kita di Indonesia?"

Rendra berdecak, mendorong piring steak-nya yang bahkan belum disentuh.

Ini konyol. Itu privasinya, kenapa orang ramai ikut campur urusan ranjangnya? Setelah belasan tahun di luar negeri, semua kemunafikan nilai Timur ini terasa menjengkelkan baginya.

Ini semua berawal empat bulan lalu.

Namira -aktris kelas dua yang dulu cuma jadi pelarian seksnya- mendadak muncul di media dengan drama air mata dan mengaku melahirkan anak darinya. Tuduhan diperkuat oleh foto mereka yang tersebar di sosial media. Di ranjang dan bertelanjang dada. Hasil tes DNA jelas mengatakan bahwa anak itu bukan darah dagingnya, tapi Namira ngotot mengatakan Rendra memanipulasi hasil tes. Netizen eat that shit up. Publik langsung melabelinya dengan stempel : 'Rendra si bajingan yang bergaya hidup bebas.'

Rendra adalah putra tunggal dari pengusaha konglomerat sekaligus Presiden Republik Indonesia, Bratasena Kusumadiningrat. Tidak heran berita soal dirinya menyebar cepat.

Ia tidak peduli pada karir politik ayahnya yang sedang mengincar kursi presiden periode kedua. Apalagi pada citra publik dirinya sendiri. Persetan. Tapi kalau ini mengganggu posisinya di kursi Direktur Utama, itu lain cerita. Ia bekerja mati-matian untuk sampai di titik ini.

Di sisi lain, Brata menyodorkan strategi rahasia yang disusun oleh Tim Public Relation Istana. Tujuannya? Untuk mengubah citra Rendra menjadi pria muda yang stabil, dan bertanggung jawab. Caranya? Dengan menikahi Dinda. Kartu aman yang bisa dikendalikan lewat ayahnya, Seno.

Brata tau Rendra. Dia tidak pernah bisa dikendalikan langsung. Brata lihat sendiri bagaimana ia selalu menolak "perempuan strategis" yang ditawarkan padanya. Jadi Brata tidak berharap sosok yang akan disukai putranya, cukup yang tidak ditolak. Sosok netral. Dan Dinda sangat netral.

"Sudah dipikirkan tawaran perjodohan tempo hari? Kamu harus menikah dengan gadis baik-baik untuk pulihkan reputasi. Citra publik Papa selamat, karirmu selamat."

"Pernikahan palsu itu?" Rendra tertawa kering, "Ini bukan sinetron, Pa."

"Ini politik, Rendra. Kamu butuh ini." Brata menyodorkan folder hitam tebal dengan emboss emas di sampulnya. Ia menunjukkan data polling, analisis sentimen media, proyeksi elektabilitas. Semuanya rapi, terukur, tanpa celah.

"Papa sudah ketemu Dinda sekali. Dia cocok. Cantik, lembut, kelihatan cerdas tapi tidak dominan. Kuat untuk dijual sebagai simbol 'rakyat biasa yang disandingkan dengan kekuasaan.'"

"Saya nggak tertarik sama pernikahan." Kening Rendra berkerut tidak setuju. Dia suka kebebasannya.

"Kalau gitu posisimu terancam." Brata tersenyum, tapi matanya dingin. "Kamu tahu kan Dewan Eksekutif sudah bergerak? Mereka sedang cari cara untuk ganti kamu. Skandal ini alasan sempurna."

Rendra mengetukkan jarinya di meja.

Benarkah pernikahan konyol ini harus dijalankan? Bisakah ia mengambil keuntungan dari situasi ini?

Ia menghela nafas dan berpikir sebentar.

"Apa yang saya dapat kalau pernikahan ini terjadi?" Tanyanya kemudian.

Brata tersenyum. Tipis, puas.

"Kamu dapat separuh dari total saham preferen Papa di Mandhala. Setelah pemilu tahun depan selesai, kamu bebas kalau mau cerai." Ia berhenti, membiarkan kalimatnya menggantung sebentar, "Namamu juga akan dibersihkan lewat tim PR khusus nanti. Full media rehabilitation. Podcast, feature di majalah, interview eksklusif. We'll rebuild you."

Rendra menarik napas dalam.

Brata sama saja menawarinya madu atau racun, ia tidak punya pilihan sebenarnya. Tapi taruhannya juga besar. Dengan saham itu, ia akan jadi pemegang saham mayoritas. Kendali penuh atas Mandhala, tanpa intervensi siapa pun termasuk Brata, ayahnya. Bukan materi yang ia kejar. Ia punya lebih dari cukup. Ia cuma mau satu hal, kekuasaan penuh.

Dan gadis itu... Dinda. Ia ingat samar wajahnya saat Brata memperlihatkan fotonya bulan lalu. Lembut, mata besar, senyum sopan. Sepertinya tidak berbahaya.

"Saya dapat sahamnya segera setelah pernikahan?" Satu alis Rendra terangkat.

"Kalian harus tampak harmonis dulu, setidaknya sampai pemilu selesai." Brata menatapnya tajam. "Dan perlakukan dia dengan baik. Dia anak Suseno, ajudan pribadi Papa."

"Dia dan keluarganya tau soal kesepakatan ini?"

Brata menggeleng. "Mereka pikir ini perjodohan biasa."

"Jadi saya harus pura-pura?"

"Kamu akan suka. Dia cantik." kekeh Brata.

Rendra mendengus pelan.

Cantik. Seakan itu cukup.

Tapi baginya ini bukan pernikahan, ini transaksi. Barter kekuasaan. Dinda hanyalah alat untuk mendapatkan keinginannya.

"Okay." Rendra bersandar, menatap ayahnya dengan senyum dingin, "Saya setuju."

Brata mengangguk puas, lalu mengangkat gelas wine-nya, "Smart choice."

...***...

Satu Minggu Kemudian

MANDHALA TOWER - RUANG RAPAT LT. 43

Rapat Dewan Eksekutif akhirnya dilaksanakan. Udara di ruangan dingin dan kaku berlebihan. Sama seperti wajah-wajah di meja oval panjang itu. Sepuluh pasang mata menyorot ke arah Rendra, seakan-akan semua masalah dunia siap mereka bebankan pada masalahnya.

Ia langsung memindai medan dalam hitungan detik. Ia tau semua manusia di ruangan itu sudah mengambil posisi masing-masing. Mendukung, netral, atau menunggu ia jatuh.

Gustav Mahendra, Komisaris Utama, langsung membuka rapat. Suaranya datar tapi tajam. "Okay, langsung ke inti. Kasus ini sudah meledak. Nama Direktur Utama terpampang di semua headline. Kita butuh sikap resmi dari Mandhala sekarang."

Lalu ia melanjutkan, nadanya tetap tenang. "Pak Brata sudah dapat laporan. Beliau bantu redam tekanan dari luar. Tapi jangan sampai beliau turun tangan dua kali."

Suryo Adinata, Komisaris Independen, bersandar santai. "Kita ini perusahaan, bukan tempat cuci dosa pribadi. Kalau Pak Dirut bikin lumpur, jangan seret kita semua ke kubangan."

Rendra menatapnya tenang. Tua bangka ini memang sepertinya sudah lama punya sentimen pribadi padanya. "Saya akan ikut strategi tim PR dari Mandhala dan Istana. Narasi sudah disusun. Saya buka akses media dan hadiri semua agenda resmi. Dan perlu kalian ingat, ini bukan cuma skandal pribadi. Ini serangan ke posisi saya. Dan kalau posisi saya tumbang, stabilitas Mandhala ikut goyah."

Vincent Halim, Komisaris yang terlihat paling muda, mengernyit. "Iya kalau berhasil. Kalau tidak? Publik tidak bodoh. Mereka tidak akan lupa hanya karena Anda senyum di depan kamera. Ini bukan sekadar gosip, ini krisis kredibilitas."

'Appreciate the wisdom, Professor Moral.' Cela Rendra dalam hati.

Ia mencondongkan tubuh sedikit, suaranya tetap dingin. "Saya tanya satu hal, Pak Vincent. Empat tahun terakhir, ketika kontrak fiktif kita dibongkar KPK, hutang menjerat, saham kita hampir delisting, siapa yang berdiri di depan kamera? Siapa yang pegang kendali di ruang negosiasi?"

Hening.

"Kalau kredibilitas saya serapuh itu, investor asing tidak akan bertahan. Laba bersih kita naik tiga kali lipat. Debt-to-Equity Ratio turun dari 2,3 ke 0,7." Rendra bersandar, senyumnya tipis. "Jadi, kalau bicara soal kredibilitas, mari kita bedakan antara headline media dengan kepercayaan pasar."

Ruangan hening lagi. Beberapa komisaris bertukar pandang.

Gustav mengetuk ujung bolpoin ke meja, lalu menoleh ke Reynard Yusuf, Direktur Legal. "Dari tim legal gimana?"

Reynard membuka mapnya, menyusun kalimat dengan hati-hati. "Kasus Namira, dari kami ada tiga opsi. Pertama, tuntutan balik atas pencemaran nama baik. Kedua, kompensasi atau uang damai. Ketiga, eksplorasi celah hukum untuk menekan balik. Detail eksekusinya, nanti akan kami lampirkan tertulis."

Alia Paramitha, Komisaris Kepatuhan, mengangkat alis. "Kita bersih, harus. Tapi jangan naif. Kalau ada celah, ya kita manfaatkan. Asal jangan sampai senjata makan tuan."

Rendra mengangguk setuju. Ia tau Alia oportunis dan licin, tidak heran dia jadi satu-satunya wanita di ruangan penuh srigala ini.

Kemudian Rendra bersuara lebih pelan. "Semua opsi kita jalankan paralel. PR, hukum, dan komunikasi ke pasar. Ini bukan soal bertahan dari isu, ini soal menunjukkan bahwa Mandhala tidak bisa dipermainkan. Saya di sini untuk jaga Mandhala."

Gustav menyandarkan tubuhnya, menatap Rendra lama. Ekspresinya sulit dibaca. "Kita nggak ragu sama niat Anda," katanya datar, "Yang kita ragukan itu akibatnya."

Lalu Gustav berdehem, "Mandhala akan beri dukungan penuh pada strategi pemulihan citra Direktur Utama. Tapi--" ia menatap Rendra tajam, "...kalau langkah ini gagal, reputasi jatuh, posisi Anda akan dievaluasi. Dan Anda tahu, itu bukan formalitas."

Beberapa komisaris mengangguk, sinyal tekanan sangat jelas.

Rendra mendengus pelan.

Lucu! Mereka mau melupakan semua kontribusinya hanya karena skandal murahan ini?

Ia bersandar ke kursinya, diam-diam mengepalkan tangan menahan amarah yang diredam. Lalu ia tatap mereka satu per satu dengan senyum tipis. "Kalau Dewan merasa Mandhala bisa lebih aman tanpa saya, silakan." Suaranya tenang, tapi ada ancaman implisit di sana. "Tapi jangan lupa, pasar menilai bukan berdasarkan janji, melainkan rekam jejak. Fakta bahwa saya bawa perusahaan ini ke titik sekarang tidak bisa dihapus. Dan lagi, proses transisi bisa memakan waktu hingga satu tahun. Itu bisa mengganggu eksekusi strategi. Kalian siap?"

Ia berhenti sebentar, membiarkan kata-katanya menggantung. "Kalian bisa evaluasi saya kapan saja. Tapi sebelum itu, evaluasi dulu siapa yang benar-benar sanggup menjaga Mandhala tetap hidup di tengah badai."

Tidak ada yang bersuara, karena mereka semua tau dia benar.

Gustav akhirnya mengetuk meja, tanda rapat selesai. "Okay. Kita lanjutkan strategi ini. Eksekusi penuh. Update dua minggu sekali."

Semua mengangguk. Lalu satu per satu peserta rapat mulai keluar, termasuk Rendra. Ia keluar dengan tenang, seperti tanpa beban.

Namun dibalik ketenangan wajahnya, Rendra mengatupkan rahangnya rapat-rapat. Situasi ini jelas gawat. Anjing-anjing tua itu sudah mengancamnya terang-terangan, posisinya di ujung tanduk sekarang.

Fine.

Ia akan beri mereka pertunjukan. Pernikahan itu harus terlaksana, dan harus tampak sempurna. Akan ia buat mulut sialan mereka berhenti menggonggong.

...***...

ISTANA NEGARA - RUANG KERJA PRESIDEN

Ruang kerja itu sunyi, hanya terdengar dengung pendingin ruangan. Brata baru saja menutup panggilan dengan Presiden Zhang Wei, saat ia menoleh pada ajudannya.

"Ricky, panggilkan Seno." Katanya dengan suara berat.

Tidak lama kemudian pintu ruang kerja Presiden terbuka pelan.

Kolonel Seno masuk, seragamnya rapi, langkahnya tegas namun hati-hati. Ia menegakkan badan, memberi hormat. "Perintah, Pak?"

Brata menoleh, masih berdiri di balik meja, wajahnya keras setelah percakapan panjang dengan Zhang Wei. "Duduk, Sen. Ini bukan perintah dinas."

Seno menurunkan hormatnya, lalu duduk dengan sikap kaku.

Brata pun duduk di hadapannya. "Rendra sudah saya beri tahu soal rencana perjodohan, dia setuju. Pernikahan itu akan kita jalankan."

Seno menahan napasnya, menunggu.

"Kamu tahu posisi keluargamu kan? Kita sudah lama bekerja sama. Saya anggap ini bukan paksaan, tapi simbiosis. Dinda akan aman dan terjamin. Kalau mereka cocok, bagus. Kalau tidak... anakmu tetap akan dapat bagian yang setimpal. Rumah, jaminan finansial, status." Lanjut Brata.

Seno menunduk, matanya berkedip cepat. Kemudian menyusun kalimatnya hati-hati. "Yang penting, anak saya diperlakukan dengan baik, Pak."

Brata menyandarkan diri ke kursinya, menyatukan jari-jarinya di depan wajah. "Bahagia itu relatif, Sen. Tapi masa depan anakmu akan lebih baik. Lebih dari yang bisa kamu berikan padanya. Dan kamu tahu... keluarga kalian akan lebih aman jika dekat dengan saya. Cukup pastikan dia tidak menimbulkan masalah selama pernikahan mereka."

'Aman'. Ia tau Brata sedang mengancamnya dengan kata itu. Memang ada banyak hal yang bisa dilakukan Presiden pada kolonel sepertinya.

Hening berat memenuhi ruangan. Seno hanya bisa mengangguk. Dilema dengan peran ajudan yang patuh dan ayah yang menelan getir. Dia sangat menyayangi Dinda, tapi tekanan dan iming-iming dari Brata, membuatnya lemah juga.

...***...

Untuk para readers mohon meninggalkan jejak komentar yaa ☺️

Author baru ini sangat butuh masukan. Apa yang kurang, apa yang berlebih.

Aku akan sangat berterima kasih kalau kalian bersedia memberi kesan atau kritik. Tencuuu 🥰🫰💕

1
Ecci Syafirairwan
🥰
Roxy-chan gacha club uwu
Ceritanya asik banget, aku jadi nggak tahan ingin tahu kelanjutannya. Update cepat ya thor!
PrettyDuck: Ditunggu ya kakk. Aku biasanya update jam 2 siang 🥰🥰
total 1 replies
Tsubasa Oozora
Sudah nggak sabar untuk membaca kelanjutan kisah ini!
PrettyDuck: Aa thank you kakak udah jadi semangatku untuk update 🤍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!