"Ciee! ... ciee! ... selamat ya Aisya, dapat kakek tajir nih! Noh dia bawa mobil mewah loh!" sindir seorang gadis muda yang dengan sengaja menghadang jalannya.
"Kenapa, kamu mau? Ambil sana! Sekalian hitung ubannya, jangan hanya ngitung duitnya aja," sungut Aisya dengan wajah merah padam ia harus segera sampai ke rumah sebelum emosinya meledak di jalan.
"Apaan sih! Orang cuman ngucapin selamat doang! Sensi amat!" ketus cewek itu tak terima.
Meskipun ia sedang kesal, sedih dan malu. Ia sama sekali tidak mendudukkan kepalanya. Ia terus berjalan dengan percaya diri meskipun hatinya cenat-cenut, porak poranda sepeti sebuah rumah yang habis di hantam angin puting beliung.
"Aisya! Di terima aja ya, jangan terlalu pemilih jadi orang, di kampung mah, wanita seusia kamu tuh, minimal udah punya buntut dua, setidaknya anaknya sudah sekolah," ceplos seorang ibu-ibu sambil menyuapi makan cucunya dalam gendongan.
Aisya sebenarnya sudah sangat geram. Andai ia punya kekuatan super ibu-ibu itu pasti udah Aisya ajak keliling bulan, lalu ia biarkan tinggalkan di sana, kali aja si ibu mau buka warung di sana.
"Hm! Kalau di kota mah! Seusai ibu sudah jadi CEO di perusahaan, punya ribuan karyawan, tajir melintir punya rumah seribu tingkat. Yah minimal pengusaha lah! Sampai sini paham kan, Bu?" balas Aisya santai namun penuh penekanan.
Aisya kembali melanjutkan langkahnya, kali ini tak ada lagi yang berani nyinyir, saat Aisya lewat di hadapan mereka, mereka hanya bisa melongo tak percaya dengan perubahan sikap Aisya yang tak mudah di tindas, mereka pikir Aisya akan menundukkan kepala sambil mengais saat mereka menyindirnya. Belum tahu aja mereka jika Aisya sedang kesal, kata-kata mutiaranya bisa bikin lawannya langsung kena mental.
Hingga Aisya kini sudah berada di halaman rumahnya, ia melirik sekilas mobil sport merah yang terparkir gagah di di halaman rumahnya. Sebelum ia masuk ia menarik nafas panjang, bersiap untuk menghadapi sang Kakek yang kekeh ingin melamarnya.
"Andai yang melamar aku oppa-oppa, bukan aki-aki! Kenapa harus aku sih? Kenapa gak si Riska aja yang nyebelin itu!" protesnya dalam hati.
Umi Ella tiba-tiba muncul di ambang pintu dengan wajah cemas. "Kamu dari mana, sayang? Kok pergi gak pamit sama, Umi?" tanyanya lembut dengan rasa khawatir yang kentara di matanya.
Aisya menghela nafas pelan, lalu tersenyum tipis menanggapi ucapan Umi-nya, ia merasa bersalah telah membuat Uminya cemas.
"Ayuk masuk di dalam ada yang menunggu kamu, katanya dia mau melamar kamu. Dia juga bilang jika kalian udah saling kenal," ujar Umi Ella memberi tahu.
"Terus Umi sama Abi menerimanya begitu aja?" cibiknya dengan perasaan kesal dan kecewa. Hatinya memanas tiba-tiba meskipun tidak ada kompor apa lagi tabung gas di hatinya.
"Ya enggak lah! kami menunggu mu dari tadi, katanya ia akan menuruti semua permintaanmu jika mau menikah dengannya."
"Tapi dia Kakek-kakek kan, Umi?" tanya Aisya kesal.
"Kayaknya masih gagah! Yah walaupun sudah berumur," jawab Umi-nya ragu.
"Dasar kakek-kakek gagal move on. Pasti gara-gara di tolak nenek gayung nih! Eh aku pula yang jadi pengantinnya," sungut Aisyah dalam hati.
"Jangan-jangan aku punya khodam nenek gayung, dan khodam si Kakek pasti Kakek cangkul," gumamnya dalam hati lalu bergidik ngeri membayangkan dua khodam itu bersatu.
"Udah ayuk! Masuk gak enak tamu menunggu lama, lagian sejak kamu batal nikah semua warga pada ngomongin kita, apa lagi orang-orang percaya jika kamu mandul," bisik Uminya Aisya pelan.
"Aisya! Terima aja kakek-kakek itu, pasti dia tak menuntut banyak dari kamu. Jika kamu cari yang muda, pasti kamu gak nikah-nikah! Karena yang muda cari yang subur, bukan yang mandul kayak kamu!" Seru Riska yang tiba-tiba muncul lagi di pagar rumahnya.
"Dasar jelangkung!" suka kali nongol tiba-tiba sembur Aisya tak terima.
"Aisya! Sudah!" Umi Ella langsung menarik tangan Aisya yang hendak meladeni Riska, ia tidak mau terjadi keributan lagi di depan rumahnya.
Hingga Aisya berhasil di bawa masuk kedalam oleh Umi- Ella, lalu ia menutup pintunya dengan rapat membiarkan orang-orang menggunjing di luar sana.
Kekesalan Aisya semakin bertambah saat berhadapan dengan si Kakek wajahnya terlihat masam. Yah walau Aisya mengakui si Kakek waktu muda pasti tampan rupawan, ia bisa melihat sisa ketampanan si kakek dari hidungnya yang mancung, alis mata bak semut yang beriringan menuju meja prasmanan dan matanya yang tajam namun menyejukkan serta tumbuhnya yang atletis dan gagah bak peninggalan Belanda, eh! ... masa muda maksudnya.
"Aisya Humaira, saya datang kesini serius ingin melamar kamu, saya bahkan sudah membawa perhiasan ini, bukti keseriusan saya," ujar Satria sambil membuka pelan kotak persegi empat yang di lapisi kain beludru berwarna merah dengan bulu-bulu halus.
Aisya melebarkan matanya saat melihat satu set perhiasan berlian yang menyilaukan matanya, di dalamnya ada cincin, gelang, anting dan kalung tertata indah.
"Karena mendadak saya hanya bisa membawa ini, saya janji jika kamu mau menikah dengan saya. Saya akan menyanggupi semua permintaan kamu," ujar Satria Pratama di balik suara Kakek-kakek.
"Maaf Kek! Kakek kecepatan," sungut Aisya yang kini sudah duduk di samping kedua orang tuanya berhadapan langsung dengan Satria yang duduk di seberang mereka.
Satria mengerutkan keningnya dalam, "Kecepatan maksudnya?" tanya Satria yang tidak paham dengan ucapan Aisya.
"Ya gitu, Kakek kecepatan lahirnya, coba kalau bareng sama aku, pasti udah aku terima lamarannya," jelas Aisya lebih lanjut.
Satria diam-diam berdecak bangga pada tim make up-nya, tidak sia-sia ia membayar mahal mereka. Hasilnya sangat memuaskan, wajahnya sangat mirip dengan Kakek-kakek tanpa celah.
"Umur hanya angka Aisya Humaira, yang penting kita saling cinta." Akhirnya si kakek bisa bicara sendiri, tanpa ada yang tahu jika ia memakai alat penghubung di telinganya.
Ya Satria yang memang terkenal sebagai pria pendiam dan tak pandai merangkai kata-kata. Akhirnya bisa meniru beberapa kata gombal dari sepupunya Ray, lewat alat penghubung di telinganya. Ray dulunya mantan buaya, sekaligus raja gombal tapi sekarang ia sudah insyaf setelah menemukan cinta sejatinya.
"Dih! Siapa yang cinta sama Kakek?" ketus Aisya sambil memicingkan matanya heran melihat sang Kakek dengan lihainya merangkai kata-kata.
"Saya yakin bisa membuat kamu jatuh cinta, walau awalnya saya terlihat biasa saja, Humaira. Maukah kamu menikah denganku, Aisya Humaira?" tanya Satria dengan memegang cincin yang ada di tangannya.
"Tidak mau!" ketus Aisya cepat, ia rasanya ingin menghilang sekarang juga karena di lamar Kakek-kakek.
"Jangan menolak, Humaira! Nanti kamu menyesal," mohon Satria.
Abi dan Umi-nya Aisya diam saja mereka merasa serba salah, apa lagi mereka percaya saja jika putrinya mandul.
"Bagaimana jika kamu mengajukan syaratnya saja, jika saya sanggup memenuhi semua persyaratan kamu, kamu harus mau menikah dengan saya. Saya tak terima jika kamu menolak saya hanya karena saya sudah aki-aki dan saya tak akan mundur," ucap Satria penuh harap.
Aisya merasa geram pada si Kakek, yang tidak mau menyerah dan keras kepala, Aisya akhirnya berpikir keras persyaratan apa yang akan ia ajukan supaya si kakek bisa mundur dengan sendirinya.
Setelah lama berpikir akhirnya Aisya tersenyum licik.
"Ok, aku minta besok Kakek harus siapkan kupon, sebanyak warga yang ada di kampung ini dan kampung sebelah, dengan isi sembako yang terdiri dari, beras, minyak, bawang merah, bawang putih, gula, garam, dan teman-temannya yang lain," pinta Aisya dengan tersenyum penuh kemenangan.
"Apa kakek sanggup?" tantang Aisya merasa sang Kakek tidak akan sanggup memenuhi permintaan aneh darinya. Dan itu semua butuh waktu dan uang yang tak sedikit sehingga membuat si kakek angkat kaki dari hadapannya.
"Ok! Apa ada lagi?" tanya Satria dengan santainya.
Senyum Aisya yang sempat merekah, kini perlahan memudar setelah melihat reaksi santai dari si Kakek. Ia pikir permintaan aneh dan tak masuk akal darinya membuat Kakek berpikir dua kali sebelum bertindak.
"Apa kakek, yakin? Bisa memenuhi semua itu?" tanya Aisya memastikan, ia mulai ketar ketir, tapi buru-buru ia mengenyahka pikiranya, tidak mungkin sang Kakek bisa memenuhi persyaratan darinya.
"Insyaallah Humaira. Saya akan kembali besok dengan semua persyaratan dari kamu," jawabnya enteng lalu ia tersenyum samar di balik topeng Kakek-kakek.
"Kalau gitu saya pamit ya," ucapnya langsung bangkit dari tempat duduknya dan salim tangan dengan Umi dan Abi-nya Aisya.
Aisya tersenyum geli sendiri saat melihat si Kakek sungkeman sama yang lebih muda darinya.
"Buat apa meminta kupon sebanyak itu, warga kampung sebelah dan kampung kita sangat banyak, Aisya?" tanya Umi Ella heran dengan permintaan sang putri yang begitu banyaknya.
"Yah, kalau si Kakek benaran sanggup memenuhinya, nanti tinggal kita bagi-bagi aja pada warga," jawab Aisya enteng sambil menatap ke arah mobil sang Kakek yang perlahan mulai menghilang dari pandangannya.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Ita Xiaomi
Keren ceritanya. Semangat berkarya kk. Berkah&Sukses selalu.
2025-10-09
5
🍁ηιℓα💃🅱🆁🅰🅼❣️
terima aja Aisyah ntar kalo satria buka jati diri pasti si riska nyesel milih Adrian🤣🤣
2025-10-10
1
AlikaSyahrani
tuggu dulu
apaka kakek sanggup memenuhi permintaan aisya yang diluar nalar
2025-10-16
1