Aku dan Nabila akhirnya berhenti bicara dan mulai menyantap makanan yang kami pesan. Namun, di tengah makan, betapa terkejutnya aku melihat pemandangan yang tak mengenakkan. Di meja sebelah, duduk Angga bersama seorang wanita yang ku pastikan adalah kekasihnya. Aku hanya bisa berpura-pura tidak melihat, berusaha tenang. Untung saja Nabila tidak menyadari bahwa pria di meja sebelah adalah suamiku.
"Nar, lo kenapa?" tanya Nabila, membuyarkan lamunanku.
"Ah, gue nggak apa-apa. Ayo lanjut makan. Setelah ini gue mau mampir ke restoran," jawabku cepat, berusaha mengalihkan perhatian.
"Ngapain ke sana? Tumben," tanyanya heran.
"Udah lama nggak ke sana aja," balasku singkat.
Aku pun fokus kembali ke makananku, berusaha keras untuk tidak melirik ke arah Angga. Namun, Angga yang sudah menyadari keberadaan ku sedari tadi, tampaknya sengaja bermesraan dengan wanita itu di hadapanku.
"Sayang, makan pelan-pelan dong, nanti keselek," ujar Angga, nadanya terdengar menyindir.
"Lah, aku makannya pelan kok," jawab wanita itu dengan manja.
"Oh, mungkin aku salah lihat, hhha," balas Angga dengan tawa ringan. Aku tahu, ucapan itu jelas ditujukan padaku.
"Sayang, kamu kapan mau nikahin aku?" tanya wanita itu, yang langsung membuatku tersedak.
"Secepatnya," jawab Angga dengan tenang.
Aku batuk-batuk, mencoba menahan perasaan yang bercampur aduk.
"Nar, lo kenapa?" tanya Nabila, khawatir.
"Ah, nggak. Barusan ada 'virus' lewat," jawabku, berusaha bercanda.
"Virus? Mana virusnya?" tanyanya, bingung.
"Nggak ada, udah hilang," jawabku cepat, mencoba mengakhiri percakapan.
"Bikin kaget aja lo, Nar."
"Nabila, udah yuk. Gue harus cepet-cepet, ada yang nunggu," ujarku, mulai kesal dan tidak tahan lagi dengan sindiran Angga.
"Siapa?" tanya Nabila penasaran.
"Pacarku," jawabku, sengaja mengucapkan dengan nada yang cukup keras, membuat Angga melirik ke arahku seketika.
"Apa? Lu kan udah nikah," ujar Nabila heran.
"Emang kenapa kalau udah nikah? Lu pikir gue nggak bisa selingkuh, ya?" balasku, menyindir Angga yang terlihat kesal namun berusaha menahan dirinya.
"Hebat, Nar! Emang kita, sebagai cewek, harus cepat bergerak. Jadi kalau ditinggalin, udah ada pelampiasan, haha," ledek Nabila, mendukung ucapanku.
"Haha, iya lah," jawabku, tersenyum getir. Setelah selesai makan, aku langsung membayar dan kami pun pergi.
---
Di dalam mobil, Nabila tampak ragu-ragu sebelum akhirnya bertanya, "Nar, gue ngerasa tadi kayak lo lagi adu sindir sama seseorang, deh."
"Hah, perasaan lo aja kali, Bil," jawabku mencoba santai.
"Serius. Gue ngeliat cowok di meja sebelah tadi kayak nggak senang denger omongan lo," katanya lagi.
"Yakali. Nggak mungkin," jawabku, mencoba mengelak.
"Ah, lo mah," Nabila tampak menyerah. Perjalanan kembali berlangsung dalam diam.
Dalam hatiku, ada perasaan yang begitu sakit saat wanita itu bertanya kapan Angga akan menikahinya. Hatiku hancur meski aku tahu pernikahan ini hanya karena perjodohan. Tapi aku tetap istrinya. Kenapa dia terus melukai hatiku? Rasanya ingin menyerah sebelum berjuang.
Beberapa menit kemudian, kami sampai di restoran milikku. Begitu aku masuk, para karyawan langsung menyambut ku.
"Siang, Bu Nara," sapa salah satu dari mereka.
"Siang juga," jawabku sambil tersenyum. Aku pun masuk ke ruang kerjaku, diikuti oleh Nabila.
"Huh, nggak banyak yang tau kalau si model cantik ini ternyata pemilik Ken Restoran," ujar Nabila, menggoda.
Ya, memang hanya orang terdekatku yang tahu aku adalah pemilik restoran yang cukup terkenal di kota ini dan beberapa kota lainnya. Banyak yang mengira aku hanya model biasa dengan penghasilan kecil.
"Untuk apa banyak orang tahu? Kalau mereka tahu, mereka akan mendekat tanpa ketulusan," jawabku.
"Bener juga sih," balas Nabila setuju.
Setelah selesai mengurus beberapa urusan di restoran, aku dan Nabila langsung keluar. Dia pun mengantarku pulang. Sesampainya di rumah, aku terkejut melihat sosok pria yang berdiri di depan pintu. Itu Angga.
"Angga," ucapku pelan, tidak menyangka.
"Ya, ini aku," jawabnya singkat.
"Oh."
"Kenara, aku tidak suka kalau kamu bermain dengan pria lain di belakangku," ucapnya sambil menggenggam tanganku dengan erat.
"Jadi, aku tidak boleh bermain dengan pria lain, tapi kamu bebas bersama kekasihmu? Itu tidak adil, Angga," balasku, suaraku bergetar menahan emosi.
"Aku sudah katakan berkali-kali, ini berbeda. Aku akan menikahinya dua minggu lagi," jawab Angga dingin, seolah tak peduli dengan perasaanku.
"Lepaskan tangan aku! Menikahlah dengannya, dan ceraikan aku!" Aku tak bisa lagi menahan air mata yang akhirnya jatuh.
"Haha, mimpi! Aku tidak akan menceraikan mu. Jangan terlalu berharap," ucap Angga sambil melepaskan genggamannya. Aku langsung berlari ke kamar, mengunci pintu, dan terisak.
'Tuhan, sesakit ini kah mencintai orang yang tidak mencintaiku? Salahkah jika aku memintanya menceraikan aku?' gumamku dalam hati.
'Ma, Pa, maafkan Kenara yang mungkin tidak bisa mempertahankan rumah tangga ini,' pikirku dengan perasaan yang hancur.
Aku terus menangis tanpa henti. Siapa yang tidak bingung dengan pemikiran pria seperti Angga? Dia tidak mencintaiku, tapi juga tidak mau melepas ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
guntur 1609
lah..bodoh. tuntutlah kalau menikah tanpa izin dari istri mana bisa
2024-03-18
0
Cilong
cwo egois itu mh !!bikin aja perjanjian klu ga bls lg aja...next thor !! smangat 💪💪luv ❤❤❤
2021-08-10
0
Fitri Ani
kl aq d posisi kenara, lakik gue selingkuh aq bisa balas dendam selingkuh i 5 laki sekaligus d dpn mata dia😅😅😅
2021-07-06
0