Cerita Kita

Nina menahan emosinya, jantungnya berdegup kencang saat Bastian memilih duduk sebangku dengannya. Napasnya terasa berat, tangan sedikit gemetar, tapi ia berusaha tetap tenang.

"Tuhan, aku ingin tenang bukan seperti ini, mendapat ujian dengan godaan manusia berbentuk vampire ini. Lebih tepatnya manusia gila!" ejek Nina di depannya, matanya melotot setengah kesal setengah jengkel.

Bastian menatap Nina, sudut bibirnya tersenyum tipis. "Kenapa lo bilang kalau lo Melisa?" tanyanya, suaranya datar tapi ada nada penasaran. Doni dan Aldo, yang berada tepat di hadapan mereka, ikut memperhatikan dengan mata sedikit melebar.

"Bukan urusan lo!" jawab Nina sambil mengambil handphone dari sakunya, tangannya menutupnya erat, mencoba menenangkan diri.

"Eh, kutu air, lo gak senang gue telpon, tahu gue kan?!" tanya Bastian, matanya berbinar penuh percaya diri, sedikit bangga dengan keberaniannya.

"Siapa yang senang diganggu oleh makhluk kaya lo, Bastian. Bisa gak lo… lo gak usah telpon gue, misal kalau lo gak diangkat oleh Reyna lo main game sama teman lo atau apa gitu, jangan gangguin gue dengan nanyain hal-hal aneh. Denger ya, Bastian, lo cowok jangan pengecut!" bentak Nina, wajahnya memerah, tangan mengepal, hampir ingin melempar ponselnya.

Bastian hanya tersenyum menatap Nina, matanya menyipit, seperti menikmati reaksi Nina.

"Bas, Reyna nelpon!" ucap Aldo sambil mengambil handphonenya, menahan senyum kecil.

"Kenapa nelpon ke nomor lo?" tanya Nina ke Aldo, alisnya terangkat, merasa sedikit kesal karena Aldo lupa keberadaannya.

"Ya, karena yang chat Reyna memang Aldo, kalau nelpon baru gue," jawab Bastian santai, matanya tetap menatap Nina sekilas.

Nina langsung menelpon nomor Bastian. Begitu ponsel berbunyi, Bastian cepat mengambilnya dengan ekspresi sedikit puas.

"Lo gila, Bastian! Lo lagi taruhan lagi sama Aldo? Ih, bajingan kalian," umpat Nina sambil menepuk meja, pipinya memerah.

"Lo itu penampilan kutu air tapi mulut emak-emak komplek," balas Bastian sambil menyeringai, sedikit mendekatkan wajahnya ke Nina.

"Lah, daripada lo, wajah kaya pemain drama China tapi otak gak berguna," ucap Nina, matanya menyipit dan mendorong wajah Bastian menjauh.

"Berarti gue tampan?" tanya Bastian sedikit mendekat, matanya berbinar nakal.

Nina membenarkan kacamatanya dengan gerakan cepat dan mendorong wajah Bastian, bibirnya mencekam setengah kesal.

"Jangan terlalu pede, walau lo tampan tapi hati sama otak lo jelek. Gak berguna!" umpat Nina, menepuk meja keras.

Reyna menelpon ke handphone Nina. "Nina, lo sekelas sama Bastian kan? Dia ada gak? Belum ngajarkan?" tanyanya sambil terdengar cemas melalui speaker.

"Ya, dia ada, sedang menjarah ilmu ghaibnya," jawab Nina kesal, menutup mata sebentar.

"Lo kenapa? Ada yang bikin masalah sama lo? Gue akan minta bantuan sama Bastian," ucap Reyna, suaranya terdengar khawatir.

"Rey, gak usah bawa-bawa nama laki-laki itu, gue tahu lo cantik dan pintar, sedangkan Bastian badboy dan playboy. Dia sering berantem walau dalam pelajar plus tapi tetap saja dia sering memanfaatkan perempuan kan. Kamu mau dimanfaatkan dia?" tanya Nina, alisnya berkerut, menatap layar handphone dengan serius.

"Nina, kamu berantem sama Bastian?" tanya Reyna, suara cemas.

"Gak ada waktu," jawab Nina cuek, menepuk meja pelan.

"Gak usah benci sama Bastian nanti…" ucapan Reyna terpotong oleh Nina.

"Gak usah aneh-aneh, Reyna," ucap Nina dengan nada tegas tapi lembut di ujungnya.

"Bastian sudah balas, katanya dia lagi main game," ucap Reyna.

Nina melirik ke arah Bastian dan Aldo, bibirnya menegang tapi menahan senyum.

"Ohh iya, mereka berisik di sini. Ya sudah, aku tutup!" jawab Nina sambil mematikan teleponnya, menarik napas panjang.

Dia melihat Aldo yang masih memainkan handphonenya, alisnya sedikit terangkat.

"Lo suka sama Reyna tapi menggunakan Bastian? Lo gak takut di-tikung Bastian? Pesona bajingan dia sangat kuat, lo?" ucap Nina ke Aldo, tangannya diletakkan di pinggang. Aldo melirik ke arah Bastian, bibirnya tersenyum tipis.

"Lo gak takut sama Bastian?" tanya Doni, matanya mengintip dari samping.

"Gue gak kenal dia jadi gak perlu takut, lagian dia gak mungkin mencari masalah kan. Oh ya, peringatin para betina di sini, gak usah gosip keluar dari kesal tentang gue. Gue malas di-bully sama perkumpulan habitat lo!" ucap Nina kesal, pipinya memerah dan tangan mengepal.

Bastian langsung menyubit kedua pipi Nina. "Ishhh, chubby sekali pipimu, kutu air." Nina langsung mengembungkan pipinya, matanya melotot.

"Pipi gue jadi ternoda, jangan menyentuhnya, Bastian!" ucap Nina sambil memukul tangan Bastian, hampir tersulut emosi.

"Gue akan ngejar lo!" jawab Bastian sambil tertawa nakal, membuat Nina melotot kesal.

"Lari gue cepet lo!" ucap Nina polos sambil .

Bastian tertawa, suaranya memenuhi kelas. Para siswa langsung menoleh, beberapa bahkan mengeluarkan ponsel untuk mengambil gambar.

"Gyus, boleh ambil gambar tapi jangan ambil video," titah Doni ke siswi lain, menenangkan suasana.

"Siap, Doni," jawab para siswi serempak.

"Pacaran, Chubby!" ejek Bastian sambil melangkah santai.

Nina langsung merasa mual dan merinding, wajahnya memerah.

"Lo terlalu gila, Bastian! Gue gak akan nerima lo," jawab Nina dengan tegas, tangan mengepal.

"Lo langsung nolak Bastian?" tanya Doni penasaran.

"Lebih baik sama lo kan daripada Bastian," jawab Nina, tatapannya tajam, membuat Doni agak canggung di depan Bastian.

"Gue mundur juga!" jawab Doni, ketakutan, mundur sambil menunduk.

Handphone Nina berbunyi lagi, melihat Gilang menelpon.

"Hai Gilang!" sapa Nina lembut, senyumnya muncul alami.

"Nin, nanti kita pergi ya pulang sekolah!" ucap Gilang hangat.

"Oke, apa bawa mereka juga?" tanya Nina sambil tersenyum manis.

"Ya, pasti. Lo sedang apa? Eh, gue udah kirim uang buat lo jajan," ucap Gilang, nada suaranya ceria.

"Thank you, Gilang, senang bekerja sama dengan kamu. Love you, bos!" jawab Nina bahagia, matanya berbinar saat melihat notifikasi aplikasi m-banking.

"Iya, sayang!" jawab Gilang sambil menutup teleponnya.

Nina tersenyum melihat uangnya, dan Bastian langsung mengambil handphone Nina, membarcode ke m-banking Nina. Bastian tersenyum santai.

"Ambilah, anggap saja kompensasi tiap malam gue ganggu," jawab Bastian sambil memakai headset dan tiduran di meja, matanya menatap Nina sekilas penuh nakal.

"Thank you, Bastian!" ucap Nina lembut, pipinya sedikit memerah, membuat Bastian tersenyum tipis tanpa terlihat terlalu jelas.

"Dasar badboy," umpat Nina sambil menutup mulutnya, menahan senyum.

**

"Gilang, gak papa kan ngajak Bastian dan yang lainnya?" tanya Reyna saat mereka bertemu di sebuah mall. Nina dan Gilang memang berangkat duluan.

Nina memegang tangan Gilang, menahan sebentar, "Iya, gak papa," jawab Gilang sambil tersenyum sabar.

"Ayo kita masuk!" ajak Gilang, langkahnya ringan.

Nina mengantri tiket bioskop, menata tempat duduk untuk Gilang. Matanya menatap sekitar, hati sedikit tegang.

"Kenapa dipisah?" tanya Bastian sambil menyipitkan mata, nada suaranya menantang.

"Bukan urusan lo," jawab Nina jutek, menoleh sebentar tapi tetap mengatur tiket.

Nina memberikan tiket untuk teman-temannya dan sialnya, ia duduk berdekatan dengan Bastian dan Doni, sedangkan Gilang bersama Melisa. Mata Nina menatap Bastian sebentar, menghela napas kecil.

"Kesialan apa ini?" ucap Nina, pipinya sedikit memerah.

"Keberuntungan, Chubby!" jawab Bastian sambil menyeringai, matanya berbinar nakal.

Melisa dan Gilang terlihat canggung duduk bersebelahan.

"Kamu beneran gak pacaran sama Nina?" tanya Melisa, suaranya penasaran.

"Tidak. Dia sahabatku dan membantuku mendekatimu," jawab Gilang jujur, menatap Melisa lembut.

"Serius? Kamu menyukaiku?" tanya Melisa, mata berbinar.

"Dari kelas satu tapi aku baru berani bilang sekarang," ucap Gilang, wajahnya sedikit memerah.

"Aku juga menyukaimu, tapi bagaimana dengan Nina?" tanya Melisa, menoleh sebentar ke arah Nina.

Gilang langsung mengechat Nina: "Dia juga menyukai ku!"

"Yuk jadian, jangan lupa pajak jadiannya ya!" balas Nina dengan emotikon senang, wajahnya berbinar.

Melisa dan Gilang saling menatap Nina, tersenyum senang.

"Ayo kita pacaran!" ajak Melisa ke arah Gilang.

"Oke," ucap Gilang, memegang tangan Melisa dengan lembut.

Nina menatap chat itu lama, hatinya hangat, lalu menoleh ke layar bioskop, fokus menonton film.

Sedangkan Aldo dan Reyna duduk seperti biasa, tenang tapi saling menatap sesekali.

"Kapan kamu akan jujur?" tanya Reyna, membuat Aldo menatapnya serius, alisnya sedikit berkerut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!