Kabut malam menggantung tipis di antara pepohonan gunung Langit Tenang. Udara dingin menempel di kulit Shen Wuyan, menusuk lapisan jubahnya hingga terasa getir di ujung jari dan punggung. Batu datar tempat ia duduk menjorok di tepi jurang. Di bawahnya, lembah tertutup kabut, sunyi, hanya suara angin dan gemerisik daun yang menembus keheningan malam.
Sejak kecil, Shen Wuyan menyadari sesuatu yang aneh tentang bayangannya. Di cermin, ia tampak anak laki-laki biasa. Tapi di luar cermin, bayangan itu kadang tersenyum sendiri, kadang bergerak sebelum ia bergeser. Malam ini, bayangan itu sudah menunggu. Tipis, memanjang, diam, tapi terasa penuh maksud. Detak jantungnya berirama dengan ketegangan yang merayap perlahan dari leher ke punggung.
Ia menarik napas dalam. Qi mengalir di pergelangan tangannya, berputar, menyebar hingga ujung jari. Hun–Po Refinement bukan sekadar meditasi. Ini latihan menyatukan fragmen jiwa yang tersebar, menghadapi potongan-potongan diri yang asing. Setiap helaan napas menyingkap lapisan dirinya yang belum dikenal. Ia menutup mata, membiarkan udara dingin menembus paru-paru, menyalakan kesadaran penuh akan tubuh dan jiwa.
Kabut menempel di wajahnya, lembut namun dingin. Sunyi menekan, menekankan setiap detik yang berlalu. Bayangan muncul perlahan di sampingnya, senyum tipis melengkung di wajah gelap. Shen Wuyan menelan rasa penasaran yang mencekam. Ia bisa merasakan bayangan itu hidup, mengintai dari dunia lain.
Angin malam berdesir, dedaunan bergetar, dan bayangan bergerak selangkah lebih dekat. Tubuhnya kaku, matanya terpaku pada gerakan yang tak masuk akal. Setiap gerakan menimbulkan rasa penasaran dan ancaman bersamaan. Ia mencondongkan badan sedikit, mencoba merasakan energi yang memancar dari bayangan. Hun–Po Refinement mengajarkannya merasakan qi di sekeliling, bukan hanya dalam tubuh sendiri. Bayangan itu teka-teki, potongan dirinya yang belum dikenali.
Tiba-tiba, bayangan itu tertawa. Suara ringan, jernih, asing, memecah keheningan. Shen Wuyan menelan ludah. Jantungnya berdegup lebih cepat. Suara itu bukan dari mulutnya, bukan dari angin. Itu berasal dari bayangan itu sendiri, hidup dan sadar.
Ia membuka mata perlahan. Bayangan berdiri tegak, menatapnya. Bibir bergerak, tapi tak bersuara. Energi yang dipancarkan terasa menembus kulit, menembus jiwa. Qi dalam tubuhnya bergetar mengikuti ritme baru yang asing.
“Siapa… kau?” bisiknya, nyaris tersedak oleh hawa dingin dan ketegangan. Bayangan tetap tersenyum, menatapnya, menantang. Penasaran bercampur takut, tubuhnya bergetar halus. Ia menurunkan badan lebih dalam ke batu, mencoba memusatkan energi jiwa.
Hun–Po Refinement mengajarkannya menerima fragmentasi jiwa. Tapi bayangan ini terasa asing. Meski lahir dari dirinya sendiri, ada sesuatu di luar kendali. Setiap gerak bayangan menimbulkan rasa penasaran dan ancaman sekaligus. Shen Wuyan merasakan denyut qi menuntunnya lebih dalam ke kesadaran diri, ke potongan-potongan jiwa yang belum tersatukan.
Kabut semakin tebal. Angin menusuk lebih keras. Bayangan bergerak sedikit, tetap menatap, mengirim getaran energi samar tapi kuat. Shen Wuyan menarik napas dalam, mencoba menyatukan diri dengan dunia, mengalirkan qi dari bumi melalui tubuh. Hun–Po Refinement memaksanya menghadapi bayangan bukan dengan kekuatan, tapi dengan kesadaran penuh. Perlahan, ketegangan di tubuhnya mereda, mengalir selaras dengan getaran bayangan.
Bayangan mencondongkan tubuh lebih dekat, tersenyum lebih lebar. Tanpa gerak tangan atau kaki, ia melayang beberapa sentimeter di atas batu. Shen Wuyan menelan ludah, jantungnya berdetak lebih cepat. Ini bukan pantulan biasa. Ini sesuatu yang hidup, menunggu. Rasa takut hanyalah permukaan rahasia yang lebih dalam.
Shen Wuyan menutup mata untuk ketiga kalinya. Ia mencoba menyatukan fragmentasi energi dalam diri. Ia merasakan bayangan memasuki aliran Hun–Po Refinement yang baru ia bentuk, menyatu tanpa campur tangan, seolah bagian dari dirinya sendiri yang menunggu untuk dikenali. Ketegangan berpadu rasa penasaran. Ia sadar: bayangan ini adalah cermin dari dirinya yang belum dipahami.
Ia membuka mata, bayangan masih berdiri lebih dekat, senyum melengkung misterius. Energi yang keluar darinya lembut tapi menekan. Shen Wuyan merasakan hawa gelap yang belum pernah ia rasakan, tapi anehnya, ketakutan dan ketertarikan bercampur.
Angin berdesir melalui jurang, membawa aroma tanah basah. Shen Wuyan menelan ludah, mencoba mengatur napas, menyesuaikan aliran qi dengan getaran bayangan. Hun–Po Refinement mengajarkannya untuk menerima, bukan menolak. Ia menatap bayangan itu, mencoba memahami maksud dari senyum itu, dari tawa yang muncul tiba-tiba.
Waktu terasa melambat. Hanya suara napasnya sendiri yang terdengar, dan desah kabut yang melewati pepohonan. Bayangan itu bergerak sedikit ke samping, menyesuaikan diri dengan energi Shen Wuyan. Ia bisa merasakan perlahan bahwa bayangan itu adalah bagian dari dirinya, namun tetap asing. Ada kesadaran lain, sesuatu yang lebih gelap.
Ia mencoba menarik energi bumi lebih dalam. Qi berputar di pergelangan tangannya, menyebar ke tubuh, menenangkan denyut jantung, menyeimbangkan energi yang tidak stabil. Bayangan itu mengikuti gerakannya, seakan bermain dalam harmoni yang tidak bisa dijelaskan. Ketegangan dan rasa ingin tahu bercampur.
Tiba-tiba, bayangan itu tertawa lagi, kali ini lebih panjang, memecah kesunyian malam dengan nada ringan tapi menembus. Shen Wuyan tetap diam, tubuhnya kaku, tapi pikirannya bergerak cepat, menafsirkan gerakan-gerakan halus bayangan itu. Setiap senyumnya seolah mengundang dan menantang sekaligus, menariknya lebih dalam ke misteri yang belum pernah ia temui.
Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan detak jantung yang cepat. Hun–Po Refinement mengajarkannya mengendalikan fragmentasi jiwa, tapi malam ini ujian itu terasa nyata. Bayangan itu tidak hanya bagian dari dirinya; ia adalah cerminan energi yang menolak dikendalikan, memaksa Shen Wuyan menyesuaikan ritme qi-nya, menerima kehadiran asing tanpa ketakutan.
Kabut berputar di sekitar mereka, menari di udara dingin. Shen Wuyan merasakan aliran energi yang tidak stabil, menembus kulit dan tulang, berputar di sekeliling tubuhnya. Bayangan itu melayang selangkah lebih dekat, tubuhnya samar tapi jelas, dan mata gelapnya menatap seolah membaca setiap fragmen jiwa Shen Wuyan.
Rasa takut bercampur rasa penasaran. Ia menegakkan punggung, mencoba menyeimbangkan energi dengan napas panjang. Qi mengalir dari bumi, melalui kaki, naik ke pergelangan, menyebar ke seluruh tubuh. Hun–Po Refinement menuntunnya untuk tetap sadar, mengamati bayangan, menerima keberadaannya tanpa reaksi berlebihan.
Bayangan itu mencondongkan kepala sedikit, senyumnya semakin lebar. Tubuhnya bergetar halus, menyesuaikan diri dengan energi Shen Wuyan. Perlahan, ia melangkah mengitari Shen Wuyan, namun tetap menjaga jarak yang cukup untuk menimbulkan ketegangan. Setiap langkah bayangan itu menimbulkan getaran tipis di udara, seperti gelombang yang tidak terlihat tapi terasa.
Shen Wuyan menahan napas, merasakan setiap detail: aroma lembab tanah basah, embun yang menempel di jubahnya, desau angin yang menusuk, bahkan getaran energi bayangan itu yang samar tapi nyata. Ia menyadari bahwa malam ini, keheningan bukanlah kosong; ia penuh dengan kehidupan, dengan energi yang menuntutnya untuk memahami, bukan hanya melihat.
Bayangan itu berhenti di depan Shen Wuyan, senyum tetap menempel, matanya menatap tajam. Perlahan, ia menunduk, seolah membungkuk hormat, tapi aura yang dikeluarkannya tetap menegangkan. Shen Wuyan bisa merasakan energi asing itu merambat melalui udara, menyatu dengan Hun–Po Refinement dalam dirinya, menuntut pengakuan dan penerimaan.
Detak jantung Shen Wuyan menjadi lebih teratur. Ia menarik napas dalam, memusatkan diri, menyatukan aliran qi, dan merasakan setiap fragmen jiwa yang tersebar mulai bergeser, menyesuaikan diri dengan kehadiran bayangan itu. Hun–Po Refinement mengajarkannya bahwa penguasaan bukan tentang memaksa energi, tapi menerima fragmentasi yang ada, memahami bagian yang asing, dan menyeimbangkan diri di tengah kekacauan.
Bayangan itu tersenyum, menatapnya dengan intensitas yang membuat Shen Wuyan merasakan campuran takut dan kagum. Tubuhnya ingin bergerak, mundur atau menyerang, tapi pikirannya menahan setiap impuls. Ia tahu: di sini, malam ini, ketenangan dan kesadaran lebih penting daripada kekuatan fisik.
Seiring kabut bergerak pelan di sekeliling mereka, Shen Wuyan merasakan napasnya sendiri, detak jantungnya, energi yang mengalir melalui tubuh. Ia menyesuaikan diri, mengalirkan qi secara perlahan, membiarkan bayangan itu merasakan kesadaran dirinya, membiarkan energi mereka saling menyatu tanpa kehilangan identitas masing-masing.
Waktu seolah berhenti. Angin berhenti berdesir, dedaunan menahan gemerisik. Bayangan itu mencondongkan tubuh sedikit, menatap, senyum tetap melekat. Shen Wuyan merasakan ketegangan mencapai puncaknya: bayangan itu bukan musuh, bukan ancaman yang jelas, tapi kekuatan yang menantang dan memaksa dirinya berkembang.
Ia menelan ludah, dan untuk pertama kalinya, ia tersenyum tipis, mengakui kehadiran bayangan itu. Energi qi di sekitarnya bergetar, bersatu dengan fragmen bayangan yang hidup, membentuk pola harmonis namun penuh ketegangan. Shen Wuyan menyadari, malam ini, ia tidak hanya bertemu bayangan; ia bertemu potongan jiwa yang menuntut pengakuan dan pemahaman.
Bayangan itu tertawa lagi, ringan tapi menembus jiwa, lalu bergerak selangkah ke depan. Shen Wuyan tetap diam, menahan napas, menyatu dengan energi. Dan di saat itu, bayangan itu melayang tepat di depannya, menatap dalam-dalam, bibir bergerak perlahan dan berbisik:
“Akhirnya, kau melihatku.”
Kata-kata itu menempel di udara, membekukan napas Shen Wuyan sejenak. Kabut malam terasa lebih pekat, namun tenang. Bayangan itu hadir sepenuhnya, menunggu reaksi, menghadirkan ketegangan dan rasa penasaran yang tak terpecahkan.
Shen Wuyan menarik napas panjang, tubuhnya lelah, tapi pikirannya jernih. Ia menatap bayangan itu, menyadari bahwa bagian dari dirinya sendiri kini menunggu untuk diterima, dimengerti, dan mungkin… dihadapi. Hun–Po Refinement mengajarkannya menghadapi diri, dan malam ini adalah ujian pertama yang nyata.
Keheningan menutupi gunung lagi. Hanya desau angin yang bergerak, namun malam ini berbeda. Ada sesuatu yang bangkit, sesuatu yang menunggu di bayangannya sendiri. Shen Wuyan menunduk perlahan, matanya tetap menatap bayangan itu, tahu bahwa perjalanan sebenarnya baru dimulai.
Batu datar di mana ia duduk terasa hangat oleh energi yang mengalir di sekitarnya. Bayangan tetap menempel, tersenyum misterius, diam tapi hidup. Shen Wuyan menarik napas terakhir sebelum malam berakhir, menyadari satu hal: malam ini, ia telah melihat bukan hanya bayangan, tapi permulaan dari sesuatu yang tak bisa ia hindari.
Dan dengan senyum samar di wajah bayangan itu, malam pun menutup tirai kabutnya. Keheningan terasa berat, penuh misteri, dan janji akan perjalanan yang belum pernah dilalui. Shen Wuyan tahu, setiap langkah berikutnya akan diwarnai bayangan itu — cerminan dirinya, teka-teki jiwa, dan ujian pertama Hun–Po Refinement yang sebenarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
knovitriana
keren Thor, jangan lupa mampir 🙏
2025-11-04
1