NITTEDAL, OSLO.
"Wow ... wow!"
Folke terpekik begitu membuka sofecase gitar yang dibawa Einar dan mendapati benda cantik warna hitam berkilau di dalamnya.
"Fender American Original 60s Stratocaster!" teriaknya. "Jævlig (sialan)!" maki Folke sembari terkekeh.
Edvard dan Goran yang baru saja masuk ke ruang studio ikut terperangah melihat gitar di tangan Folke.
Sementara Einar berdiri sembari melipat kedua lengannya di depan dada, tersenyum melihat reaksi ketiga sahabatnya itu.
"Kau mencurinya?" tanya Edvard.
Einar mendecak. "Seseorang memberikannya padaku dengan cuma-cuma."
"Si Bang sat yang beruntung!" maki Goran.
"Siapa orang bodoh yang mau memberikan gitar semahal ini padamu, Ein?" tanya Folke. Ia masih terkagum-kagum dengan gitar di tangannya itu.
"Malaikat, mungkin ...." Einar meraih gitarnya dari tangan Folke. Ia memeriksa senar yang masih kendur. Dengan cekatan ia memutar tuning dan mengencangkan senarnya.
"Hei, aku serius bertanya padamu," ujar Folke.
"Bagaimana ya aku menceritakannya ...." Einar menarik kabel jack dan memasukan ke input di badan gitarnya.
Ia lalu menceritakan asal muasal gitar mahalnya pada sahabat-sahabatnya itu secara rinci.
"Benarkah?" tanya Edvard.
"Untuk apa aku berbohong," sergah Einar.
"Memang kau Bang sat yang beruntung!" Goran mengulang makiannya.
"Gadis itu jatuh cinta padamu atau bagaimana?" tanya Folke, masih merasa heran dengan semua yang Einar ceritakan.
"Aku sudah bilang aku menarik perhatiannya ketika bermain canon D di toko itu. Dia penggemar klasik."
"Pasti dia anak orang kaya," celetuk Goran. "Kau pacari saja dia, Ein," kekehnya kemudian.
"Nei (tidak)!"
"Hvorfor (kenapa)?"
"Jeg vil være venn med henne (kujadikan teman saja)." Einar mengedikkan bahunya. Lalu menggenjreng gitar barunya itu. Keluarlah suara distorsi berat namun benar-bernah terdengar jernih. "Kau dengar itu?" ujarnya sembari menatap bergantian ketiga pria berambut panjang di depannya itu.
"Indah sekali." Folke mendecak kagum, membuat Einar terkekeh kegirangan.
"Helvete bagaimana? Mereka memberi kita panggung atau tidak?" tanya Einar. Helvete, toko pernak-pernik musik black metal yang menjadi cikal bakal munculnya subgenre itu di Norwegia, yang digagas oleh Euronymous, pencabik gitar dari band black metal legendaris, Mayhem.
"Sudah pasti," sahut Goran sembari memukuli snare drum nya. "Kau tahu siapa line up utamanya? Tebak!"
Einar, Folke dan Edvard menggeleng.
"Satyricon!" teriak Goran dengan suara shrieking (menjerit)nya.
"Kau bercanda!"
"Potong saja leherku!"
"Wow!"
"Lord Abaddon!" seru Einar sembari membentuk jemarinya menyerupai dua tanduk iblis. Berbagi panggung dengan band black metal kenamaan di negara ini dalam sebuah festival yang diusung oleh Helvete, adalah kebanggaan tersendiri untuknya dan band yang dirintisnya selama beberapa tahun belakangan.
***
FROGNER, OSLO.
Sekar masih berkutat dengan laptopnya di atas ranjang. Ia tengah mengingat sesuatu. Nama yang disebut oleh Einar.
Lord Abaddon.
Jemari Sekar pelan mengetikkan dua kata itu dalam web search engine.
Matanya membulat ketika melihat sederetan foto-foto para pria berambut panjang dengan cat hitam putih di wajah-wajah mereka.
Encyclopedia Metallum.
Lord Abaddon
Country of origin : Norway
Location : Oslo
Formed in : 2016
Genre : Black Metal, Neo-Black Metal
Lyrical theme : Myths, Folklore, Odalism, Darkness, Philosophy
Personel : Einar Haugen (lead guitar), Folke Jørgensen (vocal, guitar), Goran Dahl (drum), Edvard Nilsen (bass)
Mata Sekar menyipit. Ia mengklik satu foto yang terlihat lebih jelas dari yang lain. Sebuah foto di mana seorang pria berambut panjang kecokelatan, dengan wajah dipoles corpse painting, bertelanjang dada memperlihatkan tattoo bergambar black Phillip (kepala kambing dengan tanduk tajam memanjang), menjulurkan lidah dan mengangkat satu tangannya dengan jemari membentuk tanduk iblis.
Einar?
"Sekar!"
Suara Mamanya dari balik pintu kamar membuatnya terkesiap. Ia buru-buru menutup layar laptopnya dan meraih ponsel berpura-pura sedang memainkannya ketika sang Mama masuk ke dalam kamarnya.
"Se, Mama mau tanya." Mama duduk di tepian ranjang sembari menatap Sekar yang masih berpura-pura sibuk dengan ponselnya.
"Tanya apa, Ma?"
"Itu ... Mama ngecek rekening kamu kok ada debet 30 juta, kamu pake buat apa, Nak?"
Sekar terperanjat. Ia belum menyiapkan alasan yang masuk akal untuk menjelaskan hal itu pada Mamanya.
"Emmm ... itu, Ma ...." Sekar berusaha keras mencari alasan yang tepat. "Aku beli keyboard ... tapi masih inden."
"Owh ... udah ada piano kenapa beli keyboard?"
Sekar menelan ludahnya. "Emmm ... itu, Ma ... biar kadang-kadang bisa dibawa kemana-mana. Soalnya aku gabung sama satu band di sekolah," ucapnya berbohong.
"Wah ... anak Mama udah bisa bergaul sekarang, ya." Mama tersenyum lebar mendengar keterangan Sekar. Membuat gadis itu merasa lega.
Sekar hanya meringis. Ia sebenarnya merasa tidak enak membohongi wanita di hadapannya ini, namun ia tidak punya pilihan. Mamanya pasti akan murka kalau tahu ia menghabiskan uang sebesar itu untuk membelikan seseorang yang tidak dikenal sebelumnya sebuah gitar. Hanya karena ia jatuh cinta dengan permainan gitarnya yang begitu sempurna. Walaupun sebenarnya ada alasan lain yang membuatnya seketika memutuskan untuk membelikannya gitar. Ia tidak suka dengan sikap arogan pria tua penjaga toko, yang sangat tidak ramah pada seorang calon pembeli.
"Ohya, Se ... lain kali kalau mau kemana-mana, suruh Pak Karso nungguin, jangan kaya kemarin. Mama nggak mau kamu naik T-Bannen sendirian. Bahaya."
"Bukannya Oslo aman, Ma?"
"Tau dari mana? Di mana-mana kota besar pasti ada aja penjahatnya. Kalau kamu ketemu orang yang berniat jahat sama kamu gimana?"
"Mama nih, negatif banget pikirannya," gerutu Sekar.
"Pokoknya Mama nggak mau tahu. Kamu nurut aja Mama ngomong apa."
Sekar menghela napasnya dengan berat. Mamanya ini tipe Ibu yang sangat overprotective, sehingga membuat geraknya selalu terbatas. Mungkin itu salah satu faktor kenapa ia susah bergaul dengan anak-anak lain.
Terkadang ia merasa heran dengan Mamanya ini. Menyuruhnya untuk mengurangi sifat introvertnya dan bergaul dengan banyak orang namun selalu saja membatasi gerak-geriknya. Membuatnya merasa bingung.
Mama mengelus rambut Sekar lembut. "Makan malam dulu, Se ...."
"Iya, nyusul, Ma."
Mama mengangguk dan keluar dari kamar Sekar.
Sekar kembali membuka layar laptopnya dan mengamati foto Einar dengan seksama. Ia tersenyum simpul melihat wajah pemuda itu benar-benar berbeda ketika tanpa dipoles corpse painting. Seperti dua orang pria yang berbeda dengan kepribadian yang berbeda pula. Kenapa pria setampan Einar mau merubah dirinya menjadi makhluk menakutkan seperti itu?
Ponselnya bergetar. Satu pesan dari nomor tak dikenal terbaca di layar.
Hello, Sekar ... it's Einar. Gitarnya sungguh sempurna. Terimakasih banyak. Kapan kau mau jalan-jalan keliling Oslo?
Sekar menaikkan alisnya. Kenapa Einar mengiriminya pesan tepat ketika ia sedang mencari tahu tentang dirinya?
***
***
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Lina Maryani
ikatan bathin mungkin....
2022-04-13
0
🐊⃝⃟ Queen K 🐨 코알라
Secepatnya bang Einer 🤭🤭🤭🤭
2021-09-13
0
instagram: heynukha
Ceritanya padahal bagus, kenapa yang baca dikit 😭 ini rekomen buat dibaca, bisa nambah wawasan bahasa Norsk juga
2021-08-17
2