Aresa Alfarisi adalah seorang ahli strategi. Ia tidak pernah melakukan sesuatu tanpa rencana, termasuk datang ke Indonesia. Keputusannya untuk mengunjungi Alvino di markas militer bukan hanya karena rindu, melainkan sudah direncanakan matang-matang jauh sebelum ia menginjakkan kaki di tanah air.
Tiga bulan lalu, saat mereka berbicara di telepon, Alvino menceritakan ide bisnis mereka.
“Res, aku rencana mau bangun kafe hits di kampung Bapakmu,” kata Alvino. “Aku butuh kamu untuk semua urusan desain, konsep, sama strateginya. Otak jeniusmu cocok untuk ini.”
Aresa akhirnya setuju. “Oke, Mas. Aku akan datang ke sana secepatnya, tapi aku main di balik layar aja ya, Mas,” ujar Aresa memberi janji.
Itulah alasan ia datang. Keberadaannya di sana bukanlah kebetulan. Namun, ia tidak menyangka kedatangannya akan membuatnya bertemu dengan Jhonatan.
Pagi itu, Aresa bangun dengan perasaan campur aduk. Ia masih kesal dengan kejadian semalam. Jhonatan—pria itu—entah kenapa berhasil membuat Aresa merasa tidak berdaya. Ia melangkah keluar kamar dan mendapati Gio sudah menunggunya di depan pintu.
“Tante Resa, ayo main sepeda listrik!” ajak Gio, matanya berbinar.
Aresa tersenyum.
“Ayo!” jawabnya.
Ia butuh udara segar untuk menjernihkan pikirannya. Ia mengambil sepeda listrik dari garasi dan membiarkan Gio duduk di depan. Ia mengendarai sepeda itu dengan santai, menikmati suasana pagi yang tenang.
Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Pikirannya kembali melayang pada Jhonatan.
“Dasar pria galak! Beraninya dia minta data pribadiku? Emangnya dia pikir dia siapa?” umpat Aresa dalam hati.
Saat ia sedang asyik melamun, Gio berteriak, “Tante, awas!”
Aresa tersentak. Di depannya, ada mobil mewah berwarna hitam. Jhonatan keluar dari mobil itu, hendak masuk ke rumah dinasnya. Aresa berusaha mengerem, namun sudah terlambat. Sepeda listrik itu menabrak bagian belakang mobil Jhonatan.
"Brak!"
Dunia Aresa mendadak berhenti berputar. Semua kebisingan pagi — suara kicauan burung dan tawa Gio — seolah lenyap, digantikan oleh debaran jantungnya sendiri. Sepeda listrik itu terguling, membuat Aresa dan Gio terjatuh. Ia segera bangkit, memastikan Gio tidak terluka.
“Gio, kamu nggak apa-apa?” tanyanya panik.
“Tidak, Tante,” jawab Gio sambil menggeleng.
Jhonatan yang melihat kejadian itu segera menghampiri mereka. Wajahnya tidak menunjukkan amarah, justru kepanikan. Rautnya memperlihatkan kekhawatiran yang tulus.
“Aresa, Gio, kalian tidak apa-apa?” tanyanya, suaranya terdengar khawatir.
Aresa, yang malu setengah mati, hanya bisa menunduk. Ia merasa seperti boneka yang dijatuhkan, seluruh rasa percaya dirinya hancur. Ditambah lagi, penampilannya kacau: ia hanya mengenakan piyama satin berwarna gelap dan hijab bergo andalannya. Jauh dari kesan profesional yang ingin ia tunjukkan semalam.
“Maaf, Kapten. Saya tidak sengaja,” katanya dengan suara bergetar.
Jhonatan hanya tersenyum tipis.
“Nggak apa-apa. Yang penting kamu dan Gio baik-baik aja,” ujarnya sambil membantu mereka berdiri.
Namun, matanya sempat melirik lecet di bagian belakang mobil. Aresa ikut menatap dan langsung merasa bersalah.
“Saya akan ganti rugi,” bisiknya.
Jhonatan menggeleng pelan, tapi senyum liciknya muncul.
“Ya, kamu memang harus tanggung jawab,” katanya santai.
Ia mengambil kunci mobil dan menyerahkannya pada Aresa.
“Kamu bawa mobil ini. Saya antar sepeda ini ke rumah Alvino. Setelah itu, kita ke bengkel.”
Aresa terkejut.
“Tapi kenapa saya?”
“Karena kamu yang nabrak mobil saya,” jawab Jhonatan tenang, tapi nada suaranya mendominasi. Ia menatap Aresa dari ujung kaki sampai ujung kepala. “Dan kamu harus ikut. Saya nggak mau kamu kabur.”
Aresa tak bisa menolak. Ia mengambil kunci itu dan menatap Jhonatan kesal. Ia tahu, ini bukan lagi kebetulan. Ini adalah pertarungan—antara dua orang sama-sama keras kepala dan sama-sama tak mau kalah.
*****
Aresa duduk di kursi pengemudi, tangannya memegang setir mobil Jhonatan. Rasanya sangat aneh. Ia mengendarai mobil mewah dengan piyama dan hijab bergo. Di sampingnya, Jhonatan duduk di kursi penumpang dengan seragam gagahnya. Kontras yang sangat lucu, pikir Aresa. Ia menoleh ke arah Jhonatan. Pria itu tampak santai, seolah tidak terjadi apa-apa.
Mengenai Gio, tadi Gio sudah diantar pulang oleh Jhonatan ke rumahnya sekaligus mengembalikan sepeda listrik yang tadi dikendarai Aresa.
“Maaf, Kapten. Saya benar-benar nggak sengaja,” kata Aresa, lagi-lagi meminta maaf.
“Sudah saya bilang, nggak masalah,” jawab Jhonatan. Ia menatap Aresa lekat-lekat.
“Kamu kelihatan lelah. Apa kamu nggak tidur semalam?”
Aresa terdiam. Ia memang tidak tidur semalam. Pikirannya terus berputar, memikirkan Jhonatan, Liam, dan pekerjaannya. Ia merasa Jhonatan sedang membaca pikirannya. Ia tidak nyaman. Ia mempercepat laju mobil.
“Pelan-pelan. Kamu bisa nabrak mobil lain,” kata Jhonatan, suaranya tenang tapi ada nada peringatan.
Aresa melambatkan laju mobil. Ia tidak bisa melawan. Ia merasa Jhonatan mengendalikan semua situasi. Ia merasa seperti bidak catur yang sedang dimainkan oleh Jhonatan.
Mereka tiba di bengkel. Jhonatan turun dari mobil dan berbicara dengan montir. Ia menjelaskan kejadian itu dengan tenang tanpa menyalahkan Aresa sedikit pun. Ia bahkan meminta montir untuk memperbaiki mobilnya secepat mungkin.
Aresa hanya berdiri di sana, merasa canggung. Ia merasa semua orang sedang menatapnya—menatap penampilannya yang aneh. Ia ingin sekali pulang, mengganti pakaian, dan melupakan semua kejadian ini.
Jhonatan kembali menghampiri Aresa. “Mobilnya akan selesai besok. Nanti saya ambil sendiri,” katanya.
Aresa mengangguk. “Terima kasih, Kapten,” jawabnya. “Berapa biayanya?”
Jhonatan tersenyum tipis. “Nggak usah. Anggap aja ini sebagai pinjaman,” jawabnya.
Aresa terkejut. “Pinjaman?”
“Ya. Kamu harus bayar saya dengan kopi dan obrolan tentang bisnis,” jawab Jhonatan, matanya menatap Aresa lekat-lekat. “Nanti malam, di kafe dekat sini. Gimana?”
Aresa tidak bisa menolak. Ia merasa terjebak. Ia menyadari, Jhonatan nggak akan menyerah. Ia akan terus mengejarnya, terus mengusiknya. Ia tidak punya pilihan lain selain menerima.
“Baiklah, Kapten. Saya akan datang,” jawab Aresa, suaranya terdengar lelah.
Jhonatan tersenyum. “Sampai nanti, Aresa,” katanya. Ia lalu berbalik, meninggalkan Aresa yang masih terpaku di sana.
Aresa menyadari, ini bukan lagi takdir. Ini adalah sebuah pertarungan—pertarungan yang harus ia menangkan.
Aresa berdiri terpaku di depan bengkel, menatap punggung Jhonatan yang semakin menjauh. Pria itu baru saja meninggalkannya begitu saja. Panik, Aresa merogoh saku piyamanya. Nihil. Ia tidak membawa apa pun, bahkan ponselnya. Jantungnya berdebar kencang. Ia ditinggalkan sendirian di depan bengkel, dengan penampilan memalukan, dan ia tidak hafal jalan pulang. Pikiran itu membuat Aresa merasa konyol dan marah pada saat yang bersamaan.
“Dasar Kapten gila! Beraninya dia ninggalin aku di sini? Apa dia pikir aku ini mainan?” umpat Aresa dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
mama Al
alvino kakaknya resa kan? tapi kenapa dia bilang bapakmu sama resa? apa mereka beda ayah.
2025-10-17
  0
mama Al
Wkwkwkwk di stalker kamu sama dia. tapi terlalu terang terangan.
2025-10-17
  0
Shin Himawari
lohhh??🤣🤣🤣 terus piye pulangnya ress?
2025-10-21
  0