Nama

Sosok macan kumbang itu menggit kain bedong sang bayi, lalu berlari menembus kegelapan malam dan membawanya sebuah goa yang gelap dan juga luas.

Ia meletakkan bayi mungil itu diatas sebuah meja batuan cadas, dan setelahnya kembali lagi berlari keluar, menuju tempat dimana tadi terjadinya pertempuran antara kedua orangtua sang bayi yang melawan para pemberontak.

Sosok macan kumbang itu mengambil sebilah pedang yang digenggam oleh Wijaya Ningrat, dan senjata itu masih berlumuran darah.

Kemudian ia melepaskan ikat kepala sang Adipati, dan melilitkannya pada pedang tersebut.

Setelahnya, ia menghampiri kuda yang sedang meringkik kesakitan karena terkena anak panah.

Ia membantu mencabut anak panah dari paha kaki kuda, dan memberikan sentuhan pada luka tersebut, lalu membuat hewan tegap itu berdiri kembali.

"Ayo," ia mengajak sang kuda untuk mengikutinya ke dalam goa.

Setibanya didalam goa, sang Macan Kumbang meletakkan pedang milik Wijaya Ningrat. Lalu dengan kekuatannya, ia menghidupkan api obor, dan menghampiri sang bayi.

Bayi mungil nan cantik tersebut, tampak tersenyum padanya. Ia merasa haus, tetapi tak ingin bersuara.

Jika kau dilahirkan dua hari yang lalu, maka kau memiliki weton Jum'at Pon. Neptumu adalah tiga belas, dan jatuh pada tibo dunyo. Kau akan menjadi seorang pemimpin besar. Orang yang berbudi luhur, dan membela kebenaran," ucap sang macan kumbang dengan suara tenang.

Ia masih memandangi sang bayi mungil, yang terlihat sangat cantik rupawan.

"Kau adalah sosok yang kucari, dan aku adalah khodam macan kumbang yang menaungimu. Cakra yang kau miliki pada kelahiranmu Jumat Pon adalah gabungan Cakra Ajna Bumi (milik weton Jumat) yang berelemen air, dan Cakra Dasar Bumi (milik pasaran Pon) yang berelemen logam. Kombinasi ini membentuk watak pemimpin yang kuat, berani memberontak pada ketidakadilan, namun harus diimbangi dengan kerendahan hati agar menjadi sosok positif dan membawa keberuntungan."

Sang Macan kumbang masih memandangi wajah bayi ajaib didepannya, ia tampak sangat begitu berwibawa, meski hanya masih seorang bayi.

"Aku akan menabalkan nama untukmu," ucapnya sekali lagi. Lalu mengedipkan kedua matanya, dan terlihat bubur merah dan bubur putih tersedia diatas meja batuan cadas.

Kemudian ia memulai ritualnya.

Bismillahirrahmanirrahim..

Niat ingsun memetri jabang bayi...

Sekul petak ulam sari, kebul kukus Gondo kang Arum, ibu bumi bopo Kuoso, ingkang njangkung jabang bayi...,

Kyai Among, Nyai Among, ingkang Among maring Jabang bayi ... (Wulan Ningrat) nyuwun Sawab wilujeng slamet. Kakang Kawah, Adi Ari-ari, sedulur papat limo pancer, ingkang njangkung jabang bayi... saking kersane Allah,"

 Bismillahirrahmanirrahim..

(Niat aku meiklarkan anak manusia bernama... Nasi putih beserta lauk pelengkapnya, Menggulung asap berbau wangi, asal tanah, sang pemberi titah. yang melindungi anak manusia bernama Wulan Ningrat... Kyai Pengasuh, Nyai Pengasuh, yang mengasuh anak manusia bernama... minta Do'a keselamatan. Ketuban, Plasenta dan seperti segumpal daging yang ikut serta dengan plasenta, saudara 4 yang ke 5 pusatnya, yang menjaga anak manusia bernama Wulan Ningrat.. karena Allah SWT)

Sesaat kilauan cahaya keperakan menyelimuti sang bayi, dan membuatnya merasa hangat.

Setelah penabalan itu selesai, sosok Macan kumbang membawa bubur merah putih itu keluar goa, ia meletakkannya didepan pintu, dan berharap ada binatang yang memakannya.

Sementara itu, ia kembali masuk, lalu mengerjapkan kedua matanya, dan membuat pintu goa tertutup dengan bebatuan.

*****

Disebuah kadipaten yang sebelumnya dipimpin oleh Adipati Wijaya Ningrat, kini diduduki oleh seseorang bernama Bisrah. Ia berusia sekitar empat puluh tahun.

Wajahnya sangat sangar, rambutnya ikal dan gigi bagian depannya tampak menonjol, ditambah dengan sorot mata yang tajam dan juga bengis.

Baru beberapa jam kepemimpinannya, ia sudah membuat aturan yang mencekik rakyatnya.

Ia akan mengumpulkan para Tumenggung yang ada diwilayah kadipaten dan meliputi kekuasaannya untuk menerapkan aturan yang membuat kekayaannya akan semakin berlimpah.

Upeti yang dipaksakan kepada rakyat tidak tanggung-tanggung, dimana hasil panen harus diserahkan setengah kepada Adipati, yang mana nantinya akan diserahkan kepada Adipati Agung, dan juga Raja yang memimpin dipusat pemerintahan.

Tak hanya itu, Adipati yang baru juga akan membuat aturan kerja paksa dan tanpa upah bagi rakyat, demi untuk membangun wilayahnya kekuasaannya.

Kadipaten utara yang kini dipimpin oleh Adipati Bisrah, benar-benar sangat tidak berprikemanusiaan, dan ia menerapkan aturan otoriter dan juga oligarki yang sangat menyengsarakan rakyatnya.

Setelah memberikan perintah kepada Patih Kamandaka, Adipati Bisrah meninggalkan kursi kebesarannya, lalu memasuki kamar yang disudah dinantikan oleh beberapa dayang yang berasal dari gadis desa dan dipaksa untuk ikut.

Para dayang menyambut Adipati Bisrah yang baru memimpin, dan mereka melakukan tugasnya dengan terpaksa, jika tidak, maka penyiksaan yang akan mereka dapatkan.

Sementara itu, Patih Kamandaka yang mendapatkan tugas untuk mengumpulkan para Tumenggung diwilayah kadipaten, menunggangi kudanya ditengah malam gelap.

Sedangkan Adipati yang memerintahkan sedang bermesraan dengan para dayang yang siap melayaninya.

Sementara itu, kabar kematian Adipati Wijaya Ningrat yang sangat dicintai oleh rakyatnya tersebar luas.

Rasa duka dan kesedihan menyelimuti warga kadipaten.

Mereka kehilangan sosok yang selama ini mereka agungkan. Memimpin dengan penuh bijaksana, dan adil pada seluruh rakyatnya.

Tetapi, kini sang Adipati Wijaya beserta istri dan juga puteri yang baru dilahirkannya, akhirnya pergi dengan cara yang sangat menyakitkan dan juga sadis.

Dimana keadilan yang selama ini diagungkan. Rakyat ingin memberontak, tetapi mereka tak berdaya, hanya sebuah harapan dan doa, kiranya yang Maha Kuasa dapat membuka jalan untuk kebenaran yang sedang terbungkam.

Suara derap langkah kaki kuda membelah kesunyian malam. Lampu-lampu minyak terpasang pada setiap rumah sebagai penerangan.

Setiap langkah yang dipacu oleh sang Patih, membuat hatinya berdenyut.

Sesungguhnya ia sangat tidak sejalan dengan sang Adipati Bisrah. Tetapi ia tak memiliki pilihan, sebab anak dan istrinya saat ini masih disekap oleh Adipati yang memiliki jiwa pemberontak.

Ia harus menyelamatkan anak dan istrinya yang saat ini masih dipenjara bersama dengan keluarga para pejabat lainnya yang mencoba menentang pemberontakan ini.

Kaki kuda yang dipacunya terus berlari menembus kegelapan malam. Obor ditangannya menjadi penerang jalanan.

Ia harus menyelesaikan pekerjaannya malam ini, sebab esok ia harus mengumpulkan semua para Temenggung ke kediaman Pendopo kadipaten.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya ia tiba dirumah Tumenggung Arya, dimana ia memimpin wilayah yang lebih kecil dari Adipati, dan ia bertugas untuk memungut upeti dari rakyat, dan nantinya akan diserahkan ke Adipati, yang menaunginya.

Patih Kamandaka melompat turun dari kuda yang ditungganginya. Ia berjalan menuju kediaman Tumenggung, dan mengetuk pintunya, meski hari sudah sangat larut.

Tok tok tok

Pintu diketuk, dan suara ringkik kuda yang cukup keras membuat pemilik rumah yang tampak lebih mewah dari warga lainnya terpaksa harus membuka pintu.

Terpopuler

Comments

⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ

⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ⍣⃝🦉andiniandana☆⃝𝗧ꋬꋊ

nama Patih nya aja Kamandaka, lebih bagus daripada nama Adipati dadakan, Adipati Bisrah 🤭🤣🤣

2025-10-14

3

kinoy

kinoy

hoalah. si bisrah toh nama penjahat y..kudu dikemplang pala ne

2025-10-15

0

Reni

Reni

ya Allah maleh kelingan alm si mbok kalo berdoa mesti ngono 😭😭😭

2025-10-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!