Jeep berhenti dengan suara mesin yang berangsur pelan di halaman Bagas Tours.
Kevin Mahendra memutar kunci, mesin mati. Ia menoleh ke penumpang belakang, tiga mahasiswi yang dari tadi cekikikan sepanjang tur.
“Tur hari ini selesai, teman-teman. Semoga seru, ya,” katanya sambil kasih senyum ramah.
“Seru banget, Mas Kevin!” salah satu, si rambut merah tinggi semampai, maju ke depan sambil meraih tangannya. “Kamu pemandu wisata paling keren!”
Kevin ketawa tipis. “Makasih, Masya. Senang bisa nganter kalian.”
Cewek itu menyelipkan selembar uang tip plus kertas kecil. Nomor telepon. Matanya berbinar.
“Mungkin nanti kita bisa nongkrong bareng? Minum di kafe pantai, gimana?”
Kevin mengangkat alis, nahan ketawa.
“Biasanya gue oke-oke aja… tapi minggu ini gue lagi jadi babysitter buat keponakan. Jadi fix, gue skip.”
Wajah Marsya langsung manyun. “Sayang banget. Tapi kalau berubah pikiran, telepon, ya.”
Kevin mengantongi tip dan kertas itu tanpa banyak komentar. “Have fun, jaga diri.”
Mereka pun melenggang pergi, menoleh beberapa kali. Kevin cuma melambaikan tangan asal. Begitu Jeep kosong, ia turun dan masuk ke kantor kecil. Di dalam, Bagas sudah menunggu di balik meja kasir, senyum usil mengembang.
“Gimana, Vin? Lu pake alasan keponakan lagi, apa beneran nolak?”
Kevin pasang muka capek. “Keponakan. Kalau enggak, gue udah jadi headline koran: Pemandu wisata tampan ditangkap gara-gara mahasiswi.”
Bagas ngakak, sampai hampir keselek minumannya. “Anjir, muka ganteng lu itu emang aset, bro. Siapa sangka bisa jadi mesin uang buat bisnis gue?”
Kevin melotot. “Lu beneran bilang gue jadi magnet turis? Gila lu, Gas.”
“Eh serius!” Bagas nyengir makin lebar. “Liat aja, sejak lu gabung, tur makin rame. Orang-orang pada nanya, ‘Yang bawa Kevin bukan?’ Gue sampe mikir, jangan-jangan gue harus bikin papan nama gede: TUR KHUSUS BARENG KEVIN – FULL BOOKED SAMPE LEBARAN.”
Kevin nggak tahan, ketawa keras. “Persetan lu. Jangan lebay!”
“Lebay? Bro, kalo lebay itu udah jadi branding gue,” Bagas menepuk dada bangga.
Kevin geleng-geleng kepala, nyandar di meja. “Astaga, Gas. Gue capek tapi ketemu lu selalu bikin kepala makin pening.”
“Tapi ngaku aja, tanpa gue hidup lu hampa, kan?”
Kevin ngedumel pura-pura serius. “Hampa karena tiap hari harus liat muka lu.”
Bagas ngakak lagi. “Sumpah, gue sayang banget sama lu, Vin. Kalo lu bukan cowok, udah gue lamarnya.”
“Untung gue cowok. Kalau enggak, gue kabur duluan.”
Mereka berdua tertawa. Setelah agak reda, Bagas tiba-tiba nyeletuk. “Eh, makan malam sama gue sama Arum, gimana?”
Kevin menaikkan sebelah alis. “Nggak takut gue rebut pacar lu? Dengan pesona gue yang mematikan ini?”
“Arum bilang muka lu pas-pasan.”
Kevin terbahak. “Sumpah, Gas, cewek lu jujur banget. Gue suka!”
“Eh, jangan suka kebangetan. Ntar beneran direbut lagi. Gue nggak ikhlas.”
Kevin ngedengus, pura-pura sok ganteng. “Tenang aja. Gue nggak suka cewek yang matanya minus.”
“HA! Ngeles. Itu cewek minus atau plus, tetep nggak mungkin jatuh ke lu.”
“Persetan, Gas. Lu irinya keterlaluan.”
Bagas menepuk bahunya. “Tapi serius, Vin. Gue bersyukur lu mau tinggal di sini. Lu udah bantu banget bisnis gue. Arum juga seneng lu ada di tim. Malah si Tuan Pitts aja—lu tau kan, si kakek nyebelin sebelah rumah—anehnya bisa suka sama lu.”
Kevin mendengus. “Suka? Gas, itu terlalu kuat. Gue cuma bantu buangin sampahnya waktu hujan. Dia ngomel-ngomel juga.”
“Yah tapi waktu gue yang coba, dia rebut lagi tong sampahnya biar gue salah. Kalau lu, malah didiemin.”
Kevin nyengir puas. “Apa boleh buat, orang-orang lebih nyaman sama gue daripada sama lu.”
Bagas mencondongkan badan, sengaja menekankan kalimat, “Tapi Arum nggak.”
Kevin ikut nyengir. “Buset, lu niat banget nyari masalah sama gue.”
Bagas ngakak puas.
Kevin keluar dari kantor, langkahnya melambat. Malam mulai turun, lampu-lampu jalan menyala. Ia menghirup dalam-dalam aroma asin laut bercampur asap ikan bakar.
Jakarta kembali menyeruak di pikirannya. Penjara. Johan Santoso. Pengkhianatan. Semua itu masih terasa pahit. Tapi di Pangandaran, ia menemukan sesuatu yang baru: orang-orang ramah, pekerjaan sederhana, dan sedikit ketenangan.
Untuk pertama kalinya sejak lama, Kevin merasa bisa bernapas.
Meski ia tahu, hidup masih panjang untuk dibuktikan.
Dua hal tetap jadi pegangannya:
Kebebasan dan adiknya.
Sisanya? Ia cuma bisa berharap.
***
Sinta hanya ingin melakukan satu hal: rebahan. Dia sudah memakai piyama, siap dengan segelas soda, dan menonton serial Money Heist yang lagi hits di Netflix. Tapi di sinilah dia, selonjoran di sofa dengan pandangan kosong ke TV. Serial Netflix-nya hanya berputar sendiri, otaknya sudah off. Keluar rumah? Ketemu orang? Big NO.
Sayangnya, adiknya, Arum, tidak mau tahu. Arum sudah janji malam ini Sinta harus ikut, harus ketemu cowok yang katanya misterius, si Kevin. "Sekali aja, Kak, please..." rengek Arum setiap hari. Padahal biasanya Arum paling ngerti kalau kakaknya lagi capek.
Sinta menghela napas panjang. "Gue enggak mauuu..."
Tok-tok-tok.
Dia mengerang kesal sambil jalan gontai ke pintu.
"Kenapa belum siap, Sin?" Suara Intan langsung nyerocos begitu pintu kebuka. Mata Intan yang besar menyipit, persis kayak detektif lagi curiga. "Jangan bilang lo mau kabur lagi!"
Sinta cuma bisa pasrah. Intan langsung nyelonong masuk, gayanya selalu total: celana jeans ketat, crop top hitam, kepang panjang sampai pinggang, dan auranya sangat seksi. Semua cowok pasti ingin melihatnya. Yang bikin lucu, di balik gaya -nya, Intan adalah jenius matematika yang punya bisnis keuangan sendiri. Kontras banget!
"Lo sengaja dateng buat ngintipin gue ya," gerutu Sinta, masih malas.
"Jelas! Gue enggak mau lo mendekam di rumah kayak janda muda baru ditinggal mantan," jawab Intan santai, sambil melempar tas ke meja. "Ayo siap-siap! Arum bakal ngamuk kalau lo batal."
Sinta menyeret kaki masuk ke dalam rumah. Rumah ini sebenarnya dibeli bareng mantannya dulu, tapi sekarang sudah dia sulap jadi 'surga' kecil Sinta. Nuansanya krem, putih, dan biru laut. Ada bantal kerang, potret burung camar, vas bunga. Dapurnya? Dream kitchen. Saking nyamannya, kadang rumah ini terasa seperti penjara karena dia betah banget di dalam.
Begitu sampai di kamar, Intan langsung menyerbu lemari. "Ini nih yang gue suka," katanya, menggeser gantungan baju. "Lo punya banyak pilihan. Malam ini lo harus tampil kece!"
Sinta menatap Intan dengan muka memelas. "Gue malas, Tan. Ini cuma Kedai Kopi Galuh, bukan gala dinner."
"Lo nyebelin banget," Intan cuek, menarik keluar celana flare pudar dan atasan halter putih potongan V. "Ini aja. Bawah santai, atas agak genit. Win-win solution."
"Tan, ini terlalu minim, deh..."
"Enggak lah. Lo punya body bagus, biarin orang lihat dikit. Udah, pakai!"
Sinta akhirnya malah ketawa sendiri. "Lo tuh selalu tukang bully gue!"
"Karena gue sayang. Ayo, sekarang sepatunya!" Intan membuka lemari sepatu yang jadi kebanggaan Sinta. Matanya langsung berbinar. "Sumpah, Sin, tiap kali gue lihat koleksi lo, gue pengen minjem."
Sinta ketawa ngakak. "Dasar lebay!"
Di depan mereka, deretan sepatu mewah terpajang rapi: Louboutin, Gucci, Dior. Sandal, heels, boots. Benar-benar kayak butik. Intan akhirnya memilih.
"Akhirnya gue tahu yang gue mau," katanya, mengangkat sandal platform putih dengan sulaman bunga. "Ini, perfect buat malam ini."
Sinta tersenyum. "Oke. Kasih gue lima belas menit."
Dia dandan cepat. Intan membantunya mengeriting rambut agar jatuhnya lembut. Tas denim kecil, parfum Dior, beres. Intan bersiul kagum. "Gila, lo cakep banget! Lo kelihatan kayak tokoh utama film Korea."
Sinta tertawa. "Lo juga cantik, Tan."
***
Mereka melangkah keluar. Di tengah jalan, Intan dapat pesan. "Ups, Bella minta dijemput. Lo pesen meja duluan ya."
"Berarti dia bakal ngopi malam ini," Sinta terkekeh.
"Anak-anak pasti lagi heboh semua."
Sinta pun sampai di Kedai Kopi Galuh. Arum sudah menunggu dengan senyum lebar. Sinta memeluk adiknya.
"Lama bange, Kak. Intan mana?"
"Dia jemput Bella."
"Bagas sebentar lagi datang. Aku enggak sabar banget kamu ketemu Kevin!"
Sinta mengangkat tangan. "Sayang, jangan kecewa ya kalau Kakak sama Kevin enggak cocok. Semua cewek di kota ini ngejar dia. Dan kamu tahu Kakak enggak hobi rebutan."
Arum menatapnya lembut. "Aku cuma pengin kamu bahagia, Kak. Kamu spesial, dan aku enggak mau orang lain enggak ngelihat itu."
Hati Sinta meleleh. "Aduh, kamu manis banget. Udah deh, kita bahas Bagas aja. Kamu kelihatan bahagia banget sama dia."
"Tadi ada yang nyebut namaku ?" Bagas muncul sambil mencium Arum. Sinta cuma bisa geleng-geleng melihat adiknya bucin banget. Adegan kecil keintiman itu mengingatkannya pada masa lalu.
Dia mengusir bayangan itu. "Aku baik-baik aja," batinnya.
Meja makin ramai. Intan dan Bella datang. Sinta berdiri, meregangkan badan, jalan sebentar. Ternyata enak juga keluar rumah.
Arum tiba-tiba menghampiri. "Kevin udah dateng."
Sinta tertawa kecil. "Habis ini, janji enggak ngomel-ngomel lagi soal dia ya? Kamu kayak mak comblang profesional."
"Aku cuma jagain kamu, Kak."
Arum menarik lengannya, menggiringnya. "Kevin, ini Sinta. Sinta, ini Kevin."
Sinta mendongak. Tatapannya bertemu dengan mata itu.
Semua mendadak hening. Tangannya gemetar. Gelas kopinya jatuh, pecah di lantai.
Itu dia.
Pria dari malam hujan empat tahun lalu. Pria yang mencuri sepotong hatinya.
Kevin Mahendra.
Dia masih sama: rambut tebal, rahang tajam, tubuh ramping tapi berotot, dan wangi rempah yang familiar langsung menusuk hidungnya. Dan matanya... Ya Tuhan.
"Sin..." suara Kevin serak memanggilnya.
Sinta hampir pingsan. "Hai. Senang ketemu kamu, Kevin."
Ada sesuatu di mata Kevin—rasa sakit? marah?—tapi Sinta enggak punya waktu buat menganalisis. Instingnya berteriak: lari.
Dia menoleh ke Arum. "Maaf ya, aku pusing banget. Bilang ke anak-anak aku pamit dulu."
"Aku anterin deh—"
"Enggak!" Sinta memaksakan senyum. "Kamu di sini aja. Aku butuh sendiri."
Dia keluar dari kafe seolah ada setan yang mengejarnya. Begitu sampai di rumah, dia bersandar di pintu. Badannya jatuh ke lantai. Mata terpejam.
Kenangan itu datang lagi, membanjirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Sevi Silla
hahahaha🤣 jadi alasanny keponakan biar terhindar. makasih idenya
2025-10-03
0
fara sina
secara GK langsung udah di tolak secara halus😭
2025-10-04
0
fara sina
hahahhaha Kevin malah yang terkenal
2025-10-04
0