Setelah membereskan sisa piring kotor bekasnya makan, Arumi beranjak masuk ke dalam kamar dan mengeluarkan isi di dalam koper. Dia mulai menyibukkan diri menata satu persatu barang bawaannya dengan teratur.
Pintu berderit dan terbuka. Tessa muncul dengan membawa sebuah kartu undangan di tangannya.
"Ada pesta malam ini. Ikutlah dengan ku, Rumi."
Sebenarnya, Arumi tak ingin pergi ke mana-mana. Tubuhnya masih terasa lelah karena baru menempuh perjalanan jauh. Namun, dia berpikir jika tak ada Tessa malam nanti pasti dirinya akan kesepian. Dan jika dia kesepian otomatis dia akan mengingat kembali kenangannya dengan Leon. Arumi tak ingin hal itu terjadi. Dia harus melupakan lelaki itu. Apapun caranya. Maka dengan amat sangat terpaksa dia menganggukkan kepala menyetujui ajakan Tessa.
"Baiklah. Aku akan menyiapkan baju pesta cantik untukmu." Pintu kembali tertutup dengan perginya Tessa dalam keadaan antusias.
Setelah kepergian Tessa, salju pertama mulai turun di kota Amsterdam. Sudah lama, Arumi tidak melihat salju indah semenjak lulus kuliah lima tahun silam. Dia berdiri di dekat jendela, memandangi hamparan salju yang terlihat bak kapas terbang menghunjami bumi. Rasanya begitu dingin, sedingin hatinya yang sebentar lagi mungkin akan membeku dan mengeras seperti kristal.
Malam baru saja menjemput alam. Tessa yang sedang kelewatan antusias terus menyodori Arumi dengan berbagai macam gaun pesta koleksinya. Tak lupa memadukan gaun yang menurutnya bagus di pakai oleh Arumi dengan perhiasan, tas, juga heels miliknya.
"Kau pasti akan menjadi bintang memakai ini." Menyodorkan gaun one shoulder dress berwarna abu-abu yang menonjolkan salah satu bahu.
"Baiklah." Enggan dan setengah hati, Arumi menyambar gaun itu dan masuk ke dalam kamarnya. Selang beberapa lama dia pun keluar dengan wajah yang sudah full make up dan tatanan rambut indah.
"Waoh, kau cantik, Rumi." Tessa berkata dengan mata berbinar memuji penampilan Arumi yang terlihat sederhana namun begitu elegan dan cool.
"Sudahlah. Ayo kita berangkat."
Mereka berangkat menggunakan taksi online yang telah di pesan Tessa beberapa menit sebelum keberangkatan. Tessa tak mungkin memakai mobil SUV milik orangtuannya yang terlihat seperti mobil pengangkut sampah yang sebentar lagi siap di museum-kan.
Di dalam mobil situasi begitu hening. Tak ada yang bicara ataupun berniat memulai pembicaraan. Mereka tepekur dengan pikiran masing-masing. Arumi yang menatap ke luar jendela, nyatanya meskipun ikut ke acara pesta teman Tessa pikiran wanita itu masih terbayang-bayang sosok Leon. Sedang Tessa, tepekur dan termangu memikirkan masalah apa yang sedang Arumi hadapi. Mereka terus bungkam, hingga mobil yang mereka tumpangi hampir sampai ke tempat acara.
Namun, Arumi yang menyadari kecanggungan tercipta di antara mereka pun cepat-cepat tersadar dan mencoba memecah keheningan yang lama tercipta.
"So, jadi siapa teman mu itu?"
Tessa tersenyum. Keluar dari alam bawa sadarnya.
"Teman kerja yang mengadakan syukuran atas rumah kolam barunya." Tau siapa yang di maksud Arumi, Tessa menjawab demikian.
Kepala Arumi manggut-manggut. Dalam hati dia bermonolog ini bukan hanya sekedar pesta. Pasti akan banyak yang hadir di sana dengan pasangan mereka.
Arumi mendesah, memijat keningnya yang tiba-tiba terasa pening. Padahal pesta belum di mulai. Dia sudah membayangkan betapa menyedihkan dia tanpa membawa seorang kekasih ke dalam pesta tersebut. Pasti akan sangat membosankan juga menyediakan.
Cukup lama dia termenung mengasihani dirinya sendiri. Hingga tak menyadari taksi online yang mereka tumpangi sudah tiba di lokasi acara. Ragu, Arumi membuka pintu mobil dan turun dari sana. Tessa yang sudah jalan terlebih dahulu melupakan Arumi. Menghambur menyapa rekan-rekan kerjanya yang ternyata benar kata feelingnya membawa pasangan masing-masing. Dan kini, Arumi juga meyakini di antara para tamu undangan yang hadir pasti terdapat kekasih Tessa.
"Arumi... Rumi!" Arumi tersadar dari lamunannya, ketika mendengar Tessa yang memanggil namanya dari seberang sana.
Dengan langkah hati-hati, dia melangkah menyeberangi jalan dan bergabung dengan Tessa berserta kawan-kawannya.
"Ok guys, perkenalkan ini Arumi teman kuliah aku dulu. Dia seorang CEO dari sebuah perusahaan kosmetik di Indonesia." Dengan bangga dan suara nyaring mengalahkan musik Dj, Tessa memperkenalkan Arumi kepada rekan-rekan kerjanya. Mereka yang di perkenalkan Tessa nampak antusias menyalami Arumi satu demi satu dengan wajah semringah menerima kedatangannya.
"Aku akan mengambil minuman." Setelah perkenalan panjang berakhir, bisik Arumi di telinga Tessa pamit sebentar untuk mengambil minum. Perkenalan itu membuat dirinya lelah dan haus.
Tessa yang sedang berbincang seru dengan karyawan satu divisi dengannya hanya membalas dengan menunjukkan jempol sebagai tanda ok.
Ada sebuah meja bartender tepat di seberang DJ yang sedang memainkan musik. Arumi mendekat meja tersebut, duduk dan memesan cocktail kepada sang bartender.
Sambil menunggu minumannya dibuatkan, dia nampak begitu menikmati alunan musik yang di mainkan oleh DJ. Matanya menerawang merekam setiap sudut pesta, hingga manik coklat gelapnya menangkap sebuah siluet seorang pria yang duduk sendiri tak jauh dari tempatnya.
Penasaran, Arumi mencoba mendekat. Duduk di sebelah pria yang menundukkan kepalanya sambil memegang botol bir di tangannya.
"What are u from?" Suara Arumi menyadarkan sang pria. Pria itu menengadahkan kepala dan langsung di sambut oleh sebuah senyuman cantik dari bibir merah Arumi.
"Who you?" tanyanya balik dengan suara lemah.
"Arumi Maharani. I come from Indonesia." Sudah mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan pria tampan bermanik biru mirip dengan Chris Hemsworth itu.
Sejenak pria itu memandangi tangan Arumi, sebelum kemudian ragu menjabat tangan wanita itu dan memperkenalkan namanya.
"Digo. Digo Uparengga. Dari Indonesia juga."
Mata Arumi seketika berbinar. Ternyata pria di depannya berasal dari Indonesia juga. Sedikit lega karena dia menemukan seorang dengan kampung halaman yang sama. Setidaknya, Rumi tidak merasa seperti terdampar dengan lautan bule Belanda.
"Aku kira hanya aku orang Indonesia." Arumi berteriak. Digo hanya tersenyum kecut, karena percuma menjawab musik akan menang mengalahkan suaranya yang lemah.
"Kau sedang berlibur di sini?"
"Ya. Bisa di bilang seperti itu." Akhirnya Digo berkata keras. "Bagaimana dengan mu?"
"Mungkin lebih tepatnya kedatangan ku kesini untuk mengasingkan diri."
Kening Digo mengerut bingung.
Melihat ekspresi wajah Digo bingung, terlihat lucu untuk Arumi hingga membuatnya tak kuasa menahan tawa.
"Why? Kenapa kau tertawa?" Bingung Digo bertanya.
"Wajah mu lucu, Digo."
Digo tersenyum melihat gelak tawa Arumi. Sama dengan Arumi, Digo juga melihat ekspresi wajah Arumi begitu lucu hingga membuatnya tak kuasa menahan gelak. Dan untuk sekian lamanya setelah pengkhianatan Laluna, akhirnya Digo dapat tersenyum karena seorang wanita.
Malam semakin naik, tanpa di sadari sudah lima gelas cocktail tandas tak tersisa di minum Arumi. Sama halnya seperti Arumi, Digo di sebelahnya juga sudah menghabiskan lebih dari tiga botol bir. Mereka larut dalam suasana pesta, berbincang tanpa henti membicarakan masalah yang sedang mereka hadapi satu sama lain.
"So, jadi kau mengenal pemilik pesta tuan Uparengga?" Sedikit sempoyongan Arumi berkata.
"Ya, dia kawan baikku selama aku tinggal di Amsterdam." Berbeda dengan Digo. Lelaki itu justru terlihat lebih segar. "Lalu bagaimana dengan mu, nona Maharani?" Memandangi Arumi nanar, Digo menyangga kepalanya di telapak tangannya.
"Tessa adalah teman kuliahku. Dia membawaku kesini karena katanya si pemilik acara adalah teman kerjanya." Sambil merasakan kepalanya yang berputar Arumi berlepotan menjelaskan.
Mereka kembali bersulang, menghabiskan sisa minuman di tangan mereka masing-masing dan kembali berbincang.
Malam ini, entah mengapa baik Arumi dan Digo dengan gamplang menceritakan kehidupan menyedihkan mereka. Saling bertukar bercerita mengisahkan kehidupan pelik yang mereka jalani. Termasuk kelainan impoten yang kini berhasil merenggut masa depan Digo.
"So, setelah kau menceraikan istrimu dia menikah dengan Steve adikmu dan kau yang belum bisa melupakan wanita itu malah menjadi impoten?"
Tersenyum getir Digo mengamini. "Ya. Seperti cerita ku tadi."
"Kau serius?" Tiba-tiba Arumi mendekatkan wajahnya ke wajah Digo. Jarak mereka begitu amat dekat, bahkan hingga aroma alkohol yang begitu kuat menguap memenuhi indra penciuman keduanya.
"Menjauhlah." Buru-buru Digo mendorong tubuh Arumi untuk menjauh darinya.
Arumi tergelak dengan wajah meram padam bertanda dia sudah mabuk.
"Seandainya jika aku membuka seluruh pakaian ku apa itu mu akan bangun?" tanya Arumi sembari menunjuk ke balik celana Digo.
"Mau mencoba?" Tantang Digo dingin.
Tubuh Arumi seketika menjauh, tangan berjari-jari panjang miliknya menutupi bagian dada. Seperti sedang menyembunyikan dan menjaga barangnya yang paling berharga.
"No. Jangan coba-coba?"
"Kenapa?"
Arumi mendengus dan berdecak. "Kenapa kata mu? Aku ingin masih ting-ting tau. Mana mungkin aku memperlihatkan tubuh ku kepada lelaki impoten seperti mu."
Kedua alis Digo saling bertautan. Melihat tubuh seksi Arumi dan betapa kuatnya wanita itu minum, tentu membuat Digo sedikit tidak mempercayai akan ucapannya.
"Kau yakin masih perawan, huh?"
"Tentu. Mau ku buktikan, huh? "
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Eni Nuraini
mau dicoba
nikah dikit ya?
2022-11-21
0
Bambang Setyo
Gak bagus coba2 arumi.. Tar menyesal loh...
2021-08-17
0
SyaMeera
saling menantang, Awas berakhir dalam kamar nanti
2021-08-16
0