Pilihan di Tepi Jurang

Kabut buatan Yusuf hanya bertahan sesaat, tetapi cukup untuk memberikan Rumi waktu untuk melompat ke atas geladak Pusaka Kuno. Kapal itu segera membunyikan peluitnya, mengeluarkan asap tebal, dan berlayar cepat menuju celah zamrud yang menganga di Dinding Laut Kabut.

Yusuf berdiri sendirian di balok kayu yang mengapung, dikelilingi oleh air pelabuhan yang dingin. Ketika kabut menghilang, ia berhadapan langsung dengan Kapten Korsin yang matanya berkilat marah.

"Skriptor! Kau telah membantu pengkhianat melarikan diri ke Peti Mati Benua!" raung Korsin. Mantera Jaring Mantera yang ia panggil kini mengerucut, siap menjerat Yusuf. "Kau pikir mantera murahanmu itu bisa melindungimu?"

Yusuf merasakan sisa-sisa energi Mantera Kunci yang ia ciptakan meredup di udara. Ia tidak punya mantera yang sebenarnya ampuh. Ia hanya seorang penyalin, seorang penulis. Namun, ia juga sadar—ia tahu bagaimana sihir bekerja, ia tahu di mana letak kelemahan Mantera Hukum Samarasewu.

"Mantera Jaring Anda," kata Yusuf, suaranya tenang meskipun lututnya gemetar, "Dibuat berdasarkan pola yang saya salin sepuluh kali tahun lalu. Ia lemah di titik simpul timur laut."

Korsin terkejut. "Omong kosong!"

"Cobalah," tantang Yusuf.

Sesaat, Korsin ragu. Keahlian Skriptor Bayangan memang terletak pada pengetahuan yang intim tentang struktur mantera. Keraguan kecil itu sudah cukup. Korsin melontarkan Jaring Mantera itu.

Yusuf melompat—bukan ke daratan, melainkan ke air. Jaring Mantera Korsin, yang dirancang untuk menjerat benda di udara atau darat, hanya menyentuh permukaan air sebelum kemudian membeku sesaat, seperti yang diprediksi Yusuf.

Namun, air pelabuhan yang keruh bukanlah tempat yang aman. Begitu ia muncul, dua Enforcer Penjaga lainnya merapal Mantera Kejut Listrik Air.

Seketika, air di sekeliling Yusuf berubah menjadi penghantar energi mematikan. Yusuf merasakan sengatan listrik yang menyakitkan di sekujur tubuhnya, memaksanya berteriak. Ia tersentak, hampir kehilangan kesadaran.

Saat itu, ia melihatnya: celah zamrud di Laut Kabut, yang perlahan mulai menutup seiring hilangnya energi dari gulungan yang dibawa Rumi. Ini adalah kesempatannya yang terakhir, satu-satunya tempat di Samarasewu di mana Hukum Sihir tidak berlaku.

"Kau tidak akan ke mana-mana, bocah!" teriak Korsin.

Yusuf, setengah sadar dan kesakitan, melihat sebuah jangkar kapal usang yang tergeletak di dasar pelabuhan. Dengan kekuatan yang tersisa, ia merapal mantera terkecil dan paling bodoh yang ia tahu, mantera yang sering digunakan para tukang bersih-bersih: 'Tarikan Debu'.

Mantera itu biasanya hanya cukup kuat untuk menarik partikel kecil. Namun, dengan keputusasaan yang luar biasa, Yusuf menuangkan setiap sisa energi spiritualnya ke dalam mantera itu.

Ia tidak menarik debu. Ia menarik jangkar besi besar itu.

Jangkar itu bergerak, menyeret rantai baja tebalnya, dan mendarat dengan dentuman keras tepat di tengah mantera listrik air yang sedang diaktifkan oleh para Enforcer. Rantai besi basah itu menjadi penghantar yang sempurna, membalikkan mantera Kejut Listrik, dan mengenai balik kedua Enforcer itu hingga mereka tersungkur.

Korsin teralihkan. Yusuf tahu, ia hanya punya waktu satu detik.

Ia menggunakan balok kayu apung yang ia naiki tadi sebagai pijakan, dan dengan dorongan sekuat tenaga, ia melompat ke air sekali lagi, berenang ke arah laut lepas dengan panik. Ia tidak akan pernah bisa mencapai kapal Rumi, tetapi ia punya tujuan lain.

Mantera Kunci yang diciptakannya tadi tidak hanya membuka celah. Mantera itu juga meninggalkan jejak energi sesaat di sepanjang jalur yang dilaluinya.

Yusuf berenang dengan putus asa, napasnya tersengal. Tepat sebelum celah zamrud di Dinding Laut Kabut tertutup sepenuhnya, Yusuf mencapai tepi aura mantera itu.

Korsin merapal mantera terakhirnya, sebuah Tombak Es yang melesat cepat ke arah Yusuf.

Yusuf menunduk, dan tombak itu menghantam air, menciptakan gelombang es yang dinginnya menusuk tulang. Namun, pada saat yang sama, Yusuf telah melewati ambang batas.

Ia merasakan dingin yang luar biasa saat menembus celah yang perlahan-lahan menghilang itu. Kemudian, ia merasakan sensasi aneh yang tak pernah ia rasakan di Samarasewu—kegelapan total.

Di belakangnya, ia mendengar raungan frustrasi Kapten Korsin.

Yusuf terbatuk, berjuang di tengah ombak liar. Cahaya artifisial Mata Samara telah hilang. Di atasnya, yang ada hanyalah kegelapan langit yang diselimuti oleh kabut tebal dan pekat yang disebut Kabut Kuno.

Ia telah memasuki Peti Mati Benua.

Di sana, ia melihat kapal Pusaka Kuno milik Rumi yang berlayar menjauh, menghilang dalam kabut. Ia ditinggalkan, namun bebas dari Hukum Samarasewu.

Yusuf berpegangan pada puing kayu, sendirian di lautan yang asing, dikelilingi oleh sihir liar yang terasa lebih kuat dan lebih primitif daripada apa pun yang pernah ia tulis. Ia berhasil kabur, tetapi ia tiba di tempat yang mungkin jauh lebih berbahaya daripada tempat yang ia tinggalkan.

Ia melihat ke dalam kegelapan yang tak berujung, lalu ke tangannya. Ia kehilangan segalanya, kecuali pengetahuannya sebagai Skriptor Bayangan.

Petualangan Yusuf, Skriptor Bayangan yang menjadi penyihir karena terpaksa, baru saja dimulai.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!