Sepuluh hari. Itu angka yang terus terngiang di kepala Elma setiap kali ia terjaga dari tidur malam yang penuh air mata. Sepuluh hari suaminya menghilang tanpa kabar, tanpa pesan, tanpa alasan. Elma bahkan sudah pergi kemanapun, ke rumah teman-temannya, sampai mendatangi beberapa tempat yang selalu menjadi tempat nongkrong Dion, tapi semuanya nihil. Seolah Dion benar-benar lenyap dari dunia.
Yang membuat hati Elma semakin terkoyak adalah sikap ibu mertua dan kakak iparnya. Bukannya menunjukkan rasa cemas, mereka justru terlihat hidup dengan tenang, bahkan tampak bahagia setiap hari. Saat Elma berusaha mencari kabar ke rumah mereka untuk kedua kalinya, yang ia lihat malah Diana tersenyum lebar sambil memamerkan mobil barunya di halaman rumah.
Mobil itu masih mengkilap, dengan pita merah terikat di kap mesin seakan baru keluar dari showroom. Tetangga sekitar berkumpul, memuji, bahkan iri. Diana dengan bangga berkata, “Akhirnya, setelah kerja keras, aku bisa beli mobil baru. Ini semua karena doa Mama juga.”
Elma berdiri jauh di seberang jalan, mengamati dari balik pohon. Dadanya sesak. Ia tahu persis keadaan keluarga Dion. Bisnis showroom mobil yang mereka banggakan itu bangkrut beberapa bulan lalu. Utang menumpuk, karyawan banyak yang diberhentikan, dan Ratna selalu marah-marah karena harus menutup showroom. Lalu, dari mana datangnya uang sebanyak itu hingga Diana mampu membeli mobil baru?
“Tidak masuk akal,” gumam Elma pelan. “Sementara aku di sini, berjuang sendiri, menunggu kabar suamiku yang hilang, mereka malah bersenang-senang?”
Air matanya kembali menetes. Namun kali ini bukan hanya karena sedih, melainkan juga karena rasa curiga yang semakin menguat. Ada sesuatu yang disembunyikan Ratna dan Diana. Sesuatu yang berkaitan dengan hilangnya Dion.
Malam itu, Elma duduk di kursi kayu di rumah kontrakannya. Lampu redup, hanya suara jam dinding yang menemani pikirannya yang bergejolak. Ia memegang sebuah buku catatan kecil milik Dion yang sempat tertinggal di laci meja. Ia membuka halaman demi halaman, berharap menemukan jejak atau petunjuk.
Sebagian besar hanya coretan angka, catatan stok mobil, dan nama beberapa pelanggan. Namun, di halaman terakhir ada tulisan tangan yang membuat Elma terdiam,
"Kalau aku tidak pulang beberapa hari, berarti ada masalah. Jangan percaya siapapun, bahkan keluargaku sendiri. Hanya percaya pada hatimu sendiri, El."
Elma menutup mulutnya dengan tangan. Tubuhnya gemetar. Kata-kata itu seakan ditulis khusus untuk dirinya, untuk saat seperti ini. Dion sudah memprediksi sesuatu akan terjadi. Tapi apa? Dan kenapa harus menyebut keluarganya sendiri?
“Ya Tuhan, apa sebenarnya yang terjadi padamu, Dion?” bisiknya.
Kegelisahan yang dirasakan Elma semakin membesar. Selama ini hubungan mereka baik-baik saja, bahkan Dion selalu memperlakukan Elma dengan baik.
***
Keesokan harinya, Elma memberanikan diri mendatangi rumah mertuanya lagi. Meski hati masih trauma dengan perlakuan kasar sebelumnya, ia merasa harus mencari jawaban.
Saat tiba, ia mendapati Ratna sedang duduk santai di teras, menyesap teh hangat. Diana keluar dari garasi dengan kunci mobil barunya, tampak begitu puas dengan hidupnya.
Elma mendekat, mencoba bicara dengan tenang. “kak, aku hanya ingin bertanya sekali lagi. Apa benar tidak ada kabar dari Dion? Sudah sepuluh hari dia tidak pulang, dan aku semakin khawatir."
Ratna menoleh dengan tatapan penuh kejengkelan. “Elma, sudah kubilang berkali-kali, aku tidak tahu! Jangan ganggu hidup kami dengan tangisanmu. Kalau Dion tidak pulang, itu urusanmu sebagai istri. Jangan tanya aku.”
Diana ikut menimpali dengan senyum miring. “Iya, jangan datang lagi ke rumah ini. Gugurkan kandungan itu secepatnya, kami tidak sudi memiliki keturunan darimu."
Elma menelan ludah sembari menggelengkan kepalanya. "Tidak kak. Aku tidak akan menggugurkan anak ini. Kalian tidak berhak mengaturku!" Elma menolak dengan tegas. "Aneh, kalian tidak ada rasa sedih sama sekali kehilangan Dion. Kalian justru membeli mobil baru, dari mana uangnya? Bukankah showroom sudah tutup sejak beberapa bulan yang lalu."
Pertanyaan itu membuat wajah Ratna berubah sedikit tegang, meski cepat ia sembunyikan dengan tawa sinis. “Urusan kami bukan urusanmu, Elma. Jangan ikut campur!”
Diana mendekat, menepuk bahu Elma cukup keras. “Kau pikir kami pakai uang haram? Salah besar! Kami masih punya tabungan, warisan Papa juga ada. Jadi berhenti menuduh kami. Kalau kau tidak senang, lebih baik pulang saja.”
Elma hanya bisa terdiam. Ia tahu apa yang dikatakan Diana tidak masuk akal. Warisan papa mereka sudah lama habis dipakai menutupi utang showroom. Tapi Ratna dan Diana jelas tidak akan mengaku.
***
Hari-hari berikutnya, Elma semakin frustasi. Ia berusaha mencari ke kantor polisi, melapor tentang hilangnya Dion. Namun, laporan itu hanya dicatat tanpa tindak lanjut berarti. Polisi menganggap Dion mungkin hanya pergi sementara waktu karena setelah polisi datang ke rumah keluarga Dion, Ratna dan Diana justru meminta polisi untuk menghentikan pencarian.
Malam-malam Elma semakin panjang. Ia duduk termenung sambil memeluk perutnya yang mulai membesar sedikit. Kadang ia berdoa cukup lama, berharap Tuhan memberi petunjuk. Kadang ia menulis di buku harian, mencoba menuangkan semua rasa sakit dan kebingungannya.
Di satu sisi, ia ingin percaya bahwa Dion masih hidup dan akan kembali. Namun di sisi lain, bayangan Ratna dan Diana yang seakan tahu sesuatu membuatnya semakin resah.
Keesokan harinya Bu Lani, datang membawa makanan. “Elma, kau harus kuat, Nak. Ibu dengar kabar kalau ibu mertua dan kakak iparmu sekarang hidup enak. Bahkan Diana pamer beli mobil baru. Padahal setahuku, showroom keluarga mereka sudah tutup."
Elma menatap Bu Lani dengan mata membesar. “Bu, jadi bukan hanya aku yang merasa aneh?”
Bu Lani mengangguk. “Banyak orang heran. Ada yang bilang Diana dapat uang dari hasil penjualan mobil bekas, tapi jumlahnya tidak mungkin sebanyak itu. Apalagi sampai bisa beli mobil baru. Hati-hati, Nak. Jangan-jangan mereka memang menyembunyikan sesuatu.”
Ucapan itu membuat hati Elma semakin mantap. Ada yang tidak beres. Entah kenapa firasatnya mengatakan kalau Dion dan keluarganya sudah menyembunyikan sesuatu.
Malamnya, Elma kembali membuka catatan Dion. Ia meneliti nama-nama yang tertulis. Di antaranya ada satu nama yang berulang kali ditulis, “Pak Surya, 750 juta.”
Elma mengernyit. Ia tidak mengenal nama itu. Namun angka besar di sampingnya membuatnya curiga, mungkin itu adalah utang atau transaksi penting.
“Apa mungkin ini ada hubungannya dengan hilangnya Dion?” pikirnya.
Untuk pertama kalinya sejak Dion menghilang, Elma merasakan ada secercah arah. Ia memutuskan untuk pergi besok pagi akan mencari tahu siapa Pak Surya itu.
Namun sebelum tidur, ia duduk lama di dekat jendela, menatap langit malam. Ia berbicara pelan pada suaminya yang entah di mana.
“Dion, tunggu aku. Aku akan mencari kebenaran. Aku akan menemukanmu, meski semua orang menutup mulut. Aku berjanji, aku tidak akan menyerah.”
Air mata mengalir lagi, tapi kali ini bercampur dengan tekad. Elma tahu jalan di depannya tidak akan mudah. Ratna dan Diana jelas bukan sekadar keluarga biasa, mereka menyimpan rahasia besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Vay
💜💜💜💜💜
2025-10-04
0