Pertama Kali

Waktu makan malam pun tiba.

Sofia yang sedang menata makanan menautkan kedua alisnya melihat sikap Raka berbeda, gelisah dan seperti orang sedang salah tingkah selain itu bukan Arumi yang mendorong kursi rodanya tapi salah seorang pelayan.

“Kamu kenapa Raka ? Demam ? Wajahmu sampai merah begitu,” tanya Sofia dengan nada khawatir namun tidak berani menyentuh kening putranya.

“Arumi mana ?” tanya Sofia lagi.

Belum sempat Raka menjawab, Arumi datang menyusul. Melihat wajah menantunya juga merona sempat saling melirik dengan Raka akhirnya Sofia tersenyum karena paham apa yang mungkin terjadi di antara keduanya.

“Sudah mandi, Ar ?” tanya Sofia sambil senyum-senyum.

“Sudah ma….eh Bu.”

Arumi tidak berani bertatapan dengan mertuanya karena bisa menangkap kalau Sofia sedang menggodanya.

Terlihat jelas Arumi dan Raka sama-sama canggung hingga tidak ada yang menanyakan keberadaan Thalia. Sofia malah senang, perempuan yang dianggap istri oleh putranya malah tidak ada di antara mereka.

“Mama masak ?” tanya Raka.

“Iya biar kamu cepat sembuh dan Arumi punya tenaga untuk mengurusmu.”

Thalia yang sedang mengambilkan nasi dan lauk untuk Raka hanya tersenyum tipis, wajahnya pasti tambah merona karena rasanya kembali panas. Raka pun hanya diam, tidak gampang marah seperti siang tadi.

Hanya ada mereka bertiga duduk di meja makan, Sapta sudah pulang dan Thalia belum kembali sejak siang

“Besok sore mama harus pulang karena Arman mendapat tugas kantor ke Surabaya selama seminggu jadi tidak ada yang menemani Nindya di rumah.”

Arman dan Nindya adalah adik kandung Raka yang tinggal di Yogya. Arman sudah bekerja sedangkan Nindya masih kuliah semester tiga.

Saat Nindya lulus SMA, Arumi pernah menawarkan supaya adik iparnya melanjutkan kuliah di Jakarta sekaligus mengajak Sofia tinggal bersama tapi Nindya menolak karena diterima di UGM.

“Kapan Mama kembali ke Jakarta ?” tanya Raka

“Tunggu sampai Nindya libur lagipula mama tidak bisa lama-lama meninggalkan toko.”

“Ada Budi yang bisa dipercaya,” sahut Raka.

Sambil menautkan kedua alisnya, Arumi menatap Raka dengan seksama. Ingatan Raka tentang keluarganya masih tersimpan dengan baik, sepertinya yang hilang dalam memorinya hanya Arumi.

Waktu pertama bertemu Sapta di rumah sakit, Raka langsung mengenalinya begitu juga Bimo, asisten pribadi Raka yang datang membesuk tapi Raka mengingat kedua pria itu sebagai teman sejawat, bukan asisten CEO.

“ARUMI !”

Bentakan Raka yang cukup keras membuat Arumi gelagapan namun tidak balas melotot malah menundukkan kepala dan menyendok nasi serta lauk yang ada di piringnya.

“Belajar sopan santun lebih baik lagi !” tegas Raka. “Tidak etis menatap majikanmu seperti tadi !”

“Maaf,” ujar Arumi tanpa berpaling.

“Mungkin Arumi sedang membayangkan wajahmu seperti steak yang menggoda untuk disantap,” ledek Sofia sambil tertawa pelan.

Arumi menatap mertuanya sambil tersenyum membuat Raka melengos kesal.

“Ngomong-ngomong dimana Thalia ? Kenapa dia tidak ikut makan malam ?” tanya Raka yang baru sadar kalau wanita yang dianggap istrinya tidak ada.

“Thalia pergi dari siang dan belum pulang,” sahut Sofia.

“Ambilkan handphoneku !” perintah Raka pada Arumi.

Arumi langsung beranjak dan pergi ke kamar untuk mengambil benda yang diminta Raka sementara Raka memanggil salah seorang pelayan untuk bertanya-tanya soal Thalia.

Tanpa menunggu, Raka langsung menekan tombol di layar gawainya dan Arumi menghela nafas saat ia membaca tulisan My Love di layar.

Setiap panggilan Raka langsung masuk ke kotak suara dan pesan yang dikirimnya hanya centang satu.

“Apa yang kamu lakukan pada istriku ?” tanya Raka dengan mata melotot pada Arumi.

“Saya tidak tahu karena tadi siang saya tertidur di kamar bersama anda.”

“Berhenti menyalahkan orang lain terutama Arumi,” nasehat Sofia karena tidak ingin melihat Raka marah-marah lagi apalagi di meja makan.

“Mama lihat Thalia belum bisa sepenuhnya menerima kondisimu jadi dia stres dan maunya melarikan diri dari kenyataan !” lanjut Sofia.

Untung saja makan malam sudah selesai. Raka menolak saat Arumi ingin membantunya kembali ke kamar.

“Aku ingin sendiri sebentar,” ujar Raka dengan nada dingin.

Arumi menuruti permintaan Raka karena memang kebiasaan pria itu lebih suka menyendiri di saat hatinya sedang tidak menentu.

Melihat Sofia duduk di ruang tengah, Arumi pun menyusul ke sana.

“Kamu yakin sanggup menghadapi Raka sampai dia sembuh ?” Sofia meraih jemari Arumi dan menggenggamnya.

“Selama pengadilan belum memutuskan, saya masih istri Raka dan sudah jadi kewajiban seorang istri menemani suaminya yang sedang sakit.”

“Bagaimana kalau setelah Raka bisa berjalan lagi dia tetap memilih Thalia ?”

“Artinya saya dan anak mama tidak berjodoh, sahut Arumi yang balas menggenggam jemari Sofia.

“Tapi Arumi, Mama tidak pernah setuju dengan Thalia,” ujar Sofia dengan wajah sendu.

“Bahkan saat Raka sehat, hatinya memang memilih Thalia, Ma jadi tidak ada guna aku memaksanya.”

“Maafkan Raka, Ar.”

“Aku juga salah Ma karena dulu memaksa Raka supaya menikahiku.”

Pembicaraan keduanya terputus saat benda pipih semacam paging yang ada di kantong Arumi berbunyi tanda Raka memanggilnya.

“Aku temui Raka dulu, Ma.”

“Hhhmmm…. Terima kasih Arumi.” Arumi mengangguk sambil tersenyum.

Arumi sempat mengetuk tiga kali sebelum membuka pintu kamar. Dilihatnya kursi roda Raka berada di dekat jendela yang tirainya masih terbuka.

“Ada yang anda butuhkan ?” tanya Arumi yang sudah berdiri di dekat Raka.

“Kunci kamar malam ini ! Aku tidak mau Thalia mengendap-endap tengah malam masuk kemari.”

Mata Arumi membola, tidak percaya dengan permintaan Raka. Bahkan saat mereka menikah, Raka tidak pernah mau mengunci kamar mereka.

”Tapi Pak….”

“Tidak bisakah kamu menuruti permintaanku tanpa perdebatan ?”

Arumi menghela nafas lalu mengangguk-anggukan kepala.

“Sekarang jawab pertanyaanku tanpa bertele-tele.”

“Soal apa ?”

“Sudah berapa banyak laki-laki yang menjadi pasienmu ? Berapa usia mereka ?”

Sekarang Arumi mengerutkan dahi, bingung mendengar pertanyaan Raka.

“Boleh saya tahu alasan bapak bertanya seperti itu ?”

Raka menoleh, menatap Arumi dengan wajah kesal. “Kenapa kamu suka sekali menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.”

Arumi terkekeh. “Maaf karena pertanyaan bapak sedikit tidak biasa karena yang ditanyakan hanya jumlah pasien laki-laki, perempuannya tidak.”

“Tidak masalah kalau kamu tidak mau menjawabnya !”

Raka melengos dan memutar kursi rodanya tapi baru dua putaran, jawaban Arumi membuatnya berhenti.

“Pak Raka adalah pasien saya yang pertama dan mungkin juga akan jadi yang terakhir karena calon suami saya mungkin tidak suka kalau saya meninggalkannya lama-lama apalagi dengan pria setampan dan sekaya bapak.”

Raka tampak terkejut tapi Arumi masih bisa melihat kalau pria itu juga senyum tertahan meski wajahnya menoleh ke lain arah. Kelihatan suasana hatinya membaik, tidak lagi dipenuhi rasa kesal soal Thalia.

”Apa sekarang bapak bisa menjawab pertanyaan saya ? Kenapa bapak ingin tahu ?”

“Jawabanmu membuatku berpikir kalau kamu berniat menggodaku sekalipun aku sudah memiliki istri secantik Thalia,” tutur Raka dengan senyuman mengejek.

”Jangan asal menuduh ! Saya tidak terima ucapan anda.”

Arumi berjalan mendahului Raka untuk menghalangi pria itu dengan wajah cemberut dan kedua tangan terlipat di depan dada.

“Aku tidak asal menuduh,” ujar Raka dengan senyuman mengejek.

”Lalu ?”

“Gerakanmu saat memandikan aku bukan seperti seorang perawat tapi lebih tepatnya tindakan perempuan yang sedang menggoda laki-laki,” ejek Raka.

Wajah Arumi langsung merah padam karena ucapan Raka membuat ingatannya kembali pada kejadian di kamar mandi sore ini.

Arumi sudah sangat hati-hati bahkan ia sempat memejamkan mata saat menggosok bagian tubuh Raka mulai dari pinggang ke bawah.

Arumi yang terpaksa membantu Raka memakai pakain dalam tidak bisa menahan rasa kagetnya saat melihat milik Raka berdiri tegak di balik kain penutupnya.

“Jangan coba-coba berbohong padaku !” sinis Raka yang kembali melajukan kursi rodanya ke arah tempat tidur.

Terpopuler

Comments

Noey Aprilia

Noey Aprilia

Kepo bgt sih sm hdpnya arumi,pdhl kn cm prwatnya doang....jgn2 raka sbnrnya udh ska sm arumi,tp dia blm sdr sm prsaannya....tp mga aja arumi ga baper....

2025-10-18

0

Ir

Ir

ini kalo kepala Raka di timpuk batu to much engga yaa 😆😆
kak maaf yaa kalo aku banyak komplen tapi kan Thalia lagi pergi ko tiba² nyendok nasi 🤔

2025-10-18

0

Baretta

Baretta

Maklum kak merasakan miliknya bereaksi jadi agak-agak gimana gitu 😄😄😄

2025-10-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!