2. Abi Pingsan

"Na ... Zalina!" Seperti suara Umi. Panggilan itu semakin lama makin kencang, diikuti suara gedoran pintu. Sehingga membuatku terperanjat. Mimpi bersanding dengan Uda Riki pun buyar.

"Astagfirullah, Umi." dengan langkah terseok-seok, aku bangkit, masih mengenakan mukena yang sudah acak-acakan. Lalu membuka pintu kamar sebelum Umi menggedornya lebih kencang lagi.

Begitu pintu dibuka, tampaklah Umi berdiri di sana.

"Akhirnya pintunya dibuka juga, Na. Umi panggil-panggil dari tadi. Pasti kamu tidur lagi ya? Kan sudah Umi katakan, jangan biasakan tidur setelah salat Subuh, Na. Nggak baik. Nanti rezekinya bisa seret."

"Umi, kalau rezekinya Na seret, kan bisa minta ke Abi. Harta Abi dan Umi kan cukup banyak, nggaka akan kuranglah anak keturunan Abi dan Umi." jawabku, sambi terkekeh.

"Astagfirullah Zalina. Umi serius, kamu malah bercanda. Kamu itu anak perempuan, biasakanlah usai Subuh bantu-bantu Umi di dapur. Atau sesekali temani Umi bekanja ke pasar. Lagipula kamu kan kuliah di Padang, pulangnya sekali sebulan. Bukannya menghabiskan waktu ngobrol sama Umi, malah asyik mengurung diri di kamar. Umi kan rindu, Na. Kamu itu putri Umi satu-satunya. Tapi sekarang malah sibuk dengan dunia kamu sendiri. Bagaimana nanti kalau kamu sudah menikah, bisa-bisa tambah tidak punya waktu kamu. Sama seperti Udamu si Rizal. Setelah menikah, sudah tidak memperhatikan Umi."

"Ya Allah Umi. Nggak bakalan. Zalina akan selalu ada untuk Umi. Lagipula Umi kan punya Uni Puti juga yang selalu menemani Umi dua puluh empat jam. Tentang Uda Rizal, nanti Na katakan pada Uda agar menghabiskan waktu lebih banyak bersama Umi. Tapi, Umi juga jangan sewot-sewot sama kak Tasya, supaya Uda betah mampir ke sini."

"Halah, yang ada si Tasya yang sewot sama Umi, Na. Kamu tahu, kan?"

"Mi ... kak Tasya itu sekarang adalah anak Umi juga. Baik dan buruk kak Tasya, jadi bagian dari keluarga ini juga. Jadi mulailah berbaikan dengannya. Untuk kenyamanan Uda Rizal juga. Ya, Mi?"

"Na ...." Umi memelas. Tampak sekali tak suka jika aku membela perempuan yang sudah dinikahi saudara laki-lakiku satu-satunya itu enam tahun lalu.

Hubungan Umi dan kak Tasya memang tak baik-baik saja. Awal menikah, Umi sudah menunjukkan rasa tidak suka pada gadis yang menjadi biduan tersebut. Berbagai alasan diutarakan Umi, salah satunya tentang latar belakang keluarga juga penampilan kak Tasya yang memang agak terbuka.

Tapi karena sudah begitu jatuh cinta, Uda Rizal tidak mengindahkan nasihat Umi. Ia tetap menikah. Bahkan mengancam akan keluar dari keluarga ini jika tidak direstui Abi dan Umi. Dengan berat hati, akhirnya pernikahan itu tetap terlaksana, tapi ujungnya, selalu terjadi perselisihan antara Umi dan kak Tasya.

Selalu saja ada sindiran halus yang dilontarkan Umi. Sementara kak Tasya menekan Umi dengan permintaan anehnya pada Uda Rizal sehingga membuat Umi makin cemburu sebab merasa putra sulungnya diperalat oleh gadis tersebut.

"Umi tadi belanja apa saja?" aku mulai mengintip kantong belanjaan Umi yang masih terletak di atas meja. Ada satu plastik cukup besar berisi jajanan pasar seperti; pinukuik, ketan dan goreng, lepat Bugis, onde-onde, getuk lendri dan jajanan lainnya.

Umi memang suka berbelanja pagi-pagi. Usai Subuh. Sebab sayur mayur, ikan dan ayam biasanya masih fresh. Biasanya Umi ditemani Uni Puti, kakak sepupuku.

Uni Puti sudah tinggal di rumah kami sejak usianya sepuluh tahun. Kedua orang tuanya mengalami kecelakaan mobil, meninggal di tempat. Sementara ia yang juga ikut menumpang mobil, mengalami luka bakar di pipi kanannya. Sudah dilakukan beberapa kali operasi untuk menyembuhkannya, tapi bekasnya masih ada, sehingga membuatnya minder.

Sebagai satu-satunya keluarga Uni Puti, selaku pamannya, Abi yang mengasuh dan bertanggung jawab atas Uni Puti. Abi menyayangi Uni Puti seperti ia menyayangiku, tak ada bedanya. Akupun begitu, memperlakukan Uni Puti seperti saudara kandung. Selain kasihan padanya, aku juga sangat salut, sebab selama ini Uni Puti begitu tegar menghadapi ujian hidupnya.

Akibat kecelakaan yang dialaminya, Uni Puti sampai harus berhenti sekolah dua tahun hingga akhirnya kami satu kelas. Semasa sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, ia selalu menyendiri. Tak suka berteman dengan siapapun, meski aku tahu, alasannya karena Uni Puti minder sebab ia pernah jadi bahan bully akibat luka bakar di pipinya. Bahkan aku pernah mendengar ejekan beberapa anak laki-laki yang menjulukinya siburuk rupa, sementara mereka mengatakan aku sicantik sehingga membuatku meradang dan menantang anak-anak nakal itu berkelahi.

Sejak kejadian itu, tak ada lagi yang berani mengejek Uni Puti, tapi tetap saja ia menarik diri dari pergaulan. Bahkan, usai lulus SMA, ianmenolak melanjutkan ke perguruan tinggi, meski secara akademik, Uni Puti jauh lebih pintar dibandingkan aku.

"Na, sudah jam segini, Abi kamu kenapa belum pulang ya?" tanya Umi.

"Iya yah. Biasanya pukul setengah enam, sebelum Umi pulang dari pasar, Abi sudah kembali dari masjid. Kenapa sekarang lama?" Aku mengerutkan kening, lalu berlalu ke jendela depan rumah gadang kami (rumah adat Minangkabau). Beberapa saat aku memandang ke arah masjid yang berjarak beberapa rumah dari tempat kami, aku menyipitkan mata, melihat segerombolan orang berlari ke arah rumah kami.

"Bu ... Bu Hajjah!" panggil orang-orang tersebut.

"Ada apa pak?" tanyaku, menyambut keluar rumah, diikuti oleh Umi.

"Pak Haji pingsan!" katanya.

Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un. Aku dan Umi labgsung berlari menuju masjid yang dibangun oleh Abi.

Benar saja, di teras depan masjid, tampak Abi terduduk lemas dikelilingi beberapa orang jamaah masjid.

"Abi ... Abi kenapa?" tanya Umi, menyongsong Abi. "Kok bisa pingsan? Abi sakit ya? Kita ke rumah sakit sekarang ya. Kita periksakan ke dokter supaya tahu kondisi Abi!"

"Tenang Mi, Abi sudah tidak apa-apa." jawab Abi, dengan suara lemah.

"Baik bagaimana? Di sini nggak ada dokter, tidak ada yang memeriksa Abi. Jangan bilang baik-baik saja untuk menghilangkan kekhawatiran Umi. Yang ada Umi malah tambah khawatir." Umi masih menyerocos, bahkan sampai hampir menangis.

"Mi, ini ada dokter kok yang memeriksa Abi, bahkan memberikan pertolongan pertama pada Abi." Abi menunjuk lelaki muda di sebelahnya. Lelaki yang sejak awal hanya diam melihat ke arah kamu. Aku menyadari tatapannya tertuju pada kami.

"Belum jadi dokter, pak. Masih mahasiswa kedokteran." katanya.

Sosok itu tak asing rasanya. Ya, aku benar. Ia adalah salah satu murid yang seangkatan denganku. Lebih tepatnya, ia adalah salah satu murid berprestasi, kebanggaan di sekolah kami.

Namanya Sharim. Muhammad Sharim. Aku ingat betul, ia adalah juara umum di angkatanku. Seorang murid yang selalu jadi buah bibir murid-murid perempuan lainnya. Sebab selain cerdas, ia juga punya wajah rupawan dan salah satu anak orang kaya.

Terpopuler

Comments

🌹Dina Yomaliana🌹

🌹Dina Yomaliana🌹

duh Abi kenapa? pusing karna banyak makan daging kali kak thor😩😩😩 jadinya darah tinggi Abi jadi naik, ayo dong pak dokter yang tampan dan cerdas periksa Abi🥲🥲🥲

2021-04-20

0

lihat semua
Episodes
1 1. Cinta Yang Telah Lama Tumbuh
2 2. Abi Pingsan
3 3. Muhammad Sharim
4 4. Salah Paham
5 5. Umi Kecewa
6 6. Lelaki Itu Kembali
7 7. Terbangun Tengah Malam
8 8. Uda Riki Datang
9 9. Uda Riki Minta Maaf
10 10. Permintaan Abi
11 11. Pernikahan Uda Riki
12 12. Pak Arya
13 13. Teror Uda Riki
14 14. Rencana Baru
15 15. Kembali Ke Rumah
16 16. Hari Lamaran
17 17. Sharim Datang
18 18. Doa Umi
19 19. Bicara Enam Mata
20 20. Uda Riki Hilang
21 21. Kemarahan Uni Puti
22 22. Uda Riki Pulang
23 23. Kembali Ke Padang
24 24. Cerita Ayu
25 25. Curhat
26 26. Curhat Ayu
27 27. Di Labrak
28 28. Efek Fitnah
29 29. Dibantu Sharim
30 30. Ungkapan Hati Sharim
31 31. Kabar Dari Kampung
32 32. Pulang Ke Kampung
33 33. Petuah Abi
34 34. Ribut
35 35. Kedatangan Sharim
36 36. Pukulan Dari Sharim
37 37. Diusir Abi
38 38. Abi Menyerah
39 39. Berdua Dengan Sharim
40 40. Surat Dari Abi
41 41. Suamiku, Aku Mencintaimu
42 42. Cerita Tentang Sharim
43 43. Kembali Pulang
44 44. Ke Padang
45 45. Rumah Baru Kami
46 46. Salah Paham, Kah?
47 47. Pertemuan
48 48. Cerita Umi
49 49. Pengakuan
50 50. Cerita Pada Sharim
51 51. Cerita Tentang Umi
52 52. Bertemu Mama Lili
53 53. Ada Abi
54 54. Di Kampus
55 55. Pengakuan Alisya
56 56. Jangan Mencari Penyakit, Zalina!
57 57. Aku Cemburu
58 58. Kepergian Umi Dan Uni Puti
59 59. Kebahagiaan Yang Bertambah-tambah
60 60. Tiga Anak Daro
Episodes

Updated 60 Episodes

1
1. Cinta Yang Telah Lama Tumbuh
2
2. Abi Pingsan
3
3. Muhammad Sharim
4
4. Salah Paham
5
5. Umi Kecewa
6
6. Lelaki Itu Kembali
7
7. Terbangun Tengah Malam
8
8. Uda Riki Datang
9
9. Uda Riki Minta Maaf
10
10. Permintaan Abi
11
11. Pernikahan Uda Riki
12
12. Pak Arya
13
13. Teror Uda Riki
14
14. Rencana Baru
15
15. Kembali Ke Rumah
16
16. Hari Lamaran
17
17. Sharim Datang
18
18. Doa Umi
19
19. Bicara Enam Mata
20
20. Uda Riki Hilang
21
21. Kemarahan Uni Puti
22
22. Uda Riki Pulang
23
23. Kembali Ke Padang
24
24. Cerita Ayu
25
25. Curhat
26
26. Curhat Ayu
27
27. Di Labrak
28
28. Efek Fitnah
29
29. Dibantu Sharim
30
30. Ungkapan Hati Sharim
31
31. Kabar Dari Kampung
32
32. Pulang Ke Kampung
33
33. Petuah Abi
34
34. Ribut
35
35. Kedatangan Sharim
36
36. Pukulan Dari Sharim
37
37. Diusir Abi
38
38. Abi Menyerah
39
39. Berdua Dengan Sharim
40
40. Surat Dari Abi
41
41. Suamiku, Aku Mencintaimu
42
42. Cerita Tentang Sharim
43
43. Kembali Pulang
44
44. Ke Padang
45
45. Rumah Baru Kami
46
46. Salah Paham, Kah?
47
47. Pertemuan
48
48. Cerita Umi
49
49. Pengakuan
50
50. Cerita Pada Sharim
51
51. Cerita Tentang Umi
52
52. Bertemu Mama Lili
53
53. Ada Abi
54
54. Di Kampus
55
55. Pengakuan Alisya
56
56. Jangan Mencari Penyakit, Zalina!
57
57. Aku Cemburu
58
58. Kepergian Umi Dan Uni Puti
59
59. Kebahagiaan Yang Bertambah-tambah
60
60. Tiga Anak Daro

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!