Pendar cahaya yang menyilaukan membuat Raka sulit membuka mata bahkan ia sampai menutupi wajah dengan pergelangan tangan supaya bisa melihat.
Suhu di sekitarnya juga terasa dingin hingga Raka berpikir ia sudah berpindah ke dunia lain tapi perlahan indera penciumannya menghirup bau khas rumah sakit dan telinganya menangkap suara perempuan sedang berbicara.
”Syukurlah kamu sudah sadar. Sebentar aku panggilkan dokter.”
“Dimana Thalia ?”
Pertanyaan Raka membuat Arumi sempa terhenyak dan akhirnya berbalik badan lagi, menatap suaminya lekat-lekat.
“Aku tidak tahu dimana Thalia sekarang. Tiga hari yang lalu dia datang kemari tapi hanya sebentar.”
”Siapa kamu sampai berani mengusir istriku ?”
Mulut Arumi sampai terbuka saking kagetnya. Hasil pemeriksaan dokter tidak menyinggung soal amnesia tapi kenapa Raka lupa pada Arumi malah mengingat Thalia sebagai istrinya ?
“Namaku Arumi dan sampai detik ini aku…….” Arumi ragu-ragu untuk mengatakan siapa ia sebenarnya.
“Panggilkan….Aaarrggghhh” Raka yang sempat membentak ganti mengerang sambil memegangi kepalanya yang diperban.
“Raka tahan sebentar, biar aku panggilkan dokter.”
Usai menekan tombol panggilan perawat, Arumi bergegas keluar sambil mengeluarkan handphone dari saku kulotnya untuk menghubungi dokter yang menangani Raka
“Tolong datang sekarang ke kamar suami saya dokter, dia sangat kesakitan,” pinta Arumi dengan suara bergetar karena panik.
Dua orang perawat yang datang menganggukkan kepala pada Arumi sebelum masuk ke kamar untuk memeriksa Raka yang masih mengerang kesakitan.
Baru saja Arumi menekan panggilan ke nomor asistennya, terdengar teriakan Raka dari dalam kamar.
“TIDAK MUNGKIN !”
Begitu pintu terbuka, Arumi kaget melihat salah seorang perawat jatuh duduk di lantai dan selang infus yang terpasang di punggung tangan kiri Raka sudah lepas. Selain itu netranya melihat percikan darah di selimut yang menutupi kaki Raka.
“KAMU !” pekik Raka sambil menunjuk Arumi yang masih berdiri di pintu. Poisisi tempat tidur Raka sudah setengah berbaring.
“Panggilkan Thalia sekarang ! Apa yang kamu lakukan sampai kakiku lumpuh ?”
Meski rasanya sakit mendengar permintaan Raka, Arumi berusaha tetap tenang dan berjalan mendekati pria itu.
“Kakimu tidak lumpuh selamanya. Dokter sudah memastikan kamu bisa berjalan lagi asal rajin menjalani terapi.”
“Aku mau bertemu istriku sekarang !”
Kedua perawat yang ada di situ kelihatan bingung, menatap Raka dan Arumi bergantian. Mereka tahu kalau Arumi adalah istri sah Raka.
“Aku tidak tahu dimana Thalia sekarang. Tiga hari yang lalu dia memang datang tapi hanya 15 menit. Dia pergi lagi begitu tahu kamu koma dan lumpuh.”
”BOHONG ! Mana mungkin Thalia meninggalkan aku di rumah sakit bersama perempuan lain.”
Arumi menghela nafas, kesabarannya mulai terkikis gara-gara mendengar Raka terus menerus menyebut nama Thalia.
“Kamu sudah tidak sadarkan diri sejak kecelakaan 4 hari yang lalu. Sebentar lagi dokter akan datang, silakan tanyakan langsung kalau kamu tidak percaya padaku.”
Pintu kamar terbuka. Dua orang dokter didampingi seorang pria memakai baju scrub dan 2 perawat masuk dan langsung menghampiri Raka.
Setelah membalas sapaan dokter Erwin, Arumi menjauh, menunggu di sofa sambil mengetik pesan untuk asistennya.
Emosi Raka mulai reda tapi mulutnya terus mengajukan pertanyaan yang dijawab bergantian oleh kedua dokter spesialis itu.
Meski tangannya sibuk berbalas pesan, telinga Arumi tetap menyimak setiap kata yang didengarnya.
Hatinya yang sempat lega waktu melihat Raka siuman kembali berantakan karena pria itu lupa siapa Arumi dan terus menerus menyebut Thalia sebagai istrinya.
Tidak lama seluruh tirai yang mengelilingi tempat tidur Raka dibuka kembali lalu dokter Erwin memberi isyarat supaya Arumi ikut keluar.
“Mau kemana kamu ?” tegur Raka melihat Arumi berjalan ke pintu.
Tiga orang perawat masih sibuk mengurus Raka termasuk memasang kembali selang infus yang sempat dicabut paksa.
“Bertemu dokter Erwin,” sahut Arumi dengan wajah dingin.
“Bukan urusanmu membahas kondisiku dengan dokter. Hubungi Thalia dan bilang pada dokter kalau istriku akan menemuinya langsung.”
Arumi tersenyum sinis, tidak peduli dengan larangan Raka, ia tetap keluar ruangan menemui dokter Erwin.
“Bagaimana kalau kita bicara di ruangan saya ?” tanya dokter Erwin.
“Tidak masalah Om tapi Raka sendirian.”
“Devan dan seorang perawat akan mengawasinya .”
Arumi mengangguk sambil tersenyum pada pria muda yang memakai scrub medis lalu berjalan beriringan dengan dokter Erwin sedangkan dokter Fajar mengikuti di belakang mereka.
“Kenapa tidak ada yang menemanimu di sini ?”
”Mama sedang istirahat di rumah. Sudah 2 hari beliau menginap di sini tapi susah tidur karena cemas melihat kondisi Raka. Saya belum sempat memberitahu mama kalau Raka sudah siuman.”
Tidak ada hal penting yang dibicarakan sampai ketiganya tiba di ruangan dokter Erwin.
“Hasil CT Scan dan MRI pasca operasi bagus, entah apa yang menyebabkan suamimu mengalami amnesia,” ujar dokter Erwin sambil memperlihatkan hasil yang dimaksud pada layar komputernya.
“Atau jangan Raka hanya pura-pura.”
Jawaban Arumi membuat kedua dokter itu menatapnya dengan mata membola.
Arumi tersenyum getir, “Sebelum kecelakaan Raka sudah menyerahkan permohonan surat cerai untuk diproses lebih lanjut,” ujar Arumi menjelaskan.
“Lalu siapa Thalia ?” tanya dokter Erwin dengan alis menaut.
“Thalia Sukmana, putri tunggal Yongki Sukmana,” sahut Arumi sambil menghela nafas.
“Thalia dan Raka adalah sepasang kekasih yang tidak mendapat restu dari Pak Yongki karena perbedaan status sosial. Keduanya putus 4 tahun lalu dan Thalia pergi ke Perancis untuk mendalami sekolah fashionnya,” lanjut Arumi.
“Ada baiknya Raka menjalani pemeriksaan ulang untuk memastikan apakah ada cedera lain di kepalanya yang membuatnya amnesia,” ujar dokter Fajar sekalian pamit karena ada panggilan dari ruang UGD.
“Yang terbaik saja menurut dokter,” sahut Arumi sambil menganggukkan kepala.
Sekarang hanya tinggal Arumi dan dokter Erwin di ruangan itu. Dokter senior spesialis syaraf itu sudah lama mengenal Arumi dan kedua orangtuanya.
“Sebetulnya saya ingin minta bantuan sama Om soal Thalia.”
“Tentu saja Om bersedia. Masalah apa ?”
Secara singkat Arumi menceritakan percakapan Thalia dan Raka dalam pesan whatsapp yang tidak sengaja dibaca Arumi.
“Saya tidak yakin Thalia menderita sakit yang sangat serius bahkan umurnya hanya tinggal beberapa bulan lagi,” ujar Arumi.
Dokter Erwin terkekeh membuat Arumi mengerutkan dahi. “Kenapa Om tertawa ?”
”Bukankah tadi kamu bilang Raka ingin bercerai denganmu sebelum kecelakaan ? Apa kamu masih bisa menolaknya ? Untuk apa kamu mempertahankan laki-laki yang sudah tidak menginginkanmu ?”
“Tapi Om….”
“Ternyata cintamu masih saja bertepuk sebelah tangan, Ar,” canda dokter Erwin sambil tertawa pelan.
“Boleh Om kasih saran sebagai pengganti orangtuamu ?”
Meskipun ragu karena tahu apa yang akan disampaikan dokter Erwin, kepala Arumi akhirnya mengangguk.
“Buang jauh-jauh pria tidak tahu diri itu dari hidupmu, Ar. Kamu wanita cantik, pintar dan kaya. Tidak sulit mendapatkan pria yang lebih baik dari Raka. Mungkin kamu bisa pertimbangkan putranya Om Wisnu yang ingin dijodohkan denganmu sewaktu orangtuamu masih hidup.”
“Mungkin di mata banyak orang saya ini perempuan bodoh karena memaksa pria seperti Raka menjadi suami. Saya tidak peduli karena tujuan menikah muda dengan Raka bukan demi menambah kekayaan tapi ada alasan yang belum bisa saya ceritakan pada Om saat ini.”
Dokter Erwin mengerutkan dahi, menatap Arumi penuh harap agar gadis yang sudah dianggap sebagai putrinya sendiri mau terbuka tapi Arumi hanya tersenyum manis.
“Saat ini saya benar-benar membutuhkan bantuan Om soal Thalia.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Ir
koreksi kak mungkin maksudnya pergi dengan " laki laki lain "
2025-10-17
0
Noey Aprilia
Iisshhh.....
ksel deh sm arumi....
udh d sktin,msih brthan....mndingn prgi aja,lgian kn tu orng lbih mlih msa lalunya drpd km....
2025-10-15
1
Dwi Agustina
Sadar Arumi, dia tak menganggapmu, buang saja rasa yg ada percuma, bahagia itu diciptakan sdr bukan dikasih sama dia
2025-10-14
1