Mereka mengobrol. Koktail diganti jadi air soda. Sepiring kentang goreng. Tidak ada pelanggan lain yang masuk. Rasanya seperti Bar ini terjebak di dalam waktu—memisahkan mereka dari dunia luar.
Barista mendekat, senyumnya ramah. “Maaf, Bar sebentar lagi tutup. Ada lagi yang bisa saya bantu?”
Keduanya refleks meraih dompet, tapi pria itu menggeleng. “Biar aku yang bayar. Masukin ke tagihan kamarku.”
Sinta mengerjap. “Kamu nginep di sini?”
“Iya. Aku tinggal di Bogor, besok pagi ada rapat di sebelah gedung ini, jadi sekalian.”
Barista mengangguk, mencatat pesanan terakhir, lalu pamit. Mereka pun berdiri.
“Aku bikin kamu begadang, ya?” Sinta meraih dompetnya juga, canggung.
“Enggak,” katanya, senyum licik itu balik muncul. Ujung jarinya menyentuh siku Sinta—halus, santun—menuntunnya keluar dari area bar. Mereka berhenti di balik pilar, menghadap lobi yang remang, sementara hujan menabuh kaca selembut drum kecil.
Mereka saling menatap.
“Kamu bawa mobil?” tanyanya.
“Enggak. Jalan kaki. Pulangnya naik taksi online aja.”
“Aku bisa mintain taksi dari resepsionis.”
Sinta menggeleng, mengangkat ponsel. “Pakai aplikasi lebih cepat.” Jemarinya meluncur di layar. “Satu menit lagi sampai.”
Pria itu seperti ingin bilang sesuatu, tapi menahan. Sinta juga. Hening di antara mereka berdengung, tebal—bukan canggung, melainkan… magnet. Ada kelaparan yang merayap pelan di dadanya; bukan lapar akan jawaban, melainkan rasa ingin mencicip bibirnya. Sudah lama sekali Sinta nggak merasakan ini.
“Boleh aku tanya sesuatu?” katanya akhirnya.
“Boleh.”
“Kenapa kamu mutusin duduk bareng aku tadi?”
Sinta tak perlu mikir lama. “Naluri.”
Dia mengangguk kecil, puas. “Ya.”
Notifikasi muncul: driver 1 menit lagi. Sinta mengambil napas. Setiap detik di dekatnya bikin pertahanan terakhirnya goyah. Cukup. Malam ini sudah lebih dari cukup—hangat, jujur, nggak menghakimi. Bukti kecil bahwa hidupnya bukan cuma rutinitas dan rasa aman palsu.
“Selamat tinggal,” ucapnya pelan.
Mata hijau itu meredup, ada sesal sekilas. “Selamat tinggal.”
Dia membungkuk hendak mencium pipinya. Di saat yang sama, Sinta mendongak.
Bibir mereka bersentuhan—ringan, seperti bisik angin.
Tubuh Sinta langsung bergetar. Gerak refleks membuatnya maju setengah langkah, dan tepat saat itu dia mendengar geraman pelan di dada pria itu—bukan marah, tapi menahan. Telapak tangannya menemukan pinggang Sinta, hangat, tegas. Bibirnya kembali menemuinya—kali ini lebih berani, singkat, tapi penuh muatan listrik.
Mereka mundur satu inci. Nafas Sinta tercekat. Mata hijau keemasan itu menahan tatapannya.
Lalu—seakan kesepakatan tanpa kata—mereka kembali saling mencari.
Ciuman meledak. Dalam, panas, lapar. Bukan kasar, tapi juga bukan ragu. Sinta mengecap jejak kopi pahit dan rempah di bibirnya; sesuatu di perutnya melesak jatuh dan mekar sekaligus. Dunia memudar jadi suara hujan dan detak jantung.
Sinta yang pertama lepas. Dia menahan yang terakhir di bibirnya, pendek, seperti tanda titik.
Ponsel di tangannya bergetar. Driver sudah tiba.
Rahang pria itu menegang, seolah menelan kata-kata yang hampir keluar. “Kalau aku minta—”
Sinta menggeleng halus. Senyumnya lembut, matanya jernih. “Malam ini cukup.”
Dia menarik napas, mengangguk. “Cukup.”
Sinta mundur setapak. “Tanpa nama.”
“Tanpa nama,” ulangnya. Bibirnya melengkung miring—senyum yang akan Sinta ingat lama.
Sinta berbalik menuju pintu. Hujan sudah sedikit mereda.
Sebelum menekan gagang pintu, dia menoleh sekali lagi.
“Aku senang kita ketemu,” katanya.
Dia menatapnya seperti menyimpan sesuatu yang rapuh. “Aku juga.”
Sinta melangkah keluar, berlari kecil ke arah mobil yang menunggu.
Pintu tertutup. Mesin menggeram. Lampu-lampu kota berpendar di kaca basah.
Di kursinya, Sinta memejamkan mata, membiarkan rasa manis-pedas ciuman itu menempel di bibirnya—cukup untuk menghangatkan malam, tanpa harus menyalakan api yang mereka berdua tahu belum saatnya.
Tidak ada nama.
Tidak ada janji.
Hanya cium.
Dan pamitan yang benar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
fara sina
jawaban yang singkat tapi bikin memikat
2025-10-04
0
Sevi Silla
tanpa nama dan belum saling kenal 😭
2025-10-03
0
fara sina
gercep banget pesennya sin
2025-10-04
0