"Arrggghhhhhhh!" teriakan yang dipendam Nina menggema dalam dirinya sendiri, dadanya berdebar kencang, tangan mengepal di bawah selimut.
Tiba-tiba, malam itu handphonenya bergetar. Suara dari speaker membuatnya tersentak. "Bastian," gumam Nina, napasnya tercekat. Lelaki yang sudah memasuki hatinya sejak SMA.
"Ya, siapa?" tanya Nina dengan suara bergetar, mencoba menenangkan dirinya saat mengangkat telepon. Matanya menatap kosong ke dinding.
"Ini teman Reyna?" tanya Bastian di seberang, suaranya terdengar datar tapi tegas.
"Ya." jawab Nina, hidungnya kembang kempis, dada masih naik turun menahan gugup.
"Ini Bastian. Sorry ganggu, Reyna ada kan?" tanya Bastian.
"Ya, ada. Dia sudah tidur. Lo ngapain nelpon jam segini, mengganggu." jawab Nina, menahan nada kesal tapi suara bergetar.
"Lo tahu gue kan?" tanya Bastian lagi, suaranya lembut.
"Ya, gue tahu lo!" jawab Nina, menatap langit-langit kamar seolah mencari keberanian.
"Nama lo siapa?" tanya Bastian.
"Nin... Emm, Melisa." jawab Nina, menundukkan kepala, rambut menutupi sebagian wajahnya.
"Oke, besok gue telepon lagi." jawab Bastian, suara di telepon terdengar ringan tapi menenangkan.
Nina teringat pertama kali Bastian menelponnya. Rasa campur aduk memenuhi dadanya; ia sadar dirinya tidak begitu penting untuk sekitar. Ia menyukai Gilang, tapi sejak masuk SMA, Gilang selalu bercerita tentang para cewek dan Nina selalu menjadi tempat curhatnya. Sejak itu, Nina tidak berharap lebih dari Gilang, apalagi laki-laki lain.
Ia tersenyum pahit sendiri. Bagaimana mungkin ia bilang ke Bastian kalau ia menyukainya? Takut, malu, dan lebih baik berbohong.
Bastian... lelaki badboy yang dikenal sejak lama, sering dihukum, bolos, dan suka berantem. Sejak SMP, Nina ingin sekelas dengannya tapi tak kesampaian. Saat kelas tiga, keinginannya yang lama terkabul, tapi ia sendiri tak mengharapkannya.
Pernahkah kamu merasakan hal yang sama? Mencintai seseorang tapi takut perasaan itu diketahui, sehingga lebih baik berbohong.
Nina terbangun dari tidurnya, mata masih sembab, jam di dinding menunjukkan sudah pagi.
"Nina, Bastian nungguin!" teriak Reyna dari seberang kamar, membuat Nina terkejut dan cepat melompat dari tempat tidur.
Ia keluar kamar dengan rambut acak-acakan. Benar saja, Bastian sudah duduk di sofa, menatapnya tenang.
"Ohhhh, Nina. Kenapa belum bersiap? Kamu berani keluar seperti ini?" tanya Reyna, alis terangkat, menatap Nina setengah panik.
"Bawa sarapan gak?" tanya Nina sambil duduk di samping Bastian, ingin membuatnya sedikit ilfil.
"Nina, jaga image!" titah Melisa, yang sedang membuat susu untuk dirinya, pandangannya menatap Nina tajam.
"Ini baru jam 6 dan kamu udah nongkrong di sini. Sekolah masuk jam 07.30 dan sekolah dari sini dekat. Ini terlalu pagi, Bastian." ucap Nina, masih menahan kantuk, menguap tipis.
"Sarapan dulu!" ucap Bastian, membuka tas berisi sarapan dengan senyum nakal.
Nina menguap lagi dan menatap makanannya. "Mandi dulu!" titah Melisa, mengangkat alis.
"Iya." jawab Nina, lalu pergi mandi meninggalkan mereka berdua.
Sebelum pintu tertutup, ia menoleh dan melihat Reyna serta Melisa mendekati Bastian.
"Lihatkan, semua cowok sama saja. Jatuh cinta, ngajakin pacaran, tapi duduk dekat sama cewek lain," gumam Nina sambil menutup pintu, wajahnya memerah setengah kesal setengah geli.
Beberapa menit kemudian, Nina selesai berganti pakaian. Ruangan itu kini hanya menyisakan Bastian, duduk santai di sofa.
"Kemana mereka berdua?" tanya Nina, duduk sambil menyuap sarapan.
"Berangkat." jawab Bastian, matanya menatap Nina penuh arti.
"Ohhh…" Nina mengambil sarapannya dengan santai, mencoba menyembunyikan rasa grogi.
"Kenapa aku bisa bertemu dengan kamu sekarang?" tanya Bastian, suara lembut tapi ada nada ingin tahu.
"Gak usah dilanjutin, aneh." jawab Nina, menundukkan kepala sambil mengunyah pelan.
"Apa kamu pernah disakitin cowok?" tanya Bastian, alis terangkat, menatap wajah Nina dengan serius.
"Tidak." ucap Nina, menoleh sebentar ke Bastian.
"Ayo berangkat, takut gue berduaan sama cowok." ucap Nina, berdiri cepat.
"Kenapa?" tanya Bastian, sedikit bingung.
"Menurutmu." jawab Nina sambil jalan duluan, menutup pintu dengan cepat.
"Oke, sayang." jawab Bastian, senyum tipis, menatap pintu yang tertutup.
Mereka berkumpul di lapangan. Para lelaki kelas 11 sedang melawan, dan Bastian pastinya ikut bermain.
Banyak cewek-cewek meneriaki nama Bastian, bahkan dari kelas lain. Nina duduk di pinggir, hanya ngemil dan minum. Malu dan takut membuatnya menjerit, akhirnya ia memilih diam.
"Buat kamu." ucap Andre sambil menyerahkan cemilan.
"Terima kasih, Andre." jawab Nina dengan senyum tipis.
Andre adalah teman sekelasnya dulu. Lebih tepatnya teman Gilang. Sekarang kelas Gilang dan Bastian yang bermain.
"Eh, kapan-kapan kita jalan-jalan lagi, mau?" tanya Andre, senyum ramah.
"Kapan? Ke bioskop, danau, atau taman?" tanya Nina, menatapnya antusias.
"Kemana saja." jawab Andre, menepuk bahu Nina.
"Oke, berarti aku yang ngatur!" ucap Nina, tersenyum, membuka cemilan dari Andre.
Di lapangan, Bastian terus melirik ke arah pinggir, tidak fokus bermain.
"Bas, bolanya!" ucap Aldo, bola melayang ke arah Bastian.
"Heh, Bastian!" panggil Doni.
Bastian malah melempar bola itu dan menarik teman kelasnya masuk menggantikannya.
Nina terus bersenda gurau sambil mengambil minum dan meneguknya. Tiba-tiba Bastian mengambil minumannya dan meneguk sedikit, menahan amarahnya yang mulai muncul.
"Bastian." kesal Nina, menatap tajam.
Bastian duduk di pinggirnya, mencondongkan tubuh ke arah Nina. "Bukannya semangatin, malah berduaan di sini." ucapnya, nada datar tapi mata menyorot serius.
"Ya sudah, Nin. Nanti kabarin lagi ya!" ucap Andre sambil pergi.
"Oke, Andre." jawab Nina, ingin melambaikan tangan tapi tangannya ditarik Bastian dengan lembut tapi tegas.
"Gak usah drama!" ucap Bastian, menatap Nina serius.
Nina hanya bisa mengernyit, heran melihat sikap Bastian yang seperti itu. Mata mereka bertemu, dan untuk sesaat, dunia seakan berhenti di sekitar mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments