Bab2

Sesampainya di rumah Angga, aku menurunkan koperku sendiri. Sedari tadi, Angga tidak mengucapkan sepatah kata pun. Aku benar-benar tidak suka suasana hening seperti ini.

"Masuk," ucapnya singkat.

"Iya," jawabku, juga singkat.

"Kamarmu di lantai dua. Aku tidur di kamar bawah," katanya tanpa menoleh.

"Iya," aku kembali menjawab, tanpa banyak bicara.

Aku masuk ke kamar dan mulai merapikan barang-barang. Rasa sakit di hatiku kian terasa. Angga bahkan tidak peduli padaku, menatapku pun ia enggan.

'Ya, ini memang keputusan yang aku buat sendiri. Aku yang memilih untuk menerimanya. Jadi, aku juga yang harus menanggung semua rasa sakit ini,' pikirku sambil menghela napas panjang.

---

Pagi Hari

Pagi itu mendung, meskipun matahari masih terlihat bersinar di balik awan. Aku tidur cukup nyenyak semalam, meskipun kemarin adalah hari yang melelahkan. Saat aku berjalan menuruni tangga menuju dapur, seorang asisten rumah tangga yang baru saja datang langsung menyapaku.

"Pagi, Nyonya," ujarnya ramah.

"Pagi. Kamu siapa?" tanyaku.

"Saya Mimin, Nyonya. Asisten rumah tangga di sini," jawabnya.

"Oh, baiklah. Bi Mimin, apakah sudah ada sarapan?" tanyaku lagi.

"Sudah, Nyonya. Silakan," katanya sambil tersenyum.

Aku berjalan menuju meja makan dan duduk. Rasanya aneh. Baru kali ini aku merasa begitu kesepian. Biasanya, kalau di rumah, ada Kenan yang selalu mengusili ku. Tapi sekarang aku sendiri, dan tanpa sadar, air mataku jatuh.

"Loh, Nyonya, kok nangis?" suara Bi Mimin membuyarkan lamunanku.

"Ah, tidak apa-apa, Bi. Saya hanya rindu pada kedua orang tua saya," jawabku sambil menyeka air mata.

"Oh, saya kira kenapa," jawabnya, terlihat sedikit lega.

"Bi, Mas Angga sudah berangkat?" tanyaku.

"Sudah, Nyonya. Tuan tidak sarapan, langsung berangkat tadi pagi."

"Oh," jawabku singkat, merasa makin sepi.

Setelah selesai makan, aku kembali ke kamar dan merebahkan tubuhku di atas kasur. Tidak lama kemudian, ponselku berbunyi. Ternyata itu dari Nabila, sahabat sekaligus asistenku. Aku adalah seorang model, meskipun pekerjaan ini sering dipandang rendah oleh banyak orang. Tapi aku tidak peduli. Aku bangga dengan apa yang aku lakukan, meskipun lahir dari keluarga berada.

"Halo, Bil."

"Kenara, apa kamu lupa? Hari ini kamu ada jadwal pemotretan."

" Ah, iya, aku lupa. Maaf ya, Nabila. Bisa jemput aku di rumah?"

"Baiklah, aku ke sana sekarang."

"Eh, tunggu! Sekarang aku pindah rumah. Alamatnya di Jalan A."

"Oke, aku tunggu di depan rumahmu."

Setelah menutup telepon dari Nabila, aku langsung bersiap dan keluar dari kamar.

"Bi Mimin," panggilku.

"Ya, Nyonya?"

"Bi, saya mau berangkat kerja. Kalau ada apa-apa, telepon saya ya, ini nomor saya," kataku sambil menyerahkan nomor kontak.

"Baik, Nyonya. Tapi, apakah Nyonya sudah izin pada Tuan?" tanya Bi Mimin ragu.

"Biarkan saja. Dia tidak akan peduli padaku, jadi aku pergi dulu ya."

Suara klakson mobil Nabila sudah terdengar di luar. Aku pun langsung keluar dan menuju mobilnya.

"Wih, lu pindah rumah nggak bilang-bilang sama gue? Sahabat macam apa lu?" canda Nabila saat aku masuk ke mobil.

"Eh, ini rumah suamiku. Mana mungkin aku pindah sendiri ke rumah sebesar ini," jawabku sambil tertawa kecil.

"Ah, iya, gue lupa. Lu kan penakut," ledeknya.

"Sudahlah, ayo berangkat."

"Sorry ya, Nar. Gue nggak datang ke nikahan lu," ucap Nabila merasa bersalah.

"Ya nggak apa-apa. Lagian cuma akad, nggak ada pesta juga," jawabku ringan.

---

Sesampainya di lokasi pemotretan, aku langsung turun dan menuju ruang ganti. Meskipun aku seorang model, aku tidak pernah memakai pakaian terbuka. Aku hanya mengenakan pakaian muslim atau gaun.

"Bil, gue udah ganti. Ayo mulai," kataku setelah selesai berpakaian.

"Sabar kali, Nar. Emang lu pikir cuma lu yang jadi model di sini?" jawab Nabila dengan nada bercanda.

"Hehe, iya, maaf," ujarku sambil tertawa.

Setelah pemotretan selesai, aku ganti baju dan bersiap pulang. Namun sebelum pulang, aku dan Nabila memutuskan untuk makan di restoran di seberang lokasi pemotretan. Kami duduk dan memesan makanan.

"Nara, lo kok jadi makin kurus?" tanya Nabila tiba-tiba.

"Eh, Bil, lu jangan mentang-mentang badannya berisi terus ngeledek gue," jawabku setengah bercanda.

"Heh, Kenara Alianiy Putri, gue nggak ngeledek. Gue cuma ngomong apa yang gue lihat," jawabnya dengan nada serius.

"Mungkin mata lu aja yang minus," jawabku sambil tertawa.

"Enak aja, kampret!" balasnya.

"Ya elah, udahlah. Ayo makan, tuh makanan udah datang," ujarku sambil menunjuk ke arah pelayan yang membawa pesanan kami.

Terpopuler

Comments

Anyelir

Anyelir

ujarnya, ujarnya, ujarnya. taiii💩💩💩

2024-07-17

0

Oh Dewi

Oh Dewi

serius nih tanpa tanda baca ?
ga da titik komanya thor.
rada pusing, tapi tetep tertarik baca, soalnya feeling mengatakan ini ceritanya bagus

2021-07-25

0

Arie Risnawati

Arie Risnawati

aq mampir thor

2021-07-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!