Tante Livia sudah datang di ruangan VIP tempat Selma dirawat. Dia saat ini menyuap Selma dengan penuh kasih sayang. Menyendokkan makanan pelan, menyeka sisa bubur di sudut bibir Selma, membantunya gadis itu minum dan lainnya.
"Gimana, Selma sayang, buburnya enak?" tanya Tante Livia dengan senyum hangat. Selma tahu itu pura-pura.
"Em…" Selma menelan, lalu menyunggingkan senyum. "Enak banget, Tante."
Tante Livia kemudian mengusap kepala Selma lembut. "Kalau gitu habisin yah, sayang. Biar kamu cepet pulih."
"Iya, tante."
Bagaimana Selma tidak terbuai dengan semua kehangatan itu di kehidupan sebelumnya. Dia gadis yang tidak pernah merasakan hangatnya perhatian seorang ibu dan tiba-tiba saja mama sahabatnya memberikan apa yang dibutuhkan Selma.
Belum lagi papa Selma yang super sibuk sehingga membuat gadis itu kesepian meski dilimpahi kemegahan dan kekayaan.
Dulu, Selma begitu percaya kalau kehidupannya jadi sempurna dengan kehadiran Livia sebagai mama tiri yang baik penyayang, Debora sahabatnya yang jadi saudari tirinya, dan Julio kekasihnya dilengkapi dengan ayah ibu yang juga menyayangi Selma.
Tapu, ternyata itu semua hanya panggung sandiwara bagi mereka, sampai Selma si cegil haus kasih sayang larut dalam kebohongan yang mengantarkan hidupnya berakhir di malam pengantinnya sendiri.
Lanjut, Debora menuangkan air dalam gelas Selma. "Kamu juga harus rajin minum, Sel."
"Makasih, Deb."
Di sisi ruangan, asisten Selma yang bernama Aluna hanya berdiri profesional. Harusnya dia yang mengurus nona mudanya, tapi dua perempuan itu mengambil alih. Jadi dia lebih baik diam saja.
Sementara itu, Selma menerima suapan tante Livia lagi. Lantas kedua bola matanya berkaca-kaca. Si Eri yang duduk di pundaknya memasang wajah mengejek. "Bagaimana kamu mau balas dendam kalau kamu terbuai lagi, Selma?"
Selma melirik tajam yang membuat Eri menegakkan punggung mungilnya dan mengedip-ngedip.
"Bukan terbuai, Eri, aku cuma nggak nyangka aja kalau kasih sayang yang aku terima ini cuma pura-pura. Sementara, aku memang butuh. Makanya aku sedih," kata Selma dalam hati.
Eri manggut-manggut. "Kasih sayang itu banyak bentuknya, Selma. Mungkin kamu sudah mendapatkannya tapi kamu tidak menyadari hal itu."
"Oh ya?"
Tak lama, pintu terbuka, dari baliknya muncul seorang pria gagah yang memakai setelan jas abu-abu gelap. Ruangan seketika dipenuhi aura dingin dan tegas. Ya, itu Papa Selma. Devano. Dia masuk diikuti oleh seorang wanita yang Selma tahu itu sekretaris papanya. Irish.
Tante Livia dan Debora spontan berdiri. Mereka menunduk sopan. "Selamat sore, Tuan Devano," sapa tante Livia cepat dengan nada yang manis.
Devano hanya tersenyum singkat.
Lalu, Aluna sang asisten menunduk hormat, sementara Selma menoleh. Mata beningnya langsung melembut penuh haru. Walaupun dia kesal karena di sini papanya menghukum Selma dengan membekukan kekayaan gadis itu, tapi dia senang bertemu papanya lagi. Sebab, di masa depan, Evan meninggal karena kecelakaan mobil saat Selma berusia 22 tahun.
Jangan tanya Eri ke mana? Dia sibuk dengan urusannya sendiri sekarang. Di meja depan sofa, dia membentuk sebuah bioskop hologram dan sedang menonton film layar lebar di sana. Selma hanya memperhatikannya sekilas lalu lanjut ke papanya lagi.
"Papa…" suara Selma serak, penuh kerinduan.
Devano membungkuk sedikit untuk memeluk putrinya dengan lembut. "Bagaimana keadaan anak papa?"
Selma membalas pelukan papanya. "Udah membaik dong, Pa. Kata dokter aku udah bisa pulang besok lusa."
Devano mengelus kepala Selma. Sementara, sekretaris papanya tersenyum pada gadis itu.
"Senang mendengar kabar baik itu, Nona Selma," dia memeluk sebuah buket bunga mahal. "Tuan Devano bilang kalau nona Selma suka bunga mawar merah muda, jadi saya membawanya untuk Nona Selma."
Dulu, Selma sinis pada sekretaris papanya itu, karena dia tampak menyukai Devano. Sementara waktu itu, Selma sudah sangat suka dengan Livia, makanya dia mengabaikan pemberian buket bunga pemberian Irish.
Tapi, kali ini dia akan menyambut sekretaris cantik papanya itu.
"Wahhh, terima kasih, Kak Irish, bunganya cantik sekali," kata Selma.
Di momen yang sama, tampak tante Livia dan Debora saling mengode dengan lirikan. Selma memperhatikan hal itu sambil menghirup aroma mawar merah muda di pelukannya.
Tante Livia mengoper piringnya pada Debora lalu mengulurkan tangan pada Selma. "Sini, bunganya tante masukin ke vas."
"Tunggu, sebenarnya Anda siapa?" tanya Devano.
Tante Livia tersenyum, lalu mengulurkan tangan. "Saya Livia, mama Debora, Tuan."
Devano menyunggingkan senyum tipis dan nerima uluran tangan Livia. "Ah… i see, maaf tidak mengenali Anda lebih dulu, senang bertemu dengan Anda. Selma sering membicarakan Anda. Katanya Anda sangat menyayangi putri saya ini."
"Bagi saya, setiap anak perempuan adalah anak saya. Meskipun memiliki Debora, tapi kasih ssayang saya ratakan pada semua anak perempuan yang saya temui. Hanya kebetulan, anak saya bersahabat dengan Selma, jadinya kami lebih dekat."
Selma menggigit bibir dalamnya, melirik kanan kiri pada papanya dan tante Livia. "Perkenalan mereka di kehidupan sebelumnya tetap terjadi, berarti aku harus cari cara lain untuk membuat mereka tidak bersatu. Tiba-tiba bilang nggak suka sama Tante Livia ke papa juga pasti mencurigakan banget. Aku harus susun rencana. Cewek cantik kayak aku harus main dengan cantik juga."
"Aku juga harus berkelakuan baik, karena setelah pulang besok lusa, papa bakalan manggil aku ke ruangan kerjanya yang super duper kaku itu dan nyampein kalau dia ngeblokir semua kartu aku untuk sementara."
Sembari percakapan berputar di sekitar Selma, gadis itu, melirik ke arah Eri yang asyik dengan dunianya sendiri.
"Eri…"
Si mungil itu tidak menoleh.
"Eri!"
Masih enjoy makan popcorn hologram si kecil itu.
Selma geram. Dia berteriak dalam hati. "ERI!"
Di sana, Eri mendengus, lalu melayang, menghampiri Selma. "Ada apa, Selma?"
"Kamu tidak dalam bahaya sampai harus mengganggu me time Eri, Selma."
Selma menarik garis bibirnya kaku, lalu menarik napas dalam-dalam.
"Ya, aku pengen nanya sama kamu, Eri. Kamu kan wali sistem aku, jadi aku bisa dong konsul mengenai rencana aku ke kamu."
"Ya, ya, ya, ada apa, Selma?"
"Menurut kamu kalau aku jodohin papa aku sama sekretarisnya oke nggak?"
Eri mengambang di udara, mengitari Devano kemudian Irish dan berdiri di antara keduanya. "Menurut Eri, kamu jangan terburu-buru mengambil keputusan, Selma. Lebih baik fokus dengan misi-misi yang akan datang."
"Tapi, ini kan berkaitan dengan masa depan aku juga, Eri."
"Iya, Eri tahu, tapi tetap saja apa yang akan terjadi di sini, kamu juga belum tahu pasti Selma, memang terasa sama dengan masa lalu kamu, tapi tidak menutup kemungkinan ada hal lain yang kamu lewatkan selain kebohongan lima orang yang menjadi penyebab kematian kamu di masa depan."
"Misalnya?"
"Eri tidak bisa menjawab hal itu, Eri hanya bisa mengingatkan, Selma."
"Oke, oke, fine, aku ngerti."
Selanjutnya, Eri melayang ke dekat wajah Selma, rambutnya mengalir lembut. Cahaya biru dari tubuh mungilnya memantul di manik kecokelatan Selma.
"Kamu jadi pecundang dan mati sia-sia karena dibutakan kepercayaan dari sudut pandang kamu sendiri, Selma. Apa kamu ingin mengulangi hal yang sama?"
"Nggak lah." Selma melirik tajam. "Aku udah mutusin buat balas dendam sama lima orang yang bikin aku lenyap di malam pengantin aku."
"Kalau begitu fokus ke sana, Selma. Kamu juga harus tetap menjaga tiga cahaya jiwa kamu, bukan?"
"Iya, Eri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
mrsinch
nextt/Proud/
2025-10-20
1
Nanin Rahayu
lanjut thorr
2025-10-20
1