Bab 2 - The First Step

Daun mulai mencoklat,

Daun berjatuhan ke tanah,

Udara mulai dingin,

Musim gugur.

Udara musim gugur Korea lebih bersahabat menurutku, mungkin karena ini masih awal musim gugur. Aku dijemput oleh salah satu pegawai Nenek. Perjalanan dari bandara menuju kediaman Nenek cukup lama sampai-sampai aku tertidur. Sebenarnya Nenek tidak tinggal di Daegu. Nenek tinggal di daerah Nonsan, maka dari itu aku perlu waktu yang cukup lama untuk sampai. Aku kembali terjaga saat mobil memasuki pekarangan rumah. Disini sangat hijau. Saat aku turun, indra penciumanku disambut oleh bau daun mint yang menyegarkan. Nenek berjalan perlahan menghampiriku.

“Halmoni!” seruku kemudian memeluk Nenek. Aku menggunakan bahasa Korea saat berbicara pada Nenek. Bukan karena Nenek tidak bisa berbahasa Inggris, hanya saja bahasa Korea membuatku merasa lebih dekat.

“Cucuku sudah dewasa kini! Halmoni sangat senang akhirnya kau mengunjungi orang tua ini,” ucap Nenek sambil merangkul pinggangku masuk ke dalam rumah. Rumah Nenek tidak seperti rumah mewah keluargaku di London. Ini rumah sederhana bergaya Korea tapi sangat nyaman. Nenek keluar ke belakang rumah kemudian masuk kembali ditemani pegawainya yang membawa meja kecil berisi makanan. Ini yang aku suka dari Korea, mereka menyajikan makanan.

“Jal meokkesseumnida,” ucapku sambil tersenyum. Aku membiarkan Nenek mengambil makanan terlebih dahulu kemudian barulah aku mulai makan. Aku menatap Nenek yang makan dengan lahap. Hanya pemandangan sederhana seperti ini mampu menerbitkan kembali senyumku yang sudah jarang muncul. Aku tidak pernah merasakan kehangatan seorang ibu. Aku tumbuh tanpa sosok ibu, dan itu sangat menyakitkan.

Satu purnama kemudian.

Tidak banyak yang terjadi. Aku menjalani hidup seperti gadis pedesaan lainnya. Aku tidak begitu tahu apakah tempat Nenek termasuk pedesaan atau tidak karena aku hanya menghabiskan waktu di perkebunan stroberi jika tidak aku akan menonton drama menggunakan laptopku. Aku sangat jarang memiliki kehidupan seperti ini. Sebelum menjadi pengawal di keluarga Walsh aku hanya seorang pelajar yang terlalu rajin mengerjakan tugas. Setelah menjadi pengawal aku terlalu rajin menjaga kepercayaan bosku jadi aku hampir tidak pernah memiliki waktu untuk melihat drama-drama yang ternyata sangat menyenangkan. Cerita-cerita ini terasa sangat nyata, kecuali superpower yang ada di dalam beberapa drama.

Selama sebulan aku  sama sekali tidak menyentuh dunia luar tapi anehnya aku sangat menikmati itu. Aku bahkan memotong rambutku sendiri. Kini rambutku hanya sepundak ditambah warnanya coklat terang. Tidak, aku tidak mewarnainya menjadi coklat terang. Rambut alamiku memang coklat terang, rambut hitam kemarin adalah hasil pewarnaan.

Hari ini nenek menyuruhku untuk ikut pegawainya menjual hasil panen di pasar. Ini akan menjadi hal baru untukku. Aku kelewat bersemangat untuk itu, bahkan aku sudah bangun sejak pukul empat pagi. Aku menggunakan sweater berwarna coklat yang kupadukan dengan celana longgar warna abu. Aku menyisir rambut coklat terang alamiku yang hanya menyentuh pundak. Nenek sudah siap dengan makanannya saat aku keluar kamar.

“Gunakanlah ini agar kamu tidak kedinginan,” ucap Nenek sambil mengalungkan syal kuning mustard di leherku. Aku tersenyum kemudian memeluk Nenek.

“Terima kasih, Halmoni,” ucapku kemudian melepas pelukan. Pegawai Nenek menyalakan klakson pelan. Pasti dia sudah siap. Aku berjalan keluar rumah. Pegawai itu adalah orang yang menjemputku kemarin di bandara. Sepertinya dia adalah orang kepercayaan Nenek.

Dari satu pasar ke pasar lain, satu penjual ke penjual lain. Aku tidak hanya melihat mereka, aku juga membawakan wadah-wadah berisi stroberi ini. Pegawai Nenek tidak langsung pergi setelah memberikan stroberi itu. Mereka biasanya berbicara selama beberapa saat sebelum berpamitan. Di saat itulah aku akan berjalan-jalan mengitari pasar, melihat-lihat barang yang didagangkan di pasar.

Aku sedang melihat buah jeruk saat seseorang menyentuh pundakku. Dia bukan pegawai Nenek. Dia wanita di awal tiga puluhan kurasa. Dari penampilannya, dia pasti pekerja kantoran. Cukup aneh melihat pekerja kantoran berada di pasar. Wanita itu membungkuk memberi salam sambil mengenalkan diri. Namanya Lee Su Ryeon dari Purple Entertainment. Bahkan wanita ini memberikan kartu namanya. Aku menatapnya tanpa berkata apapun.

“Anda bisa datang ke audisi di Daegu, atau jika memang masa audisi sudah berlalu, Anda bisa datang ke kantor pusat kami di Seoul, kau hanya perlu menyerahkan kartu nama ini ke resepsionis,” ucapnya lalu tersenyum.

“Apa ini penipuan?” Tanyaku tanpa sadar.

“Ah, tentu saja tidak, Anda bisa memastikannya,” jawab wanita ini secepat mungkin. Setelahnya wanita itu segera pamit. Aku menatap kertas kecil itu beberapa saat kemudian memasukkannya ke saku celanaku. Kakiku melangkah menuju pegawai Nenek berada. Ternyata pasar ini adalah yang terakhir sehingga setelah ini kami akan langsung kembali ke rumah.

“Ngomong-ngomong aku belum tahu namamu,” ucapku membuka percakapan saat mobil mulai berjalan.

“Nama saya Lee Ji Hyun,” pegawai Nenek mengenalkan dirinya,

“Senang berkenalan denganmu, Lee Ji Hyun-ssi,” ucapku.

“Panggil saja Ji Hyun,” pintanya.

“Tapi kata Nenek kau lebih tua dariku,” ucapku tak enak jika mengabulkan permintaannya.

“Saya rasa umur kita tidak terlalu jauh,” jawabnya lagi sedikit kikuk.

“Baiklah, Ji Hyun,” ucapku pada akhirnya. Percakapan berlanjut seperti kebanyakan percakapan setelah perkenalan. Ji Hyun lahir, dan besar di Daegu. Orangtuanya meninggal saat dia kecil jadi akhirnya dia berada di panti asuhan hingga dirinya memasuki SMA. Panti asuhan kekurangan dana sehingga dengan terpaksa dirinya harus meninggalkan panti asuhan, dan untunglah Nenek dengan senang hati menerimanya di rumah. Setelah lulus SMA, dirinya akhirnya mendapat beasiswa di London. Dirinya baru saja kembali dari London, katanya dia sangat berutang kepada Nenek maka dari itu disinilah dirinya kini.

Nenek sedang di kebun saat aku tiba di rumah. Aku segera masuk ke dalam rumah untuk berganti pakaian. Kartu nama orang agensi tadi jatuh saat aku merapikan pakaianku. Aku mengambilnya kemudian menatapnya sesaat. Aku membayangkan kemungkinan yang terjadi jika aku datang audisi.

Nenek tersenyum hangat saat aku menghampirinya. Aku mengambil gunting untuk memotong stroberi, membantu Nenek memotong buah-buah yang sudah siap panen.

“Bagaimana perjalananmu?” Tanya Nenek sambil memanen.

“Itu menyenangkan,” jawabku juga sambil memotong buah.

“Kau ingin tinggal di kota?” Tanya Nenek yang membuat tanganku berhenti sesaat. Aku menunduk menatap tanah. Nenek terkekeh ringan.

“Pergilah, kau bisa mengunjungi Nenek sesekali,” ujar  Nenek masih tetap memotong buah-buah itu. Aku menatap Nenek setengah tidak percaya. Seakan pertanda dari langit bahwa aku memang harus mengikuti audisi itu, aku tersenyum lebar kemudian lanjut memanen.

Seminggu setelahnya aku benar-benar ke Seoul. Kini aku tinggal di kamar kecil untuk menghemat pengeluaran. Orang tuaku memang kaya, Nenek juga tidak keberatan untuk memberiku uang saku tapi aku ingin hidup mandiri, dan juga aku tinggal sendiri, kurasa tempat ini lebih dari cukup. Aku berdiri dari kasur setelah mengenakan sepatu. Aku mengambil syal kuning yang diberi oleh Nenek tempo hari.

Udara di luar menjadi lebih dingin dibanding sebelumnya. Aku menatap gedung di depanku. Ini bukan gedung besar bahkan kurasa mereka masih mengontrak. Aku masuk ke dalam. Cukup aneh melihat gedung ini sangat sepi. Aku menghampiri resepsionis, sesuai dengan ucapan wanita itu, aku menyerahkan kartu nama wanita itu. Resepsionis secara tanggap langsung menghubungi bagian dalam. Setelah beberapa saat menunggu, wanita yang menemuiku tempo hari keluar. Aku membungkuk memberi tanda hormat. Wanita ini menggiringku ke sebuah ruangan.

Ruangan ini keseluruhan berwarna putih dengan salah satu dindingnya berupa cermin. Ada tiga kamera di ruangan itu. Ini proses yang benar-benar melelahkan. Pertama-tama mereka menyuruhku bernyanyi lalu menari. Aku belum pernah melakukan dua hal itu sebelumnya jadi aku asal saja bernyanyi lagu Indonesia yang pernah dinyanyikan Aquila. Aku lupa judulnya tapi liriknya seperti ini.

Akhirnya, akhirnya aku temukan

Wajah yang mengalihkan duniaku

Membuat diriku sungguh-sungguh

Tak berhenti mengejar pesonanya

Kan ku berikan yang terbaik

Tuk membuktikan cinta kepadanya

Dia Dia Dia, cinta yang ku tunggu tunggu

Dia Dia Dia, lengkapi hidupku

Dia Dia Dia, cinta yang kan mampu mampu

Menemaniku mewarnai hidupku

Dia Dia Dia...

(Dia Dia Dia, Afgan, 2010)

Aku yakin ada lirik selanjutnya tapi aku lupa jadi aku berhenti. Setelah bernyanyi itu mereka memintaku untuk mengulang bagian reff sekali lagi dengan nada yang lebih tinggi. Aku tak tahu apakah nadaku benar atau tidak. Setelah aku berhenti bernyanyi mereka bercakap-cakap beberapa saat sebelum menyuruhku menari. Seseorang menyalakan sebuah lagu yang sangat asing di telingaku. Aku tidak punya pilihan lain selain menggerakkan tubuhku dengan asal. Aku meniru beberapa gerakan yang aku lihat dari internet.

Setelahnya aku dibiarkan istirahat di tempat lain selama mungkin 20 menit. Kali ini namaku dipanggil oleh orang yang berbeda. Aku dituntun ke ruangan yang berbeda. Tidak berbeda jauh, ada tiga kamera lagi yang menyorot. Kali ini aku hanya diminta untuk tersenyum. Memang hanya tersenyum tapi aku tidak mengerti untuk apa selama ini. Mungkin aku harus tersenyum 30 menit. Menghadap depan, menghadap kanan, kiri, sepertinya aku berulang kali berputar.

Aku tidak tahu bahwa audisi memerlukan waktu seharian penuh. Aku sangat lelah. Saat ini sudah pukul lima sore. Aku berjalan menyusuri sungai Han. Tempat ini cukup ramai. Beberapa di antara mereka bersama pasangan, teman, atau keluarga. Cukup menyenangkan melihat orang lain. Aku menoleh ke sebuah suara. Ada lima orang laki-laki yang sepertinya seumuran denganku. Aku tidak asing dengan mereka, kepalaku mencoba mengingat dimana kami bertemu. Ah, mungkin hanya perasaanku saja. Aku melanjutkan langkahku ke halte bus terdekat. Aku harus segera pulang sebelum malam tiba.

Aku tidak pernah menyangka bahwa hidup di Seoul seberat ini. Aku tidak dapat melamar kerja apapun karena aku tidak memiliki gelar sarjana. Seorang tamatan SMA hanya bisa bekerja paruh waktu. Aku selalu tinggal di dalam rumah mewah hingga tidak tahu apa yang terjadi pada dunia ini. Aku membuka buku tabunganku. Tujuh puluh juta won. Aku tidak tahu kapan uang ini akan habis. Jika aku berhasil masuk ke Purple Entertainment, setidaknya aku tidak perlu mengkhawatirkan kebutuhan primer.

Aku terbangun oleh ponsel yang berdering sangat keras pagi ini. Siapa yang menelpon sepagi ini. Aku meraba atas nakas mencari ponselku. Mataku belum sepenuhnya terbuka saat aku mengangkat panggilan itu.

“Yeoboseyo?” ucapku sambil mengucek mata.

“Apakah ini benar ponsel Keuristina Mekeunji-ssi?” Tanya orang di seberang sana. Namaku sangat aneh saat dilafalkan dalam bahasa Korea.

“Benar, ini Chris,” jawabku.

“Saya Lee Su Ryeon dari Purple Entertainment. Saya ingin mengabarkan bahwa Anda diterima menjadi trainee di Purple Entertainment, saya harap Anda bisa datang hari ini untuk tanda tangan kontrak dengan perusahaan kami,” ucap orang di seberang sana. Otakku cukup lama mencerna ucapannya. Tunggu. Lee Su Ryeon. Trainee Purple Entertainment. Astaga! Mataku seketika terbuka lebar.

Saat aku sudah memilih untuk masuk ke industri ini, aku benar-benar bertekad untuk mencurahkan semua tenagaku. Aku tidak memiliki kemampuan apapun di bidang ini. Aku juga tidak tahu apa yang membuat mereka menerimaku untuk bergabung dengan perusahaan mereka. Tapi ini adalah langkah pertama, dan terbaik yang aku buat.

Dalam kebanyakan drama yang aku tonton, tokoh utama mengambil langkah pertama yang baik sehingga mampu mengantarkan mereka menuju keberhasilan walaupun perjalanannya jauh dari kata mudah. Kini aku mengerti betapa pentingnya langkah pertama. Saat kita sudah sangat yakin untuk mengambil langkah pertama itu, perjalanan sesulit apapun itu akan terasa lebih ringan karena alam bawah sadar kita tahu apa yang sedang kita perjuangkan. So, this is it. My first step.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!