Jira mengerjapkan mata, untuk kesekian kalinya dia mengeluh dalam hati karena Dara tak juga beranjak dari kamar. Wanita itu tampak cemas memeriksa kondisi Jira padahal sejak sadar dari pingsan sampai pagi hari, Jira baik-baik saja.
"Ma, aku nggak apa-apa!" Jira menepis tangan Dara dengan kesal.
"Kamu pingsan," jawab Dara datar sambil memeriksa leher Jira.
"Aku cuma kaget!" kata Jira seraya duduk di tempat tidur. "Kenapa aku nggak pernah tahu soal penyakitku?" tanya Jira penuh selidik.
Dara menghela napas lalu mengusap rambut Jira. "Kamu sudah sembuh, itu cuma ...."
"Berkat Crystal?" potong Jira cepat. "Dan Mama selalu mengabaikan orang yang menyelamatkan aku?!"
"Jira, kamu tahu alasan Mama, anak itu ...."
"Anak itu ngorbanin sumsum tulang belakangnya untuk anak Mama!" potong Jira lagi.
"Dia nggak rugi apa pun, Mama juga sudah berikan semua yang dia butuhkan bahkan berlebihan. Lagipula hanya dengan cara itu dia bisa hidup karena kakekmu mengancam akan membunuhnya."
Jira menghela napas lalu menatap wajah Dara dengan lekat. "Kenapa harus nanggung sakit seumur hidup?!" tanya Jira dengan hati sedikit terluka.
Sejak kecil Jira tahu bahwa Dara tak menyukai Crystal karena perselingkuhan Alvano. Namun sama seperti Crystal, Jira tak mengerti alasan Dara menerima Crystal di rumah mereka.
"Asal kamu sembuh, Mama akan lakukan apa pun," kata Dara pelan. Jira terenyuh, dia tahu ibunya jujur. Wanita itu tulus mencintainya. Jira tahu ibunya terluka karena Alvano sesungguhnya lebih mencintai Giana, ibu kandung Crystal.
Tak jarang Jira mendengar kedua orang tuanya bertengkar akibat membahas Giana. Bila mabuk, Alvano kerap menyebut nama wanita yang sudah meninggal itu, melukai hati Dara juga Jira.
"Ma, walaupun sembuh tapi aku ..." Jira terdiam karena teringat artikel yang semalam dia baca. Thalassemia merupakan penyakit keturunan. Bila Jira mengidap jenis mayor maka besar kemungkinan keturunannya kelak akan mengalami hal serupa. Sebuah ketakutan melanda Jira, bagaimana bila calon suaminya nanti tahu dan tidak bersedia menikah dengannya.
Dara menatap Jira, dia tahu putrinya cerdas tapi dengan tenang dia mengusap rambut Jira. "Ada banyak cowok yang mau sama kamu, Jira, tapi Mama pastikan hanya yang terbaik yang bisa jadi pendampingmu, yang bisa menerima kekuranganmu."
"Siapa yang mau menanggung resiko ...."
"Kalau pria itu normal, kemungkinan anak kalian cuma jadi pembawa sifat, bukan penderita kayak kamu."
"Ya tapi ...."
"Mama sudah temukan keluarga yang menerima kekuranganmu. Anaknya juga suka sama kamu. Kami sepakat menjodohkan kalian."
Jira terkejut, matanya memelotot menandakan dia tak terima dijodohkan. "Ma, tapi ...."
"Kamu juga kenal dia, Jira."
Jira semakin frustrasi, benaknya sibuk memikirkan banyak teman pria yang merupakan kolega keluarganya. Jira tak mau dijodohkan, dia segera beranjak dari ranjang tapi Dara menahan tangannya.
"Arsa normal dan dia menerima kamu, Jira."
Jantung Jira berdetak lebih kencang, ditatapnya Dara yang tersenyum dan perlahan memeluknya. "Kamu nggak nolak, kan?"
Jira tak mampu menjawab, bagaimana bisa dia menolak dijodohkan dengan cowok yang namanya selama ini terpatri di hatinya?
**
"Crystal!" Arsa memanggil Crystal yang sedang berdiri di lobi sekolah. Wajah manis itu seketika menertawakan wajah masam Crystal yang pegal menanti jemputan.
"Kok belum dijemput?" tanya Arsa sambil mengeluarkan permen dan menawarkan pada Crystal yang langsung ditolak.
"Aku lupa bilang Pak Tino kalau hari ini nggak ada les."
"Oh ..." Arsa memiringkan kepala berusaha melihat ke belakang kepala Crystal.
"Ngeliatin apa, Kak?" tanya Crystal heran.
"Nggak ada. Jira mana?" tanya Arsa santai. "Di rumah, sakit." Crystal memberi bocoran hingga Arsa terlonjak.
"Sakit apa?!" tanya Arsa panik. "Kok dia nggak ngabarin?"
Crystal seketika terkikik geli melihat tampang Arsa. Bukan sekali Jira mengabaikan cowok itu dan Arsa bertingkah seolah selama ini Jira selalu mengabarkan apa pun yang dilakukannya. "Memangnya Kak Jira pernah ngabarin Kakak?" ledek Crystal.
"Aku kan pacarnya!" desis Arsa kesal tapi Crystal malah terbahak. "Kapan jadiannya?" tanya Crystal usil.
"Waktu Kak Jira dorong Kak Arsa atau waktu dia ngamuk dan nggak sengaja bikin Kakak kecebur kolam?!" goda Crystal lagi. Arsa malu bukan kepalang karena Crystal mengetahui segala aksi noraknya mendekati Jira yang dingin. Meski mereka tumbuh besar bersama, Jira tetap tidak menanggapi Arsa yang terang-terangan merayunya.
"Crys, kamu mau tahu rahasia?" tanya Arsa untuk mengalihkan ejekan Crystal. "Rahasia apa?" tanya Crystal penasaran.
"Tapi jangan bocorkan ke siapa pun ya? Apalagi ke Jira!"
Crystal mengerutkan dahi lalu menatap serius wajah Arsa. "Memangnya kapan aku pernah bergosip sama Kak Jira layaknya keluarga normal?" tanya Crystal membuat Arsa terenyuh. Arsa tahu Jira dan ibunya kerap mengabaikan Crystal. Karena sering melihat Crystal main sendirian di rumah, Arsa jadi sering merasa iba. Bila ada waktu, Arsa sering menemui Crystal sekaligus mencari kesempatan mendekati Jira.
"Rahasianya apa?" tanya Crystal tak sabar.
Arsa kembali fokus lalu berbisik. Sekejap Crystal merasa deg-degan apalagi saat mendengar bisikan halus Arsa.
"Sebenarnya aku sudah dijodohkan sama Jira, jadi dia pasti nggak bisa nolak aku!"
Crystal seketika ingin pingsan tapi tak bisa. Ingin muntah tapi juga tak bisa. Ingin marah tapi juga tak mampu.
Maka Crystal hanya bisa terpaku menatap tawa bahagia Arsa yang berlalu meninggalkannya.
Crystal termenung, mengutuk takdir yang mempermainkannya. Dia tahu Arsa menyukai Jira dan berharap Jira akan menolak Arsa hingga pria itu bisa memandangnya tapi kini harapan Crystal pupus.
Sambil memandang punggung Arsa, Crystal merenung.
Kenapa segalanya untuk Kak Jira?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Sweet chicie💞
wah aku up jejak sampai disini dlu ya kak,, nyicil baca ya ni bakal jadi pr,,, mangattt
2022-01-04
0