Chapter 2

DISCLAIMER:

Novel ini sedang dalam proses rencana perbaikan kualitas, berupa penggunaan kalimat efektif dan PUEBI lainnya.

Mohon pembaca sabar menanti. Sambil menunggu perbaikan, silahkan baca novel author yang lain. Terima kasih.

Yuri dan suaminya tengah berlibur di Nusa Penida, Bali. Ini adalah liburan pertama mereka setelah 4 tahun menikah.

Di sebuah rumah panggung kayu, mereka berdua tengah menikmati sun rise. Yuri berdiri berpegang pada pagar kayu teras memandangi air laut yang bening hingga tampak ikan, karang dan bintang laut di dasarnya.

“Baru bangun ya?,”

teriak lembut suara lelaki dari dalam ruangan.

“Iya, perjalanan kemarin begitu melelahkan. Sampai sekarang tubuhku masih terasa pegal-pegal,”

jawab Yuri

sambil lalu memegangi bahu dan memiringkan kepalanya kiri kemudian kanan.

“Ya sudah, istirahat dulu saja,”

ucap lelaki itu yang datang kemudian menyodorkan secangkir teh hangat kepada Yuri.

Yuri lalu menyambut cangkir tersebut, kemudian ia sedikit terperanjat. Ia menyentuh bagian bawah cangkir, dan tangannya merasa kepanasan.

“Hati-hati,”

ucap lelaki itu yang kemudian menggenggam tangan Yuri.

Yuri memandang mata lelaki itu. Rupanya mata lelaki itu sudah lebih dahulu memandang matanya. Yuri kemudian tertunduk malu, sambil menahan senyum yang meronakan merah di pipinya.

Lelaki itu kemudian melakukan ekspresi yang sama. Ia nampak senang melihat senyuman Yuri yang malu itu.

Yuri kemudian melepaskan genggaman tangan suaminya, dan membawa secangkir teh itu menuju meja dan kursi yang tidak jauh dari tempatnya.

Sebelum sampai Yuri menjangkau kursi itu, suaminya dengan sigap menarik kursi itu dan mempersilahkan Yuri duduk di sana.

Persaan Yuri semakin berbunga-bunga.

“Terima kasih, suamiku,”

ucap Yuri sambil menunduk malu, menahan senyum bahagia.

“Tentu saja, istriku,”

jawab lelaki tampan itu.

Lelaki itu kemudian menarik kursi lainnya dan duduk di sisi Yuri. Tiba-tiba ia mengendus ke arah wajah Yuri.

“Bau apa ini?,”

tanya lelaki itu meledek Yuri.

“Hiyaaa... aku belum sikat gigi!!,”

teriak Yuri panik, kemudian menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

“Pantas saja bau naga.. hahaha,”

ledek suaminya sambil tertawa.

“Bau naga?! Enak sajaaa...!,”

ucap Yuri kesal sambil menarik kuat hidung suaminya.

“Aww... sakiiiiit..,”

ucap suaminya kesakitan.

“Eh, iya kah? Aduh, maaf, suamiku,”

ucap Yuri kemudian mengipas-ngipas hidung suaminya itu dan meniupnya lembut.

“Iiiih... napas naganya..,”

keluh suami Yuri.

“Aaaa...,” teriak Yuri kesal.

Belum sempat Yuri berekspresi menggerakkan kedua tangannya, suaminya langsung mendekap kepala Yuri menuju pundaknya.

Yuri lalu terdiam tenang. Nyaman sekali rasanya berada di dekapan suaminya itu. Suaminya lalu dengan agak ragu-ragu akhirnya membelai kepala Yuri perlahan.

Keragu-raguan tangan suami Yuri menyentuh lembut kepala Yuri dikarenakan suaminya itu menahan perasaan malu.

“Aku mencintaimu dengan segenap kekuranganmu, istriku. Aku tidak memperdulikan aroma, bahkan suatu saat mungkin aroma nafasmu lah yang selalu aku rindukan,”

ucap suami Yuri sambil membelai kepala Yuri lembut.

Yuri memejamkan mata, mengenyitkan dahi, menahan senyum di bibirnya. Tangannya ia dekap kuat di depan dadanya sendiri. Lutut Yuri lemas, tubuh Yuri jatuh sejatuh-jatuhnya di sisi tubuh suaminya. Hatinya begitu berbunga-bunga.

“Terima kasih, suamiku. Semoga kita bisa seperti ini selamanya,” jawab Yuri di dalam dekapan suaminya.

Di temani sun rise, kicau burung semakin ramai. Tinggi muka air laut masih rendah. Yuri melihat seekor burung menginjak pantai yang sedang surut itu. Kemudian ia menunjuk burung itu.

Yuri dan suami pun bercakap-cakap mesra membahas bahasan yang diada-adakan. Mereka masih terkukung perasaan malu satu sama lain ketika berdekatan seperti ini.

* * * * * *

Matahari semakin meninggi. Yuri tergoda dengan tempat tidur yang begitu empuk memanjakan tubuhnya yang terasa pegal-pegal.

Pintu kamar mandi pun terbuka, engsel pintu berdecit perlahan.

Yuri yang saat itu membaringkan tubuhnya miring menghadap ke arah kamar mandi kemudian terbelalak sejenak. Dengan cepat Yuri memejamkan matanya kuat-kuat.

Rupanya suami Yuri baru saja selesai mandi. Lelaki itu melilitkan handuk menutupi pinggang hingga lututnya. Suaminya terkejut dengan ekspresi Yuri, kemudian ia tersenyum.

“Aku ini bukan hantu, aku suamimu,”

ujar suaminya santai berjalan menuju tempat koper diletakkan.

“Oh iya, tentu saja. Aku hanya sedang menahan kebelet,” jawab Yuri yang kemudian segera bangkit dan berlari masuk ke kamar mandi.

Suaminya tersenyum sendiri dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sementara, Yuri yang sudah berada di kamar mandi dan menutup pintunya, ia terdiam di depan cermin. Ia menatap bayangannya sendiri di depan cermin.

Ia teringat dengan bahu suaminya yang terbuka kemudian lehernya yang masih basah oleh tetesan air dari rambutnya. Yuri kemudian memandangi lehernya sendiri, kemudian ia memandangi dagunya sendiri, kemudian ia memandangi mulutnya sendiri.

Yuri lalu memejamkan mata kuat-kuat, senyumnya lebar sekali. Kedua tangannya ia genggam sendiri di depan dadanya.

“Astaga, tampan sekaliiii...,”

ucap Yuri.

Lalu terdengar ketukan di pintu.

“Ada masalah, istriku?,”

tanya suami Yuri dari luar kamar mandi.

“Emmm.. Tidaak... Aku baik-baik saja,”

teriak Yuri dari dalam kamar mandi.

Yuri lalu membersihkan diri. Alasan yang ia katakan tadi bahwa ia sedang kebelet adalah bohong. Ia hanya merasa terkejut dan malu melihat suaminya bertelanjang dada seusainya mandi tadi.

* * * * * *

Yuri dan suaminya telah 4 tahun menikah, namun timbulnya perasaan cinta yang benar-benar mereka tunjukkan satu sama lain baru akhir-akhir ini saja.

Sebelum-sebelumnya, rumah tangga mereka biasa-biasa saja tanpa menunjukkan rasa suka satu sama lain. Mereka saling mengenal dan berperilaku akrab dan saling peduli, itu saja.

* * * * * *

Yuri tengah mengobrol dengan Debora melalui ponselnya. Saat itu suami Yuri sedang pergi membeli sesuatu di luar.

“Gimana liburannya, cintaaaa??,”

tanya Debora manja kepada Yuri.

“Yah, begitu deh. Baru juga 2 hari, yah masih cape di jalan lah,”

jawab Yuri.

“Ya kalau capek, pijet-pijetan kek... hihihi,”

ujar Debora.

“Kasihan doi lah, Bor. Doi kan capek juga, masa mau aku suruh mijet,”

jawab Yuri.

“Yah apa keq, transfer energi keq, pegang-pegangan tangan keq, pegang-pegangaaaaan...,”

ucap Debora menggoda Yuri.

“Ihh.. apaan sih, Bor,” ujar Yuri malu.

“Omaigaaat.. Jadi kalian masih belum ngapa-ngapain, Yur?,” tanya Debora.

“Ya ga begitu jugaaa, Bor..,” ucap Yuri.

“Kalian itu suami-istri! Masa lama amat sih prosesnya. Kalian belum saling.. Emmmmuah,”

ucap Debora memotong ucapan Yuri sebelumnya.

Debora tampak di layar ponsel Yuri tengah mencium ke arah kameranya. Mereka sedang dalam obrolan video call saat itu.

“No.. No.. Noo! Layar hapeku terinfeksi.. No.. Nooo!,”

ucap Yuri menimpali.

“Kamu ngapain cium-cium begitu sih. Kayak bekicot tau ga penampakannya!,” ucap Yuri kesal.

“Yaaa... habisnya aku gemes, Yur,” jawab Debora.

“Eh, by the way, bagaimana kuliah kamu di sana, Bor? Udah dapat kecengan bule belum?,” tanya Yuri kepada Debora.

Debora kini tengah berkuliah di London. Dulu Debora sering mengungkapkan harapannya agar mendapatkan pasangan seorang lelaki Eropa. Namun niatan Debora berkuliah di London bukan dikarenakan ingin mendapatkan pasangan, melainkan mewujudkan cita-cita yang sama-sama dibangun bersama Yuri sewaktu SMA dulu.

Yuri dan Debora dulu gemar dengan kelas seni, keduanya menyukai sastra. Dulu, sewaktu SMA, Debora adalah patner berlatih Yuri dalam berdrama dan berpuisi.

Namun, Yuri selepas SMA tidak melanjutkan pendidikannya. Ia menundanya karena memulai kehidupan baru bersama dengan lelaki yang menikahinya. Sementara Debora kini justru sedang menyelesaikan tugas akhir kuliahnya.

“Yey... udah dooong.. Emang kamu aja yang bisa punya cem-ceman.. welkkk,”

jawab Debora meledek.

“Waah.. Cerita dong.. ceritaa..,” pinta Yuri dengan semangat.

“Ada deeeeh..,”

jawab Debora kembali meledek.

“Liat ya, nanti juga bakal aku duluan yang ber-indehoy-indehoy bareng babang bule. Kamu sama suamimu nanti sama aja kayak sekarang, belum ngapa-ngapain. Bakal aku balap kalian nanti,” ucap Debora.

“Enaaak.. ajaaa.. Eh Wait..wait.. Emang kamu mau nikah?,” tanya Yuri.

Debora lalu memamerkan cincin di tangannya yang satu lagi, yang sedari tadi memegangi ponselnya sehingga tidak kelihatan.

“Waaa... selamat yaaa, Boorr. Aku sampe terharu gini,” ucap Yuri yang kemudian mengipas-ngipas matanya dengan sebelah tangannya.

Debora lalu menunjukkan foto-fotonya bersama tunangannya itu. Rencanyanya, setelah ujian skripsi nanti Debora akan menikah denga tunangannya itu. Mereka akan melangsungkan pernikahan di London.

Debora mengundang Yuri untuk menjadi pendamping mempelainya. Yuri tentu saja langsung menyanggupi undangan Debora. Ia tidak mau ketinggalan momen berharga sahabatnya itu.

Dengan kondisi perekonomian suami Yuri saat ini, segala hal sangat mungkin dilakukan, termasuk untuk berpergian ke luar negeri. Yuri tidak hidup dalam kesusahan seperti di masa lalunya. Suaminya pun sangat memanjakannya.

Walaupun begitu, Yuri tetaplah perempuan yang sederhana. Ia mengeluarkan harta untuk hal-hal yang dibutuhkan saja. Yuri jarang tergoda dengan mode-mode busana, tas, sepatu atau skin care sebagaimana wanita-wanita elit pada umumnya.

* * * * *

“Istriku, aku datang,” ucap suami Yuri yang baru saja kembali dari berbelanja

“Iyaa.. selamat datang..,” jawab Yuri di depan pintu sambil menundukkan badannya.

“Apakah engkau membelikan aku roti lapis kesukaanku? Arrrg aku lapar sekaliiii,”

ucap Yuri.

“Ya ampuuun.. Aku lupa!,” jawab suami Yuri.

“Yaaaa...” ujar Yuri sambil menekuk mulutnya.

“Tapi bohoooong.. ,” ucap lelaki itu sambil memberikannya sekotak roti lapis.

“iiii... Apa coba, sebel tauu,” ucap Yuri manja sambil memukul lembut dada suaminya.

Suaminya lalu menyeringai lebar, dan Yuri pun juga menyeringai lebar.

“Ini buat apa?,” tanya Yuri sambil menunjukkan sebotol krim yang didapatnya dari bungkusan belanjaan yang ditaruh suaminya di atas meja.

Yuri bicara sambil mengunyah roti lapis kesukaannya.

Suaminya lalu datang menghampirinya dengan pandangan yang dalam. Yuri terpana oleh pandangan mata suaminya, sampai-sampai kunyahannya terhenti.

Roti lapis yang dipegangnya pun diambil oleh suaminya dan diletakkannya di atas wadah kardus roti di atas meja. Lelaki itu mendekatkan tubuhnya dan menyandarkannya tepat di depan tubuh Yuri.

Lelaki itu mendekapnya dengan pandangan Yuri yang masih tertuju pada suaminya. Sebotol krim oles yang diperolehnya kemudian ia tekan hingga isinya keluar sedikit di ujung jari suaminya di tangan lainnya.

“Kamu kan sedang pegal-pegal karena capek..,” ucap suami Yuri sambil ngeoleskan jarinya di leher belakang Yuri.

Yuri tersenyum dan merasa sangan nyaman dengan posisi itu. Itu adalah sentuhan pertama suaminya yang begitu intim kepadanya. Perasaan malu masih ada di antara keduanya, namun perlahan satu demi satu perasaan seperti itu lepas dengan sendirinya.

* * * * * *

Terpopuler

Comments

Nomi

Nomi

kenapa harus Bor sih?
kok gak enak bgd bacanya,..
kn bisa panggil "Deb" or "Ra",.

2022-09-14

1

Bunda Alza

Bunda Alza

waw author pinter, sdg bisa prediksi th 2025

2021-04-15

0

Bunda Alza

Bunda Alza

like

Jan lupa mampir jg ke karyaku "Sepenggal Kisah Ary"🙏🙏🙏

2021-04-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!